Menuntut Peran Aktif Lintas Sektor Terhadap Penganagan Konflik Sosial di Sulbar
MAMUJU--Penganganan konflik sosial jadi hal yang mesti 'dikeroyok' oleh banyak pihak. Tanggung jawab tersebut tak boleh hanya diletakkan di pundak pihak kepolisian, TNI, BIN, atau di Badan Kesatuan Bangsa dan Poltik (Kesbangpol) saja.
Kepala Badan Kesbangpol Sulawesi Barat, Muhammad Rahmat Sanusi menjelaskan, hal yang mesti dibenahi untuk mendorong upaya penanganan konflik di provinsi ke-33 ini adalah memaksimalkan peran aktif dari pihak-pihak lain untuk ikut terlibat di dalamnya.
"Ternyata Sulbar kalau di seluruh Indonesia menempati urutan yang ke-30 dari 34 provinsi (pelaporan penanganan konflik sosial). Tetapi di Indonesia Timur, dia di urutan ke-13. Itu berarti kita belum maksimal dalam menjalankan peta konflik sosial ini, karena OPD yang lain belum memahami apa sebetulnya peta konflik sosial itu," ujar Rahmat Sanusi dalam Rakor Penanganan Konflik Sosial di salah satu hotel di Mamuju, Selasa (27/08).
Penanganan konflik sosial di Sulawesi Barat terdiri dari beberapa instrumen yang telah disusun demi sebuah langkah pencegahan terjadinya konflik sosial. Merujuk ke regulasi yang ada, beberapa pihak idealnya berperan aktif dalam tim terpadu penanganan konflik sosial, bukan hanya kepolisian, TNI, BIN atau kesbangpol saja.
Dikutip dari berbagai sumber, tugas utama dari tim terpadu penanganan konflik sosial itu diantaranya menyusun rencana aksi terpadu penganaganan konflik sosial, mengkoordinasikan, mengarahkan, mengendalikan dan mengawasi penganagan konflik.
Termasuk memberikan informasi kepada publik tentang terjadinya konflik dan upaya penanganagannya, melakukan upaya pencegahan konflik melalui sistem pengendalian dini.
Juga merespon secara cepat dan menyelesaikan secara damai semua permasalahan yang berpotensi menimbulkan konflik, serta membantu upaya penanganan penungsi dan pemulihan pascakonflik yang meliputi rekonsiliasi dan rekonstruksi.
"Termasuk dengan teman-teman di kabupaten supaya sinkron antara laporan yang ada di kabupaten dengan apa yang di provinsi. Kendala kita memang di situ. Kalau kita minta laporan rencana aksi kepada OPD, OPD juga tidak mengetahui, padahal kegiatan yang dilaksanakan itu yang harus kita kumpulkan," cetus Muhammad Rahmat Sanusi.
Hal yang sama juga disampaikan Karo Ops Polda Sulawesi Barat, Kombes Subchan. Kepada WACANA.Info, ia membeberkan betapa komunikasi dan koordinasi antar sektor yang harus lebih digenjot lagi untuk urusan penanganan konflik sosial.
"Konflik itu kan tidak satu sektor saja yang terlibat. Semua sektor harus aktif. Karena konflik itu kan bermacam-macam masalah," sebut Kombes Subchan.
Ia menambahkan, penanganan konflik sosial hendaknya dilakukan tidak secara sendiri-sendiri. Semua pihak harus terlibat.
"Perintah Pak Kapolda, itu semua harus terlibat. Sistem pelaporan penanganan konflik sosial kita memang masih relatif rendah. Itu kan harus tepat waktu, bentuk kegiatannya harus jelas, itu saja," sambungnya.
"Mari kita saling bekerjasama. Bahwa masalah ini bukan hanya masalah kepolisian saja, tapi masalah kita semua. Tidak ada egosektoral. Selama ini, pola yang seperti itu belum maksimal. Ibaratnya ini seperti roda besar, ada sub-sub sistem di dalamnya. Ada sub sistem yang tidak jalan, yang tidak jalan itu dimana, mari kita pecahkan secara bersama-sama," tutup Kombes Subchan. (Naf/B)