Survei Ombudsman, Sulbar Dapat Rapor Merah

Wacana.info
Sekda Sulbar Menerima Hasil Penilaian Standar Layanan Publik dari Ombudsman. (Foto/Humas Pemprov Sulbar)

MAMUJU-- Pemerintah provinsi Sulawesi Barat menerima penilaian hasil survei Ombudsman RI di aula lantai II kantor Gubernur Sulawesi Barat, Selasa (29/01). Hasilnya, pemerintah provinsi ke-33 ini kebagian rapor merah untuk urusan pemebuhan komponen standar layanan publik tahun 2018.

Di kesempatan yang sama, Ombudsman juga menyerahkan hasil penilaian kepada sejumlah OPD penyelenggara layanan publik untuk pemerintah kabupaten Majene, Mamuju, Mamasa dan Pasangkayu.

Kepala Perwakilan Ombudsman Sulawesi Barat, Lukman Umar mengatakan, hasil rapor uji kepatuhan ini merupakan barometer kondisi pelayanan publik. Ia berharap, pemerintah daerah segera melakukan evaluasi usai menerima hasil penilaian dari Ombudsman.

“Kami siap berdiskusi membangun sinergi dengan semua pihak. Bahkan kami harapkan  setiap Pemda untuk membedah hasil rapor penilaian tersebut. Semoga dengan itu bisa jadi motivasi memasuki zona hijau,” urai Lukman seperti dikutip dari rilis Ombudsman.   

Oleh Ombudsman, pemerintah provinsi Sulawesi Barat masih ada di zona merah. Sementara pemerintah kabupaten Pasangkayu, Mamuju, Majene dan Mamasa untuk tahun 2018  masih berada di posisi zona kuning.

Sekertaris Daerah provinsi Sulawesi Barat,  Muhammad Idris meminta semua pemerintah kabupaten dan OPD lingkup pemerintah provinsi Sulawesi Barat agar tetap memperhatikan implementasi Undang Undang 25/2009 tentang layanan publi.

"Jangan sampai kita dianggap lalai dalam menterjemahkan UU ini,” ujar Muhammad Idris

Idris juga berharap agar semua pihak khususnya OPD penyelenggara layanan publik untuk lebih mengedepankan kerja kolaboratif untuk memastikan tuntutan masyarakat d isektor pelayanan. Targetnya, di tahun 2019, pemerintah provinsi harus keluar dari zona merah.

"Terus terang saya ingin bermitra dengan kawan-kawan di Ombudsman ini untuk mencerdaskan OPD agar lebih sadar pada standar pelayanan. Karena standar ini  yang jadi permasalahan kita. Jangan bicara kualitas tanpa standar karena itu nonsens," pungkas Muhammad Idris. (*/Naf)