'Kesepakatan Manakarra'; Akselerasi Sektor Pertambangan
MAMUJU--Provinsi Sulawesi Barat sukses menjadi tuan rumah yang ramah bagi pelaksanaan Konsultasi Regional Produk Domestik Regional Bruto (Konreg PDRB) wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua (Kasulampua) Tahun 2024. Di dua hari pelaksanaan event tersebut, sejumlah kesepakatan sekaligus rekomendasi pun diperoleh.
Kesepakatan dan rekomendasi Konreg PDRB wilayah Kasulampua tahun 2024 itu pun tertuang dalam poin perpoin dalam naskah yang dinamai 'kesepakatan Manakarra'. Salah satu poin rekomendasi dalam kesepakatan Manakarra itu yakni terkait dengan akselerasi pertumbuhan di sektor pertambangan.
"Akselerasi pertumbuhan pada sektor pertambangan dan penggalian yang merupakan sektor basis Kasulampua melalui hilirisasi industri berbasis komoditas tambang dan turunannya," bunyi poin ketiga dalam rekomendasi di kesepakatan Manakarra itu.
Sektor pertambangan memang jadi penopang utama pertumbuhan ekonomi di wilayah Kasulampua. Puji Agus Kurniawan, Direktur Neraca Produksi, BPS RI dalam paparannya, Kamis (16/05) menguraikan, ada lima lapangan usaha dengan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah Kasulampua. Kelimanya masing-masing; pertambangan, pertanian, industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan.
"Pertumbuhan ekonomi di ketiga wilayah tersebut utamanya didorong oleh kegiatan pertambangan, industri logam, dan pembangunan IKN. Lapangan usaha dengan pertumbuhan tertinggi adalah pertambangan dan penggalian, administrasi pemerintahan dan pengadaan listrik dan gas. Tingginya pertumbuhan di aktivitas pertambangan dan penggalian ditopang oleh tingginya produksi komoditas bijih logam seperti tembaga, emas, dan nikel," terang Puji Agus Kurniawan.
Selain penguatan di sektor pertambangan, kesepakatan Manakarra itu juga memuat rekomendasi terkait penguatan sinkronisasi perencanaan pusat dan daerah melalui rangkaian koordinasi dan musyawarah perencanaan pembangunan yang mempertimbangkan isu-isu strategis daerah sehingga akan mendorong akselerasi peningkatan kinerja pembangunan regional Kasulampua. Membangun kerjasama antar daerah melalui optimalisasi potensi unggulan daerah di Wilayah Kasulampua dengan tetap memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Pembukaan Konreg PDRB Wilayah Kasulampua Tahun 2024. (Foto/Instagram Pemprov Sulbar)
"Sinergi kebijakan untuk penguatan ekonomi daerah melalui peningkatan produktivitas dan hilirisasi produk pertanian diperlukan adanya peningkatan investasi baru, serta kecukupan pasokan listrik khususnya pada Kawasan Industri. Memperkuat kemandirian keuangan daerah dengan meningkatkan pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah, dan melakukan Alokasi Belanja yang dikelola dengan baik serta proporsional sesuai kebutuhan masing-masing daerah," bunyi poin empat dan lima dalam rekomendasi yang termaktub di kesepakatan Manakarra itu.
Untuk diketahui, di Provinsi Sulawesi Barat, setidaknya ada 18 WK (Wilayah Kerja) Migas. Masing-masing; lima blok Migas aktif, enam blok lelang dan sembilan blok terminasi yang dikelola oleh K3S nasional dan International.
"Baik off shore maupun on shore dan dalam tahap eksplorasi. Sementara potensi bahan galian atau materi logam seperti emas, batubara, galena, mangan, logam, biji besi, sulfida, san lain sebagainya," ujar Plh Gubernur Sulawesi Barat, Muhammad Idris dalam paparannya di hari pertama pelaksanaan Konreg PDRB wilayah Kasulampua.
Itu belum termasuk serangkaian potensi sektor pertambangan Sulawesi Barat yang saat ini sedang atau dalam tahap prospeksi, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan seterusnya.
Libatkan Perangkat Adat
Putaran ekonomi sektor pertambangan di Sulawesi Barat terbilang belum begitu kencang. Bisa jadi sebuah hipotesis jika ingin membandingkannya dengan beberapa provinsi lain di Kasulampua yang tingkat ketergantungan perekonomiannya sudah sebegitu besarnya di sektor pertambangan.
Berbekal sejumlah potensi Migas dan mineral alam yang ada, Sulawesi Barat yang kini mulai dilirik oleh berbagai jenis investasi dari luar itu pun mesti segera bersiap. Apapun itu, Ihram Imet berharap, langkah investor pertambangan itu wajib hukumnya untuk mengikutsertakan perangkat adat dalam setiap aktivitasnya.
Dalam sebuah diskusi di Ngalo Rock cafe, Imet menilai, investasi di sektor pertambangan memang menjanjikan putaran perekonomian yang tak sedikit. Hal yang sudah barang tentu (idealnya) memberi efek positif bagi tingkat kesejahteraan masyarakat.
Ihram Imet. (Foto/Istimewa)
"Tapi di saat yang sama, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan. Sebab, tak jarang investasi di sektor ini juga menjadi penyebab utama terhadap serangkaian efek negatif di tengah masyarakat. Itu jika aktivitasnya menabrak aturan, regulasi serta utamanya etika," kata Ihram Imet, Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) KAHMI Mamuju, Jumat (17/05).
Pelibatan lembaga adat, sambung Imet, bisa jadi solusi terbaik dalam menggaransi aktivitas pertambangan itu bisa berjalan secara ideal. Tak melanggar aturan sekaligus tetap tunduk dan patuh pada segenap nilai dan kearifan lokal yang berlaku di wilayah tertentu.
"Akan jadi lebih smooth jika seluruh prosesnya melibatkan lembaga adat. Sebab, apa pun itu, aktivitas pertambangan tak bisa lepas dari apa dan bagaimana manusia memanfaatkan potensi yang dikandung bumi. Nah, nilai-nilai tentang etika, adab dan seterusnya tentang hubungan manusia dengan alam semesta itu kan masih terpelihara utamanya nilai adat dan kebudayaan kita di Sulbar ini," terangnya.
"Kemudian yang juga tak kalah pentingnya adalah, lembaga adat bisa jadi piranti terbaik untuk menghidari segala macam potensi konflik di tengah masyarakat. Hal yang cukup sering terjadi pada setiap aktivitas pertambangan. Makanya saya mendorong agar lembaga adat itu dilibatkan," pungkas Irham Imet. (*/Naf)