Berteman Dengan Angin

Wacana.info
Suhardi Duka. (Foto/Manaf Harmay)

Oleh: Suhardi Duka

Angin bisa menjadi kekuatan atau energi. Bisa menjadi penyubur dan penyebab buah dari putik. Bisa juga menjadi penyeimbang dan penyejuk alam semesta. 

Bagi para pelaut, angin adalah sahabat karib ketika berlayar. Dialah pendorong dan pengisi layar untuk sampai ke seberang.

Angin memiliki intesitas dan ciri sendiri. Ada angin laut, yang hembusannya di siang hari dengan kekuatan kira-kira 20-25 km/hour. Ada pula angin timur yang hembusannya di malam hari yang punya kecepatan sedang.

Banyak orang berselancar di kehidupan ini dengan penuh sepekulasi maka hasilnyapun bagai membuang dadu. Bisa 1 atau 6, kemungkinannya sulit untuk ditebak. Ada juga bagai anak tangga, iya disiplin dan terstruktur. Memang mengarungi kehidupan ini banyak pelajaran yang selalu bisa di petik.

Kehadiran Raja Salman di Indonesia yang disambut meriah oleh rakyat Indonesia dengan penuh suka cita bukan saja karena kerajaan Arab Saudi ingin berinfestasi di Indoensia. Beliau memang dikenal oleh dunia sebagai sosok pemimpin yang tegas dan adil untuk semua rakyatnya.

Mari kita belajar pada perjalanan kepemimpinan Raja Salman. Saat menjadi gubernur, Beliau sempat menghukum dengan tegas majikan yang tidak memberi gaji kepada TKI. Menghukum warga negaranya untuk warga negara lain adalah bentuk hukum yang tidak pandang bulu. 

Juga menghukum keluarga kerajaan, bahkan hingga hukum mati atas kesalahan besar yang dibuat. Bentuk pemerintahan yang monarki Saudi dengan dasar Alqur'an dan Hadist (Islam) sampai saat ini masih menjadi kiblat sistim pemerintahan Islam yang paling baik dan efektif di dunia.

Bagaimana posisi Islam dalam perjalanan Indonesia ?. Di Indonesia pasang surut, cebderung lebih banyak surutnya. Di era orde lama, Islam tersisih akibat kekuatan PKI, bahkan di tahun 1948, banyak ulama NU hilang dan terbunuh pada peristiwa Madiun.

Demikian juga di era pemerintahan orde baru. Islam di bawah naungan laras. Bagaiman dengan era saat ini, tentu menjadi kajian tersendiri. Bagi kita, posisi hukum dan gerakan Islam toleran Indonesia menjadi sesuatu yang asing di tengah kebanggaan pemerintah kepada Raja Salman yang menyebut Indonesia adalah kiblat toleransi ummat beragama.

Tidak ada pemerintahan yang hadir di Indonesia tanpa dukungan ummat Islam, termasuk pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Tidak mungkin Ahok bisa masuk putaran kedua kalau tidak banyak ummat Islam yang memberi dukungan. Tapi mengapa gerakan 212 justru menjadi bulan-bulanan polisi, padahal aksi tersebut juga dihadiri Oleh Presiden dan Wakil Presiden.

Memang banyak teman tapi sering bagai angin. Hari ini kita berteman untuk hembusannya yang ke selatan, tapi bisa berbalik tanpa disangka, bersembunyi lalu tiba-tiba berhembus ke utara.

Angin bisa diperkirakan, tapi tidak bisa dipastikan. Untuk itu seorang pelaut akan selalu piawai dalam menjaga balikan angin. Jangan menjadi pelaut kalau tidak tahu goncangan balikan angin. Begitu pun seorang politisi sejati yang tidak akan pernah menyerah pada situasi apapun.

Demikian halnya situasi Indoensia. Goncangan ekonomi yang begitu kuat akibat pengaruh ekonomi global. Kondisi rupiah yang terdeprisiasi mengharuskan kalangan pengusaha harus mampu melakukan penyesuaian agar iya bisa tetap survive. 

Kalau saat ini politik penguasa menjadi model bagi Indonesia, hati-hati juga karena bisa saja tiba-tiba hukum menjadi tajam tanpa pandang bulu dalam situasi manapun kalau terjadi ketidakseimbangan dalam hukum. prinsip kausalitas pasti adanya. Di masa tertentu, ia akan mencari keseimbangannya sendiri.

Kalau itu yang terjadi, cukup sering memakan banyak korban, tanpa diperhitungkan sebelumnya. Untuk itu, jangan menyalahkan angin jika tak berhembus di saat panas, karena bisa saja di waktu sejuk, topan tiba-tiba datang menyapu semua yang ada. 

Hiduplah dengan penuh keseimbangan, karena sesungguhnya, ada tanah, ada air, ada api dan ada angin yang akan selalu menjadi energi dan keseimbangan dunia. (*)