Rapor Merah Dunia Pendidikan di Sulbar

Wacana.info
Ilustrasi. (Foto/Net)

MAMUJU--Tangisan air mata mewarnai aksi unjuk rasa sejumlah Gurur Tidak Tetap (GTT)/Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang di gedung DPRD provinsi Sulawesi Barat, Kamis (29/08). Salah seorang GTT/PTT asal Mamasa sampai meneteskan air mata tatkala mengeluhkan sekian tahun pengabdiannya yang tak dihargai pemerintah provinsi.

Bahkan, legislator sekaliber Yahuda Salempang yang terkenal keras dan 'galak' di sejumlah forum DPRD pun tak kuasa menahan tangisnya. Ia mengaku kasihan setelah melihat langsung perjuangan GTT/PTT dalam setiap langkah pengabdiannya yang tak mendapat penghargaan dari pemerintah provinsi.

"Saya orang keras Pak. Tapi saya menangis melihat nasib GTT/PTT kita. Sata adalah saksi langsung, bagaimana para GTT/PTT itu menjalankan tugasnya di sekolah-sekolah. Kasihan Pak kalau ini tidak kita perhatikan," kata Yahuda Salempang dengan suara bergetar di hadapan para GTT/PTT peserta aksi dalam kesempatan dialog Sekprov Sulawesi Barat, Muhammad Idris, dan dua anggota DPRD Sulawesi Barat lainnya; Arman Salimin serta Ajbar

.

Dialog GTT/PTT Subar dengan DPRD dan Sekprov Sulbar. (Foto/Manaf Harmay)

Carut marut nasib GTT/PTT di Sulawesi Barat adalah satu dari sekian persoalan pendidikan di provinsi yang tak lama lagi bakal berusia 15 tahun ini. Wajar, jika ada pihak yang menilai pemerintah provinsi Sulawesi Barat gagal dalam hal menggenjot segmen pendidikan di daerah ini.

Masih jelas dalam ingatan publik tentang data Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) Sulawesi Barat tingkat SMK tahun 2019 ada di posisi paling buncit. Raihan poin untuk Sulawesi Barat bahkan lebih rendah tinimbang provinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur.

Seperti diberitakan sebelumnya, provinsi DI Yogyakarta jadi yang tertinggi nilai hasil Ujian Nasional SMK tahun 2019 dengan nilai 53,33. Sementara Sulawesi Barat 'harus puas' dengan nilai 39,07.

"Saya kira pertama bahwa kita bersyukur bahwa Sulbar sudah 100 Persen UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer). Jadi orang mengatakan ilmu pengetahuan itu penting, tetapi lebih utama itu kejujuran. Berdasarkan data pada waktu penyerahan nilai, Alhamdulillah Sulbar tidak ada satu pun yang berkasus kaitannya dengan peserta UNBK. Berarti tingkat kejujuran bagus. Saya kira ini akan menjadi data untuk dipakai memetakan penyelesaian masalah mutu pendidikan di Sulbar. Terurtama tiga mata pelajaran inti ini, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika. Tentu ini kita akan mencari titik masalahnya. Apakah karena memang kekurangan guru, atau guru yang mengajar bukan yang berkualifikasi, itu tentu akan kita lihat," ujar Kepala Dinas Pendidikan provinsi Sulawesi Barat, Arifuddin Toppo kepada WACANA.Info, akhir Mei 2019 lalu.

Hasil UNBK Tingkat  SMK Nasional, Sulbar di Urutan Terakhir. (Foto/Istimewa)

Hasil UNBK tahun 2019 bisa dibahasakan sebagai hilir dari panjangnya proses pendidikan di lembaga pendidikan (sekolah). Jika yang di hilir saja bermasalah, maka sudah bisa dipastikan segala proses di hulunya pun ikut meninggalkan sejumlah catatan buruk.

Benar saja, Badan Akreditasi Nasional (BAN) Provinsi Sulawesi Barat resmi merilis hasil validasi, visitasi, verivikasi hasil validasi dan penyusunan rekomendasi hasil akreditasi sekolah atau madrasah tahap I, di salah satu hotel di Mamuju, Rabu (28/08) lalu.

Dikutip dari portal tayang 9, Ketua BAN provinsi Sulawesi Barat, Amran HB menyebut, kondisi provinsi Sulawesi Barat tergolong ironis. Dari 139 SMK, terdapat 77 yang menjadi sasaran akreditasi. Hasilnya, hanya ada 15 yang mengisi Daftar Isian Akreditasi (DIA), sebagai prasyarat awal dalam untuk dilakukan visitasi.

"Di provinsi Sulawesi Barat ini ada 77 SMK yang akan diakreditasi. Artinya 139 SMK yang ada di Sulawesi Barat ini ada 77 yang dijadikan sasaran untuk diakreditasi. Namun sampai saat ini, hanya 15 SMK yang mengisi DIA sebagai bagian prasyarat awal untuk divisitasi," beber Amran HB.

Anggota Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN SM) pusat, Dr Muhammad Sayuti Ph.D menjelaskan, angka sekolah di Sulawesi Barat yang terakreditasi dengan baik atau status akreditasi A hanya ada di angka 7 Persen atau 38 sekolah dari total sekolah yang terakreditasi.

