Selamatkan Petani dan Nelayan dari Ancaman Narkoba

Oleh: Suhardi Duka (Anggota Komisi IV DPR RI)
Fenomena yang terungkap dalam "Indonesia Drugs Report 2022," yang menunjukkan bahwa 6,13 Persen tersangka kasus Narkoba di Indonesia adalah para petani dan nelayan, menyeruakkan pertanyaan mendalam tentang realitas sosial yang dialami oleh kelompok pekerja ini. Penyalahgunaan Narkoba di kalangan para petani dan nelayan, yang kita kenal sebagai pahlawan pangan, menjadi cerminan ironi yang menyedihkan dalam masyarakat.
Lantas, apa yang mendorong mereka, yang kesehariannya dipenuhi dengan kerja keras dan dedikasi pada tanah dan laut itu terjerumus ke dalam lingkaran hitam Narkoba?
Pertama, kita harus memahami kondisi kerja mereka. Banyak petani dan nelayan di Indonesia hidup dalam kondisi ekonomi yang menantang. Tekanan ekonomi, ketidakpastian cuaca, dan tantangan dalam memperoleh hasil panen atau tangkapan yang memadai sering kali menciptakan stres yang luar biasa.
Dalam situasi seperti ini, Narkoba mungkin dianggap sebagai pelarian sementara dari realitas yang keras, atau lebih parah sebagai alat untuk meningkatkan stamina dalam bekerja.
Kedua, faktor pendidikan dan kesadaran tentang bahaya Narkoba. Banyak di antara petani dan nelayan yang mungkin tidak memiliki akses yang memadai terhadap informasi tentang risiko dan konsekuensi dari penyalahgunaan Narkoba. Hal ini membuat mereka rentan terhadap penawaran dan rayuan para bandar Narkoba yang menyasar kelompok ini karena dianggap tidak banyak memiliki pengetahuan dan informasi tentang Narkoba.
Ketiga, kita juga harus mempertimbangkan isolasi geografis. Beberapa petani dan nelayan bekerja di lokasi yang terpencil dan terisolasi, di mana akses terhadap layanan kesehatan dan sosial sangat terbatas. Kondisi seperti ini menciptakan ruang yang sempurna bagi para bandar Narkoba untuk beroperasi dengan minimnya pengawasan dan intervensi dari pihak berwenang.
Sebagai Anggota Komisi IV DPR RI, saya terus menaruh perhatian pada persoalan ini. Sebab, jika tidak ada upaya yang serius dari pemerintah untuk mencari jalan keluar atas persoalan peredaran Narkoba di kalangan petani dan nelayan, maka bukan tidak mungkin negara ini akan berada pada kondisi paceklik masa depan, karena para petani dan nelayan yang dimiliki oleh bangsa ini, satu demi satu harus kehilangan masa depannya karena terjerumus dalam pusaran Narkoba.
Menghadapi kenyataan pahit bahwa Narkoba kini menggerogoti masa depan generasi muda di Sulawesi Barat, tanah kelahiran saya, adalah sesuatu yang memicu kegelisahan. Pada tahun 2021, terdapat 411 orang yang menjadi tersangka kasus Narkoba di provinsi ini. Meskipun secara nominal angka tersebut menempatkan Sulawesi Barat di posisi 27, jauh dari angka tertinggi di Indonesia.
Kita tidak bisa menganggap ini sebagai sebuah prestasi atau angka yang menghibur. Jika kita menimbang jumlah penduduk yang hanya berjumlah sekitar 1,5 juta jiwa, maka setiap kasus yang muncul adalah dentuman keras pada alarm bahaya yang mengancam jaringan sosial kita.
