Polda (Masih) Tunggu Hasil Audit BPKP, Kapolda: Yakinkan, Kita Akan Memproses
MAMUJU--Sekian lama kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Peraga Kampanye (APK) Pemilukada Sulawesi Barat belum juga menemui titik terang. Kasus yang pertama kali diungkap Polda Sulawesi Barat itu hingga kini tak jelas bakal kemana ujung pangkalnya.
Kasus dugaan korupsi APK sendiri mencuat menjelang Pemilukada awal 2017 silam. Polda yang kala itu masih dikomandoi Brigjen Pol Nandang merilis sejumlah pihak yang terindikasi kuat ikut terlibat pada kasus yang mengakibatkan potensi kerugian negara hingga Rp 9 Miliar.
Ditanya seputar penanganan kasus tersebut, Kapolda Sulawesi Barat, Brigjen Pol Baharuddin Djafar menyebut pihaknya masih menunggu hasil audit dari lembaga Badan Pengawas Keuangan dan Pembanguan (BPKP) sebagai bahan awal dalam menetapkan tersangka.
“Karena tidak mungkin kita memproses suatu kasus tanpa ada kerugian negaranya,” sebut Baharuddin Djafar saat menggelar coffee morning dengan sejumlah pewarta di Mamuju, Rabu (18/10).
Mantan Karopaminal Divpropam Polri itu menjelaskan, untuk memenuhi unsur penanganan pada proses selanjutnya menjadi hal yang wajib untuk membuktikan adanya kerugian negara.
“Jadi sekali lagi kawan-kawan kita masih menunggu. Yakinkan, kita akan memproses,” pungkas
Brigjen Pol Baharuddin Djafar.
Menunggu hasil audit BPKP juga pernah dilontarkan Kapolda Sulawesi Barat sebelumnya, Brigjen Pol Nandang. Dalam konfrensi pers Polda akhir Maret lalu, Brigjen Pol Nandang menegaskan, pihaknya sama sekali tidak pernah punya niat untuk membuat kasus APK itu menjadi kian kabur. Hanya saja, selama data kerugian secara terperinci belum dikeluarkan oleh BPKP, pihaknya belum bisa berbuat lebih jauh.
"Bukan kami mandul. Tapi kami tidak bisa ngapa-ngapain selama data dari BPKP belum ada," sebut Nandang kala itu.
Pria yang kini dimutasi ke jabatan Kapolda Riau itu juga menyebut, data yang diterima dari BPKP tersebut akan dijadikan acuan mengusut tuntas dugaan praktek korupsi di tumbuh penyelenggara Pemilu.
"Berdasarkan keterangan BPKP itu nantinya kami akan mempercepat prosesnya. Kita juga dengan BPKP tidak bisa desak-desak karena dia harus betul-betul soal kerugian negara yang ditimbukan dari dugaan kasus tersebut," cetus Nandang.
Hal yang sama juga sempat diungkap Dir Reskrimsus Polda Sulawesi Barat, KBP Wisnu Andayanadi dalam konfrensi pers Awal Maret lalu. Pada kesempatan itu, Polda Sulawesi Barat juga menyebut proses penyidikan kasus dugaan korupsi APK baru bisa ditindaklanjuti setelah polisi telah menerima data rill dari BPKP.
"Selama belum ada verifikasi dari BPKP, kita tidak bisa melakukan apa-apa," ujar Wisnu Andayanadi saat diminta Kapolda Sulawesi Barat waktu itu, Brijen Pol Nandang untuk memberi penjelasan seputar penanganan kasus APK.
Dijelaskan Wisnu, data kerugian yang di peroleh dari BPKP nantinya akan menjadi acuan dalam melakukan peyidikan lebih lanjut. Meski juga disebut, data tersebut secara aturan bukanlah alat untuk menentukan siapa yang jadi tersangka.
"Kalau toh sudah ada keterangan dari BPKP, itu juga bukan sebagai aturan untuk menentukan tersangka," begitu penjelasan Wisnu Andayanadi.
Ditemui akhir Juli lalu, Kepala Perwakilan BPKP Sulawesi Barat, Arif Ardiyanto mengaku pihaknya belum banyak tahu soal dugaan kerugian negara di kasus APK. Waktu itu memang, Arif Ardiyanto terhitung masih baru memimpin BPKP di Sulawesi Barat menggantingkan pejabat lama.
“Saya cek dulu. Yang jelas dari kemarin berita acara serah terima jabatan nggak menyebut itu. Jadi saya harus cek lagi, kan setiap serah terima pejabat lama ke pejabat baru kan ada itunya. Daftar mana yang sudah dikerjakan mana yang belum dan mana yang segera disampaikan. Nah ini tidak ada. Nanti saya cek lagi yah,“ ungkap Arif saat ditemui seusai menghadiri acara di kantor Gubernur Sulawesi Barat.
Ia mengaku akan memeriksa dan berkoordinasi dengan sejumlah bidang yang ada di BPKP yang menagani soal perhitungan kerugian negara.
“Kalau soal tekhnis ini. Itu nanti saya pelajari dulu. Saya tanya dengan bidang investigasi yang tangani itu. Karena kebetulan saya masih baru di sini,“ begitu katanya.
“Kalau memang iya. Kalau memang memenuhi unsur pelanggaran hukum, memang ada potensi kerugiannya dan nilai materialnya kita tidak lanjuti. Tapi kalau misalnya (kalau) nilainya kecil, perhitungannya tidak terlalu kompleks, kita sarankan untuk menghitung sendiri saja “ tutup Arif Ardiyanto. (Keto/A)