Aroma Politik di Buttu Ciping

Wacana.info
Taman Budaya dan Museum Boyang Kaiyyang di Buttu Ciping, Tinambung, Polman. (Foto/Instagram Polman Update)

TINAMBUNG--Baru juga taman budaya dan museum 'boyang kaiyyang' diresmikan, aroma politik di destinasi wisata dan budaya yang berdiri di Buttu Ciping, Tinambung, Polman itu tercium sedemikian semerbaknya. Tokoh masyarakat yang ada di Tinambung mulai mengkhawatirkan keberlanjutan taman budaya dan museum pasca perhelatan momentum politik yang baru akan dihelat di tahun 2024 nanti.

Adalah Haidir Jamal, Camat Limboro yang menyuarakan hal tersebut. Ia memendam kekhawatiran taman budaya dan museum di Buttu Ciping bakal bernasib naas jika terjadi pergantian kepemimpinan di Provinsi Sulawesi Barat. Taman budaya dan museum di Buttu Ciping bukan tidak mungkin sekadar berwujud situs belaka, tanpa aktivitas apa-apa jika pemimpin yang terpilih lewat proses politik tak punya keberpihakan pada sektor perkembangan seni dan kebudayaan di Sulawesi Barat.

Gubernur Ali Baal Masdar di Acara Peresmian Taman Budaya dan Museum 'Boyang Kaiyyang' di Buttu Ciping, Tinambung, Polman. (Foto/Instagram Polman Update)

Kekhawatiran yang dirasakan Haidir itu ia suarakan secara langsung di hadapan Ketua Komisi I DPRD Sulawesi Barat, Syamsul Samad di forum talk show bertajuk 'Banua Kaiyyang dan Benda Pusaka' yang digelar di taman budaya dan museum di Buttu Ciping, Tinambung, Polman, Kamis (11/11).

"Ini tantangan bagi Syamsul Samad karena berada di banauanna (kampung halamannya) Pak Syamsul Samad. Saya pegang kata-katanya Pak. Semoga bangunan ini, taman budaya dan museum ini tidak menjadi benda pusaka saja. Saya khawatirnya begitu. Jangan sampai jadi museum yang dimuseumkan. Jadi tolong, rekaman ada di HP tentang komitmen Bapak. Saya doakan bisa terpilih kembali," ujar Haidir Jamal.

Setali tiga uang, Lurah Tinambung, Rifai pun melontarkan hal yang sama. Kata dia, komitmen untuk senantiasa menghidupkan taman budaya dan museum agar tak hanya berhenti di ucapan saja. Ia bahkan mengusulkan agar pengelolaan taman budaya dan musem di Buttu Ciping berada di bawah kendali pemerintah pusat. 

Talk Show di Banua Kayyang. (Foto/Istimewa)

"Seluruh komponen yang ada di taman budaya dan museum ini baiknya dikembalikan menjadi naungannya pemerintah pusat. Ini penting agar lepas dari intervensi politik di daerah. Suatu ketika ketika kita memilih Gubernur, lantas yang terpilih adalah sosok yang tidak berpihak pada segmen kebudayaan dan kesenian, maka bisa jadi apa yang disampaikan Pak Camat akan menkadi fakta. Kalau hitungannya UPTD ini garis koordinasinya ke Dirjen, bisa saja tidak ada kepentingan politiknya," urai Rifai.

Syamsul Samad Pasang Badan

Menjawab kekhawatiran itu, Syamsul Samad secara tegas menyuarakan komitmennya, memberi garansi atas keberlanjutan taman budaya dan museum itu. Siapapun yang memenangkan kontestasi politik di Sulawesi Barat, keberlangsungan taman budaya dan museum harga mati bagi politisi Partai Demokrat itu.

"Saya kira sekecil-kecilnya saya hari, ini dengan segala keterbatasan yang ada pada saya, jika diterima, izinkan saya yang akan menjadi garansi untuk itu," tegas Syamsul Samad.

Apapun resiko yang mesti dihadapi, Syamsul Samad berjanji untuk menjadi politisi pertama yang akan mati-matian untuk memperjuangkan keberlangsungan taman budaya dan museum di Buttu Ciping tersebut. Terlepas dari segala kekurangan dan keterbatasan yang ia miliki.

Ketua Komisi I DPRD Sulbar, Syamsul Samad. (Foto/Ibnu Abadi)

"Artinya biarlah resiko politiknya kedepan saya yang tanggung. Kalau ini menganggur, maka orang pertama yang akan terjun ke lumpur secara politik ada saya, Syamsul Samad," sambung mantan aktivis HMI itu.

Syamsul pun tak berpikir untuk membawa pengelolaan taman budaya dan museum itu ke ranah pemerintah pusat. Baginya, memberi kewenangan pemerintah pusat untuk mengelola taman budaya dan museum bukan cara yang tepat jika tujuannya untuk menjamin keberlangsungan salah satu destinasi wisata dan budaya tersebut.

"Kalau saya malah ragu kalau ini menjadi domainnya pemerintah pusat. Itu justru akan menciptakan jarak dengan kita di daerah. Mari kita berprasangka baik. Bahwa siapapun dia, kalau dia orang Sulbar, sepanjang dia orang Sulbar, maka secara nilai dia bertanggung jawab untuk mempertahankan ini," simpul Syamsul Samad. (*)