Carut Marut Nasib GTT/PTT di Sulbar, Uji Kompetensi Solusinya
MAMUJU--Untuk kesekian kalinya, sejumlah Guru Tidak Tetap/Pegawati Tidak Tetap (GTT/PTT) se Sulawesi Barat menggelar aksi unjuk rasa di kantor DPRD Sulawesi Barat, Kamis (29/08). Masih dengan tuntutan yang sama, mendesak pemerintah memberi kejelasan atas nasib GTT/PTT.
Mereka tak turun sendiri, sejumlah mahasiswa lintas organisasi kemahasiswaan turut mendampingi GTT/PTT dalam menyuarakan tuntutannya. Aksi yang dimulai sejak pagi hari itu, baru bisa dituntaskan sore hari.
Itu lantaran alotnya perdebatan yang terjadi antara para massa aksi dengan tiga anggota DPRD Sulawesi Barat yang menerimanya; Ajbar, Arman Salimin dan Yahuda Salempang. Solusi baru bisa ditemukan tatkala Sekprov Sulawesi Barat, Muhammad Idris.
Tuntutan utama para GTT/PTT yang turun aksi adalah SK tahun 2019 yang hingga akhir Agustus ini belum mereka kantongi. Tidak terbitnya SK, berdampak pada honor yang sejak Januari 2019 belum juga mereka terima.
Itu belum termasuk kesisahan honor selama lima bulan terakhir di tahun 2018 yang belum juga dibayarkan pemerintah provinsi Sulawesi Barat yang juga jadi tuntutan para massa aksi.
Awalnya, para GTT/PTT plus mahasiswa hendak menduduki kantor DPRD Sulawesi Barat. Penjelasan Muhammad Idris-lah yang akhirnya bisa diterima oleh para massa aksi.
Dalam penjelasannya, Muhammad Idris berjanji untuk segera menerbitkan SK bagi para GTT/PTT tersebut. Kendati soal kapan SK yang dimakaud bakakl diteken, belum juga digaransi oleh Muhammad Idris.
"Beri waktu, karena kami akan proses tahap demi tahap," ujar Muhammad Idris di hadapan massa aksi.
Masih kata Idris, garansi tersebut hanya bisa ia berikan untuk tahun 2019. Sebab di tahun 2020 mendatang, GTT/PTT yang akan diakomodir pemerintah provinsi adalah mereka yang dinyatakan lulus uji kompetensi yang akan dilakukan pemerintah.
"Tahun 2020, saya tidak jamin. Uji kompetensinya sendiri di 2019 kita akan mulai. Karena itu nanti kalau kita akan lanjut di 2020, otomatis basisnya itu adalah basis kebutuhan, dan kelayakan," beber Idris.
Dijelaskan Idris, pemerintah memang tak dapat menggaransi nasib GTT/PTT di tahun 2020. Bahkan, kata dia, di SK tahun 2018 memang sudah tidak ada jaminan lagi bagi GTT/PTT di tahun 2019.
"Sambil kita menantikan klartifikasi obyektif. Yang artinya kita butuh GTT karena kita kekurangan, itu wajib negara atau daerah untuk membiayai pendidikan. Bukan gurunya, tapi pendidikannya yang kita ingin bangun," sebut Idris.
Menurut Muhammad Idris, pemerintah akan menyiapkan segala hal untuk melakukan uji kelayakan bagi para GTT/PTT tersebut. Itu tak akan mengganggu rencana penerbitan SK yang memang akan diterbitkan tahun ini juga.
"Kalau dengan SK di 2019 itu lain. Nanti kita sampaikan skenarionya. Kami juga memahami, kami juga tidak mungkin mempekerjakan orang dengan tidak memberi penghargaan. Masalahnya sekarang, yah biasa lah. Persepsi yang berbeda antara kita yang mengatur dengan kawan-kawan yang diatur. Yah itu lah yang berbeda," cetus Idris.
Hasil kajian yang dilakukan Muhammad Idris, sengkarut masalah GTT/PTT di Sulawesi Barat itu disebabkan oleh manajemen yang buruk yang dijalankan oleh para pengambil kebijakan sebelum-sebelumnya.
GTT/PTT dan Mahasiswa Di Gedung DPRD Sulbar. (Foto/Manaf Harmay)
"Makanya saya katakan, jumlah (GTT/PTT) yang mengembang itu menurut saya ada noise di dalam, ada masalah di dalam. Dari jumlahnya sekian, lalu membengkak. Setelah divalidasi, jumlahnya tetap sekian. Sebetulnya, guru itu menjadi penentu kualitas pendidikan. Itu semua tergantung pada kualitas guru. Makanya saya konsen pada uji kompetensi. Tidak bisa kalau kita hanya bicara kuantitas, tapi kita tidak punya kualitas," begitu kata Muhammad Idris.
Berlinang Air Mata
Aksi unjuk rasa yang lagi-lagi dilakukan oleh para GTT/PTT tersebut sempat diwarnai linangan air mata. Salag seorang GTT/PTT sempat meneteskan air mata di tengah proses dialog dengan anggota DPRD dan Sekprov Sulawesi Barat.
Perempuan yang mengaku telah mengabdi sebagai GTT/PTT selama sekian tahun tersebut meminta para pengambil kebijakan untuk sudi mempertimbangkan betapa pengabdian yang telah ia jalani sebagai seorang pendidik.
Bukan hanya dari peserta aksi, anggota DPRD Sulawesi Barat, Yahuda Salempang juga sempat meneteskan air mata. Saat memimpin jalannya dialog, legislator Demokrat Mamasa itu mengaku melihat langsung bagaimana para GTT/PTT itu telah menunaikan tugasnya sebagai seorang pendidik.
Ia mengaku kasihan, melihat aktivitas yang dijalani para GTT/PTT itu sama sekali tak dihargai oleh pemerintah provinsi.
"Saya orang keras Pak. Tapi saya menangis melihat nasib GTT/PTT kita. Sata adalah saksi langsung, bagaimana para GTT/PTT itu menjalankan tugasnya di sekolah-sekolah. Kasihan Pak kalau ini tidak kita perhatikan," kata Yahuda Salempang sambil menetskan air mata. (Naf/A)