"Anda bisa bayangkan, provinsi lain 70 Persen yang akreditasi A. Apa maknanya data ini bagi masyarakat Sulbar. Ini yang harus dituntaskan, sampaikan ke pak Gubernur dan masyarakat bahwa seperti inilah kondisi pendidikan saat ini," beber Muhammad Sayuti dikutip dari Tribun Timur.

SDM di Dinas Pendidikan Perlu Diperbaiki

Meretas sengkarut masalah pendidikan di Sulawesi Barat harus menjadi perhatian serius oleh para pemangku kebijakan di daerah ini. Ketua Komisi IV DPRD Sulawesi Barat, Arman Salimin menilai kualitas SDM di Dinas Pendidikan provinsi Sulawesi Barat harus diperbaiki.

"Bukan hanya sistemnya saja yang harus segera dievaluasi, tapi bagaimana mengevaluasi sumber daya manusia yang ada di dinas pendidikan untuk mengelola pendidikan ini. Dibutuhkan sumber daya manusia yang diatas, yang lebih yang paham tentang pendidikan," ujar Arman Salimin kepada WACANA.Info.

Ketua Komisi IV DPRD Sulbar, Arman Salimin. (Foto/Manaf Harmay)

Politisi PAN itu menganggap, kapasitas seorang Arifuddin Toppo sebagai nahkoda di Dinas Pendidikan provinsi Sulawesi Barat perlu didukung oleh infrasrukur SDM yang juga mumpuni. Tak cukup jika hanya mengandalkan niat baik dari seorang Arifuddin Toppo saja.

"Pak Gubernur harus mengevaluasi sumber daya manusia di dinas pendidikan itu. Yang bertanggungjawab untuk pendidikan itu kan dinas pendidikan. Makanya kalau bisa, apakah didatangkan lah orang yang berkualitas di posisi itu, akademisi kah atau apa kah. Karena niat baik saja tidak cukup. Saya tahu semuanya punya niatan baik. Tapi untuk konsep pendidikan, tunggu dulu. Jangan sampai mereka hanya menjalankan ritintasnya saja tanpa ada konsep besar di dalamnya. Kalau hanya menjalankan rutinitas, saya kira banyak yang bisa," begitu kata Arman Salimin.

Menuntut Keseriusan Pemerintah

Deretan masalah pendidikan seperti yang telah terurai di atas merupakan fakta yang sungguh sangat menyedihakan di tengah upaya pemerintah mencetak SDM yang unggul. Direktur eksekutif lembaga Esensi Sulawesi Barat, Nursalim Ismail menganggap, pendidikan adalah kunci utama dari kemajuan suatu daerah. Maka keseriusan pemerintah untuk menggenjor perbaikan sekotor ini mesti terus dituntut.

"Satu hal yang pasti, tidak ada riwayat kemajuan suatu daerah ketika sektor pendidikan tidak tertangani dengan baik. Bicara tentang Sulbar 20 tahun mendatang tanpa perbaikan sektor pendidikan hanyalah bualan semata," kata Nursalim.

Direktur Eksekutif Esensi Sulbar, Nursalim Ismail. (Foto/Facebook)

Semua pasti berharap, Sulawesi Barat di masa mendatang diisi oleh para Generasi yang handal. Itu hanya bisa diwujudkan dari opembenahan di segala lini tentang upaya perbaikan kualitas pendidikan di provinsi yang 'malaqbi' ini.

"Sebab jika tidak, kita akan mendapati segala lini kehidupan akan diselesaikan dengan cara-cara yang tak berpendidikan. Pemerintah mesti benar-benar serius menyelesaikan hal itu," tegas Nursalim Ismail.

'Dosa' Rezim Pemerintahan Sebelumnya

Carur marut pengelolaan sektor pendidikan di Sulawesi Barat tak elok jika hanya dibebankan pada pemerintah provinsi Sulawesi Barat yang 'berkuasa' saat ini. Mayoritas dari segala permasalahan itu disebabkan oleh kekeliruan manajemen yang dilakukan pemerintah provinsi Sulawesi Barat rezim sebelumnya.

"Saya melihat, itu dimulai dari proses yang ada sebelumnya. Jadi tidak boleh dijatuhkan kepada pemerintahan yang sekarang. Jadi tidak boleh dijatuhkan penilaian subyektif bahwa semua ini karena pemerintahan sekarang. Kita harus obyektif melihat itu. Carut marut juga seperti itu, ada sistem pengalihan kewenangan dari kabupaten ke provinsi, dan itu memiliki landasan pengelolaan yang tidak bagus," jelas Muhammad Idris.

Sekprov Sulbar, Muhammad Idris. (Foto/Manaf Harmay)

Tentangan serangkaian persoalan dunia pendidikan di atas, Muhammad Idris berkomitmen untuk segera menyelesaikannya. Tentu tidak secara cepat, namun sesuai dengan regulasi dan aturan yang berlaku.

"Itu lah awal dari manajemen yang kita kelola sekarang ini. Sehingga penyelesaiannya juga membutuhkan kesabaran dan membutuhkan ketelatenan untuk tidak memulai sesuatu dengan pengelolaan yang salah," simpul Muhammad Idris. (*/Naf)