Bantuan Anggaran, tapi Sudah Dimerek

Kembalikan Semangat Otonomi Daerah !

Wacana.info
Upacara Peringatan Hari Otonomi Daerah ke-28 Tahun 2024 di Kantor Gubernur Sulbar. (Foto/Website Biro Pemkesra Sulbar)

MAMUJU--"Itulah yang selama ini sebenarnya kita sayangkan. Bahwa kebijakan otonomi itu yang dulu kita katakan bahwa apa yang bisa dikerjakan oleh pemerintah daerah, (pemerintah) pusat tidak perlu melakukannya. Akhirnya sekarang menjadi semacam istilahnya janji manis saja,". Hal itu disampaikan dewan pakar DPRD Sulawesi Barat, Prof. Aminuddin Ilmar.

Dalam sebuah kesempatan, Prof Ilmar menjelaskan, semangat otonomi daerah pada praktiknya telah jauh melenceng dari ruh lahirnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Kata dia, ada banyak kebijakan yang sifatnya strategis bagi daerah yang justru kewenangannya ditarik ke pemerintah pusat.

"Ini ujung-ujungnya orang akan mengatakan pasti akan terjadi lagi sentralisasi. Nah kalau sentralisasi, kembali lagi ke periode sebelum reformasi kalau begitu," sambung akademisi Universitas Hasanuddin itu.

Prof Aminuddin Ilmar. (Foto/Net)

Idealnya, masih oleh Prof Ilmar, desentralisasi yang diberlakukan saat ini mestinya bersifat asimetris. Bukan simetris. Wajib mempertimbangkan karakteristik, potensi, termasuk kemampuan masing-masing daerah. Bukan memberlakukan kebijakan desentralisasi yang sifatnya menyamaratakan seluruh daerah.

"Yang kita butuhkan sebenarnya adalah desentralisasi asimetri. Dengan melihat potensi, karektreristik, kemampuan yang ada di masing-masing daerah yang tentu saja berbeda. Tidak perlu disamaratakan. Kebijakan otonomi itu berbeda, tidak simetris. Harus asimetris. Misalnya, kompetensi daereah ini sekian, urusannya sekian. Tidak semua daerah harus disamakan, tidak semua harus dikerjakan oleh pemerintah pusat," simpul Prof. Aminuddin Ilmar.

Beri Efek Buruk bagi Daerah

Dorongan untuk mengembalikan ruh, semangat utama yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 juga disuarakan oleh Ketua Komisi II DPRD Sulawesi Barat, H Sudirman. Politisi Golkar itu menilai, selama ini otonomi daerah hanya sebatas ucapan, sekadar istilah saja. 

"Misalnya pengelolaan sumber daya kelautan. Sekarang ini daerah diberi batas, hanya punya kewenangan untuk jarak sekian mil saja. Selebihnya, itu diambil alih oleh pemerintah pusat. Termasuk pemanfaatan hutan yang juga izinnya diambil alih oleh pemerintah pusat," ucap H Sudirman kepada WACANA.Info, Selasa (28/05).

H Sudirman menambahkan, salah satu dampak negatif dari beberapa hal urgen yang kewenangannya diambil alih oleh pemerintah pusat adalah terus bermunculannya kasus kerusakan lingkungan. Ia pun mencontohkan kasus kerusakan lingkungan yang terjadi di Kabupaten Mamasa.

H Sudirman. (Foto/Net)

"Dampak lingkungan. Seperti di Mamasa ini. Berbrkal surat izin yang terbit tanpa dilakukan kajian, tanpa turun ke lapangan, akhirnya rusak lah itu hutan semua. Kan semua dikerjakan di pemerintah pusat. Padahal, yang paling tahu kondisi di daerah itu yah pemerintah daerah," sambung dia.

"Termasuk bantuan anggaran dari pemerintah pusat yang turun ke daerah tapi sudah bermerek. Peruntukannya sudah ditentukan. Daerah tidak diberi keleluasaan untuk menentukan penggunaan anggarannya," H Sudirman menutup. (*/Naf)