Menuju Pemilu 2024

Usulan Anggaran Pilkada Sulbar Sentuh Angka Rp 72 M

Wacana.info
Ilustrasi. (Foto/Net)

MAMUJU--KPU Provinsi Sulawesi Barat mengusulkan anggaran senilai Rp 72 Miliar lebih untuk pelaksanaan Pilkada Sulawesi Barat tahun 2024. Itu di luar kebutuhan anggaran untuk Bawaslu dan juga biaya pengamanan.

Rp 72 Miliar tersebut terbagi dalam delapan nomenklatur utama. Masing-masing; operasional senilai Rp 10 Miliar lebih, logistik di angka Rp 6 Miliar lebih, Pokja dan honor mencapai Rp 1 Miliar lebih, sosialisasi hingga Rp 5 Miliar lebih, kampanye di Rp 15 Miliar lebih, perjalanan dinas luar daerah Rp 4 Miliar lebih, pejalanan dinas dalam daerah Rp 1 Miliar lebih, serta Raker Rakor dan Bimtek dengan nilai Rp 28 Miliar lebih.

Usulan anggaran pelaksanaan Pilkada Sulawesi Barat itu dianggap terlalu besar oleh lembaga pemantau Pemilu 2024, Forum Strategis Pembangunan Sosial (FORES) wilayah Sulawesi Barat. Koordinator wilayah FORES Sulawesi Barat, Syamsuriadi menilai, anggaran Raker Rakor, Bimtek serta usulan biaya perjalanan dinas kelewat tinggi.

"Biaya rapat yang diusulkan oleh KPU Sulawesi Barat sangat fantastis dan tidak berdasar pada azas efisiensi dan manfaat. Dari total anggaran sebesar 72 M, sekitar 39 Persen habis hanya untuk kegiatan rapat," ucap Syamsuriadi dalam keterangan tertulis yang diterima WACANA.Info, Jumat (25/08).

Rincian Usulan Anggaran Pilkada Sulbar Tahun 2024. (Foto/Istimewa)

Bercermin dari cuan yang akan dihabiskan di item  Raker Rakor, Bimtek serta usulan biaya perjalanan dinas itu, KPU Provinsi Sulawesi Barat harus menghabiskan anggaran senilai 2 hingga 3 Miliar perbulannya. KPU akan disibukkan dengan kegiatan rapat dan serangkaian perjalanan dinas, sementara di saat bersamaan ada banyak tahapan Pilkada yang lebih krusial.

"Jika digabungkan dua item anggaran itu, antara rapat dan perjalanan dinas, maka 48 Persen anggaran dari total anggaran habis hanya untuk kegiatan internal sebesar Rp. 34 Miliar lebih. Sementara anggaran untuk sosialisasi dan pendidikan pemilih, hanya dianggarkan sebesar Rp 5 Miliar lebih dimana hak pemilih untuk mendapatkan informasi yang komprehensif mengenai tahapan yang berjalan serta siapa saja calon yang akan bertarung menjadi terbatas," cetus Syamsuriadi.

KPU Provinsi Sulawesi Barat dan TPAD Provinsi Sulawesi Barat baiknya mengkaji kembali anggaran yang diusulkan itu. Lebih mempertimbangkan azas efisiensi di tengah Sulawesi Barat dengan kasus stunting yang masih sangat tinggi.

Syamsuriadi berharap, KPU Sulawesi Barat untuk tak begitu banyak melakoni agenda rapat-rapat yang sifatnya hanya formalitas belaka, mengurangi anggaran perjalanan dinas apalagi di zaman teknologi informasi yang semakin canggih ini, rapat tak lagi mesti dilakukan dengan tatap muka langsung secara fisik. Dapat dilakukan melalui daring begitupun perjalanan dinas yang sifatnya koordinasi ke KPU kabupaten.

"Apalagi KPU Provinsi Sulawesi Barat punya sejarah kelam lewat dua kasus korupsi logistik dan kampanye yang sampai sekarang belum selesai. Tentunya pengalaman pahit ini harus dijadikan pelajaran yang berharga agar tidak kembali terulang di Pemilu dan Pilkada serentak 2024," pungkas  Syamsuriadi.

Usulan Anggaran Pilkada Masih Sangat Mungkin Berkurang

Usulan anggaran pelaksanaan Pilkada Sulawesi Barat sudah dirasionalisasi hingga beberapa kali. Oleh KPU Sulawesi Barat, rasionalisasi anggaran itu banyak dipengaruhi oleh sejumlah regulasi serta pertimbangan efisiensi.

Pun dengan usulan anggaran yang kini menyentuh di angka Rp 72 Miliar di atas. Ketua KPU Sulawesi Barat, Said Usman Umar menjelaskan, pihaknya hingga kini masih terus berkoordinasi dengan TAPD Provinsi Sulawesi Barat terkait berapa anggaran untuk pelaksanaan Pilkada tahun 2024.

Ketua KPU Sulbar, Said Usman Umar. (Foto/Manaf Harmay)

Dalam sebuah diskusi, Said Usman menyebut, angka Rp 72 Miliar itu masih sangat mungkin untuk kembali dirasionalisasi. Ia menyebut, sejumlah nomenklatur pembiayaan masih sangat terbuka untuk dikurangi.

"Operasional bisa kita kurangi, perjalanan dinas juga bisa. Raker Rakor serta Bimtek juga masih bisa kita tekan. Termasuk kampanye," ucap Said Usman.

Hal lain yang juga tak kalah penting, sambung Said Usman, kepastian pembiayaan penyelenggara ad hoc (PPK,PPS dan KPPS). Hingga kini, soal pembiayaan penyelenggara ad hoc itu belum jelas, apakah dibiayai oleh kabupaten atau provinsi.

"Kita juga masih menunggu hal itu. Yang jelas, kalau misalnya regulasinya mengatakan penyelenggara ad hoc itu dibiayai oleh kabupaten, maka nominal usulan pelaksanaan Pilkada Sulawesi Barat di atas juga akan ikut berkurang," beber mantan aktivis HMI itu.

Pelaksanaan even politik, Pemilu atau Pilkada memang membutuhkan cost yang tak sedikit. Sebuah harga yang mesti dikeluarkan untuk memenuhi ekspektasi pelaksanaan pesta demokrasi yang berkualitas. 

"Tapi, kami tetap akan berkomitmen untuk tetap maksimal dalam hal pelaksanaan Pilkada. Kalau pun misalnya anggaran yang ada tak sesuai dengan apa yang kita usulkan, yah kami akan tetap berupaya maksimal agar bagaimana kualitas pelaksanaan Pilkada kita tahun depan sama sekali tak terganggu," tutup Said Usman Umar. (*/Naf)