Betapa Ruwetnya Pemilu dan Pemilihan Serentak di Tahun 2024

Oleh: Manaf Harmay (Pemimpin Redaksi WACANA.Info)
MAMUJU--Hingga kini, pemerintah, DPR dan KPU belum juga menemui titik temu ihwal kapan pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan akan dilaksanakan. Yang pasti, KPU dalam menyelengarakan Pemilu dan Pemilihan taat dan patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini Pasal 167 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 dan Pasal 201 ayat (8) UU Nomor 10 Tahun 2016 yang pada prinsipnya mengatur bahwa Pemilu dan Pemilihan serentak nasional akan diselenggarakan pada tahun 2024 (17 Agustus 2021/www.kpu.go.id).
Jadwal pemungutan suara untuk pelaksanaan Pemilu 2024 masih menjadi tarik ulur. Di satu sisi, KPU mengusulkan agar jadwal pemungutan suara Pemilu 2024 dilaksanakan 21 Februari. Namun pemerintah bersikeras agar Pemilu digelar 15 Mei 2024. Akibatnya, sampai dengan hari ini DPR belum menetapkan jadwal Pemilu. Sementara untuk gelaran Pemilihan serentak, pemerintah mengusulkan agar itu dilaksanakan di 27 November 2024.
Anggap saja opsi yang ditawarkan pemerintah di atas yang jadi keputusannya, maka izinkan penulis sedikit memberikan gambarkan betapa ribetnya pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan kita yang secara serentak akan digelar di tahun 2024 nanti.
Jarak antara pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan terbilang sangat singkat, hanya terbentang enam bulan saja. Maka mari membayangkan betapa melelahkannya momentum pesta demokrasi itu.
Pertama, penyelenggara bakal bekerja bak mesin yang putarannya mesti dilabeli garansi yang jitu. Wajib bagi penyelenggara dalam hal ini KPU dan Bawaslu untuk lebih mengencangkan lagi ikat pinggangnya, menyingsingkan lengan bajunya lebih tinggi untuk ikut dalam putaran tahapan Pemilu dan Pemilihan yang dipastikan bakal bergulir lebih cepat lagi.
Seperti istilah yang belakangan sudah jadi anekdot di tengah masyarakat; 'belum kering minta lagi' (dilarang berpikir aneh).
Iya dong, belum juga hilang lelah di pelaksanaan Pemilu, penyelenggara yang sama-sama harus kita sayangi itu langsung diperhadapkan pada agenda Pemilihan yang dipastikan juga akan menyedot banyak pikiran, tenaga, serta materi pastinya. Yah, siapa suruh jadi penyelenggara, hehehehe.
Mari menengok PKPU Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas PKPU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019. Regulasi yang digunakan pada pelaksanaan Pemilu dua tahun silam. Di sana disebutkan, jadwal pemungutan suara dilaksanakan tanggal 17 April 2019. Hasil final dari penyelenggaraan Pemilu tahun 2019 itu ditetapkan paling lambat di 22 Mei 2019.
Begini saja. Agar tak bikin bingung, sebut saja waktu yang dihabiskan untuk proses pemungutan suara Pemilu 2019 sampai pada penetapan hasil kurang lebih sebulan. Betapa energi dari para penyelenggara Pemilu kala itu benar-benar terkuras. Bayangkan kondisi yang mesti dihadapi KPU dan Bawaslu di tahun 2024 nanti, tahun dimana pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan wajib dilaksanakan di tahun yang sama.
Logistik Pemilihan Kepala Daerah Mamuju Tahun 2020. (Foto/KPU Kabupaten Mamuju)
Mari berdo'a, mari berharap, seluruh proses tahapan Pemilu tahun 2024 nanti sukses dijalankan oleh KPU dan Bawaslu. Bagaimana dengan tahapan Pemilihan yang jeda waktu pelaksanaannya hanya terpisah selama beberapa bulan saja ?. Itu juga kalau Pemilu-nya sukses, tanpa kendala, tanpa hambatan. Bagaimana kalau tidak ?. Bukankan harapan tak harus selalu jadi kenyataan ?, seperti kisah cinta kamu dan aku. Eh...
Jika kondisinya seperti itu, percayalah, akan banyak tahapan Pemilu dan Pemilihan yang beririsan. Maka prosesnya tak akan efektif. Potensi masalah nyata adanya. Penyelenggara kelelahan ?, jangan ditanya. Maka akan jadi hal yang unyu' jika publik mengharapkan lahirnya pemimpin atau para wakil rakyat dari proses yang sedemikian ribetnya itu.
Kedua, dari perspektif peserta Pemilu dan Pemilihan tahun 2024. Parpol berikut 'jagoan-jagoannya' juga bakal menghadapi ke-ribet-an yang identik dengan apa yang dihadapi oleh penyelenggara. Penulis hanya akan fokus pada 'derita' peserta Pemilihan Kepala Daerah di November 2024.
