Wujudkan Pemerataan Literasi, Pustaka Rumah Hypatia Donasikan Bahan Bacaan

Wacana.info
Donasi Bahan Bacaan dari Rumah Hypia. (Foto/Pitto)

MAMUJU--Komunitas pustaka Rumah Hypatia membuktikan komitmennya di dunia literasi di Sulawesi Barat. Lewat kegiatan sosial, mereka pun membagikan sejumlah bahan bacaan ke salah satu sekolah alam yang ada di Batu Papan, Tobadak, Mateng, Minggu kemarin.

Kegiatan tersebut juga melibatkan sejumlah pihak dari beragam latar belakang profesi. Antara lain, komunitas Manakarra Greener, beberapa mahasiswa dan dosen dari salah satu perguruan tinggi di Mamuju.

Muhammad Qhairil, salah satu anggota Pustaka Rumah Hypatia menjelaskan, bukan cerita baru jika peringkat literasi masih menjadi tantangan di sejumlah daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T). 

"Itu sebabnya donasi buku ini sebagai upaya untuk melakukan pemerataan literasi dan juga membangun minat baca anak-anak di daerah terpencil," ungkapnya.

Pengelola sekolah alam, Aco Muliadi mengaku, selama ini sekolah alam yang berdiri sejak tahun 2004 silam sangat kekurangan buku untuk anak didiknya. 

"Dulu saya pernah minta tolong sama teman untuk dibawakan buku-buku bekas. Biar yang sudah sobek-sobek, yang penting isinya masih bisa terbaca," katanya sambil menunjukkan buku bekas.

Lebih jauh, kegiatan ini juga dirangkaikan dengan aktivitas pengenalan potensi minat dan bakat siswa sekolah alam melalui beberapa pendekatan. Diantaranya, baca puisi, bermain pantun, teka-teki, dan beberapa games yang mengasah keterampilan murid.

Untuk informasi, sekolah alam berdiri bukan tanpa alasan. Ia didirikan sebagai bentuk protes terhadap sistem pendidikan konvensional yang dianggapnya terlalu kaku dan terkesan bersifat pemaksaan. 

"Pada sistem pendidikan konvensional anak murid kadangkala dipaksa untuk belajar. Dan bagaimana mungkin kita bisa belajar di tempat yang menjadi penjara bagi kita," jelas Aco Muliadi.

Aco Muliadi menjelaskan, yang terpenting di sekolah alam adalah bagaimana seorang murid diberikan kebebasan belajar dan meyakinkan mereka bahwa apa yang ia pelajari adalah kebutuhannya di masa mendatang. 

"Orang dewasa saja kalau dipaksa mempelajari sesuatu yang ia tidak butuhkan pasti tidak akan suka," sambungnya.

Ia pun menuturkan, sekolah alam tersebut tidak pernah berubah dari segi infrastruktur. Kecuali para siswanya yang terus bertambah tiap tahunnya. Selain itu, sekolah ini juga pernah memenangi lima besar kompetisi film dokumenter Eagle Award yang bergengsi di tanah air beberapa waktu lalu. (Pitto/Naf)