Angka-angka ini bukan sekadar statistik; mereka adalah cerita hidup yang merepresentasikan kesedihan, keputusasaan, dan ketakutan yang dialami oleh keluarga dan komunitas. Setiap individu yang terjerat dalam kasus Narkoba adalah seseorang yang kehilangan potensi untuk berkontribusi positif terhadap masyarakat dan bangsa. Kita tidak bisa hanya berdiri dan mengamati angka-angka ini tanpa memahami bahwa di baliknya adalah nyawa-nyawa yang sedang berjuang.
Kita tidak boleh lengah atau puas dengan posisi 27; sebaliknya, kita harus menggunakannya sebagai titik awal untuk introspeksi dan tindakan. Setiap kasus Narkoba adalah tanda bahwa kita perlu bekerja lebih keras, lebih cerdas, dan lebih penuh kasih. Ini adalah tantangan bagi semua elemen masyarakat- pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi keagamaan, dan masyarakat sipil-untuk bersatu dalam upaya kolektif melindungi masa depan generasi muda Sulawesi Barat.
Dalam labirin permasalahan Narkoba yang kompleks dan berlapis, cahaya yang menerangi jalan keluar sering kali berasal dari pemikiran-pemikiran kritis yang lahir dari pengamatan dan refleksi mendalam. Buku karya Hinca Pandjaitan, "#14 Terobosan Atasi Indonesia Darurat Narkoba", menjadi salah satu sumber terang tersebut.
Buku ini bukan sekadar kompilasi solusi, melainkan sebuah manifesto yang menawarkan navigasi strategis untuk menghadapi krisis Narkoba yang melanda bangsa.
Saya percaya bahwa untuk memecahkan masalah sekompleks Narkoba, diperlukan bukan hanya keberanian untuk bertindak, tapi juga keberanian untuk berpikir. Kita perlu memperluas cakrawala pemikiran kita, mencari solusi yang tidak terjebak dalam konvensionalitas, namun yang berani mengeksplorasi teritorial-teritorial baru dalam starategi pencegahan dan pemberantasan.
Dalam konteks Sulawesi Barat, di mana saya diberikan amanat untuk menjadi wakil rakyat di daerah pemilihan yang meliputi Kabupaten Mamuju, Kabupaten Majene, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Mamuju Tengah, Kabupaten Pasangkayu, dan Kabupaten Polewali Mandar, tantangan ini bukan hanya sekadar tanggung jawab legislatif, melainkan juga tanggung jawab moral.
Setiap individu yang terjerat dalam kasus Narkoba adalah sepotong dari masa depan Sulawesi Barat yang hilang, potensi yang terkubur, dan mimpi yang kandas.
Mengadopsi pengetahuan dan perspektif yang ditawarkan oleh saudara Hinca melalui bukunya menjadi krusial. Hal ini tidak hanya tentang memperkenalkan "#14 Terobosan Atasi Indonesia Darurat Narkoba" sebagai bacaan wajib, tetapi juga tentang membangun dialog, membangun kesadaran, dan memperkuat ketahanan komunitas terhadap Narkoba.
Literasi Narkoba yang memadai harus menjadi prioritas utama, sehingga setiap warga tidak hanya mengetahui bahaya Narkoba, tetapi juga memahami bagaimana melindungi diri dan orang- orang terkasih dari ancaman yang nyata ini.
Perang melawan Narkoba adalah perang yang harus dimenangkan dengan senjata pemikiran dan strategi. Kita tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan hukum semata. Seperti pahat dan palu yang membentuk batu, pemikiran kritis adalah alat kita untuk membentuk realitas yang lebih baik. Kita harus menyusun strategi yang menyentuh akar permasalahan, yang merangkul aspek sosial, ekonomi, dan budaya; strategi yang memperhatikan keunikan geografis dan demografis Sulawesi Barat.
Dengan demikian, buku "#14 Terobosan Atasi Indonesia Darurat Narkoba" menjadi lebih dari sekadar bacaan; ia menjadi sebuah peta, sebuah kompas, yang mengarahkan kita menuju masa depan yang lebih terang, di mana Sulawesi Barat dan Indonesia bebas dari belenggu Narkoba. (*)