Interval waktu yang terbilang sangat singkat antara Pemilu dan Pemilihan jelas bikin kandidat Kepala Daearah yang diusung oleh Parpol tak punya waktu yang ideal dalam mengkampanyekan visi misinya. Jika merujuk ke PKPU Nomor 5 Tahun 2020, masa kampanye pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah tahun lalu digelar di rentang waktu 26 September hingga 5 Desember 2020. Yah, sebut saja tiga bulan.
Persoalannya kemudian, mungkinkah melaksanakan tahapan kampanye selama tiga bulan di tengah mepetnya waktu menuju pemungutan suara Pemilihak Kepala Daerah ?. Ok, dipersingkat saja masa kampanyenya. Helloowww, kampanye tiga bulan saja belum jadi jaminan bagi kandidat untuk mendongkrak popularitas, akseptabilitas dan elektabilitasnya.
Pemutakhiran Data Pemilih Pemilihan Kepala Daerah Mamuju Tahun 2020 di Salah Satu Desa di Kecamatan Kalumpang. (Foto/KPU Mamuju)
Belum lagi soal pemenuhan syarat bagi Parpol untuk mengusung kandidat di Pemilihan Kepala Daerah. Semoga seluruh tahapan Pemilu berjalan lancar, hingga pemetaan perolehan kursi bagi masing-masing Parpol di semua tingkatan benar-benar telah paten. Sebab jika tidak, misalnya masih ada Parpol yang terlibat sengketa perselisihan hasil Pemilu, maka pasti adanya berpengaruh pada kecukupan syarat untuk mencalonkan kandidat Kepala Daerah di Pemilihan Kepala Daerah.
Misalnya begini, Tony Stark yang politisi partai All New Ertiga itu sukses maraup suara signifikan dalam pencalonannya sebagai calon anggota DPRD Provinsi Sulawesi Barat. Di sisi lain, Steve Rogers lewat partai All New Avanza juga memperoleh suara signifikan di arena perebutan kursi DPRD Sulawesi Barat.
Baik Tony maupun Steve, berikut partai All New Ertiga dan partai All New Avanza masing-masing mengklaim bahwa mereka lah yang berhak untuk duduk di kursi DPRD Sulawesi Barat. Maka satu-satunya jalan konstitusional untuk menyelesaikan persoalan itu adalah lewat jalur penyelesaian sengketa perselisihan hasil di MK yang sudah pasti memakan waktu.
Sementara di sisi lain, kecukupan kursi untuk mengusung kandidat calon Kepala Daerah milik partai All New Ertiga dan partai All New Avanza ditentukan oleh keputusan MK lewat sidang perselisihan hasil. Betapa energi dari Parpol juga harus dikuras habis-habisan untuk hal-hal yang bukan tidak mungkin bakal terjadi itu. Ingat, pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan hanya berjarak enam bulan saja. Ribet betul.
Atau misalnya kejadiannya seperti ini. Yang justru akan diusung oleh partai All New Ertiga untuk maju di momentum Pemilihan Kepala Daerah Gubernur Sulawesi Barat adalah Tony Stark sendiri. Bagaimana ia memutuskan mundur sebagai anggota DPRD Sulawesi Barat, jika untuk penyelesaian sengketa perselisihan hasil Pemilu-nya dengan Steve Rodgers saja memakan waktu yang tidak sebentar ?. Mundur dari anggota DPRD Sulawesi Barat ?, dilantik saja belum.
Captain America, Civil War. (Foto/Net)
Ah, sudahlah. Segala keruwetan itu biar menjadi tugas pemerintah, DPR RI, KPU dan Bawaslu saja untuk meretasnya, menyelesaikannya. Mereka-mereka itu ahli kok. Mungkin saja di PKPU terbaru nantinya akan diatur tentang beberapa tahapan pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan yang bisa diperingkas. Misalnya proses pemutakhiran data pemilih yang dilakukan cukup sekali untuk dua momentum itu. Atau rekrutmen penyelenggara ad hoc sebagai garda terdepan pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan di tingkat kecamatan dan desa, bahkan ke TPS yang juga dilakukan cukup sekali saja.
Catatan di atas biar jadi gambaran tentang sejumlah kemungkinan yang bukan tidak mungkin bakal terjadi.
Yang pasti, kita semua berharapnya, apapun, bagaimanapun mekanismenya, mereka yang terpilih di Pemilu (Pileg dan Pilpres) atau di Pemilihan (Gubernur/Bupati atau Walikota) adalah mereka yang benar-benar punya kualitas mumpuni. Yang menurut al-Ghazali memiliki intelektualitas, agama, dan akhlak. Mampu memengaruhi lingkungan yang dipimpin, serta mampu mengobati kehancuran dan kerusakan dalam diri bangsa atau organisasi, serta membawa masyarakat yang adil dan makmur dengan menjunjung tinggi keilmuan, juga moral yang bersendikan agama. WOW..
Semoga Tony Stark dan Steve Rogers tak menyelesaikan perselisihannya lewat aksi saling pukul antara Iron Man dan Captain America. Cukup adu jotos di atara keduanya itu hanya tersaji di film Captain America: Civil War, film yang dirilis tahun 2016 sekaligus jadi penegasan laba besar yang diperoleh dari beberapa film di Marvel Cinematic Universe. (*)