Advertorial

Suhardi Duka Tempatkan Wali Amanah sebagai Kontrol Moral

Wacana.info
(Foto/Dinas Kominfo, Persandian dan Statistik)

MAMUJU--"Kalau dulu raja-raja dengan kultur mandar kita itu, kekuasaan itu dikontrol lewat moral dengan nilai atau kita simpulkan siriq yaitu itu rasa malu. Itulah yang mengontrol raja raja dulu di Mandar ini sehingga ia selalu berlaku bijak.Tapi kalau di dunia modern sekarang kekuasaan itu dikontrol dengan sistem,".

Poin di atas jadi penekanan yang disampaikan Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka dalam pertemuan dengan sejumlah tokoh eksponen perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Barat yang tergabung dalam Wali Amanah, Senin (22/09).

Gubernur Suhardi Duka banyak menyinggung soal kekuasaan dan moralitas. Ia mengutip pemikiran Lord Acton tentang kekuasaan absolut yang rawan penyalahgunaan dan korupsi.

Gubernur Suhardi Duka lalu mengaitkannya dengan posisi Wali Amanah saat ini. Kata dia, kehadiran lembaga tersebut bisa menjadi pengingat sekaligus wadah konsultasi bagi dirinya bersama Wakil Gubernur, Salim S Mengga.

"Kita minta ini Wali Amanah mengamati kita, mengamati kami berdua dengan pak Jenderal Salim, kita mau belok kemana ini. Nah kalau ternyata kesepakatan kita belok kanan, kemudian saya belok kiri dengan Pak Salim. Di situlah barangkali teman-teman Wali Amanah bisa mengingatkan. Nah ini jadi Kira kira itu salah satu yang kita harapkan," demikian Suhardi Duka.

Di kesempatan yang sama, Ketua Wali Amanah, Naharuddin menjelaskan, lembaga tersebut pada dasarnya didirikan sebagai kontrol moral bagi pemerintah. Lantaran fokus pada moralitas itulah, Wali Amanah tidak memiliki struktur resmi.

Naharuddin melihat duet Suhardi Duka dan Salim S Mengga sebagai pasangan yang ideal. Menurutnya, kepemimpinan keduanya berhasil melahirkan program yang mengarah pada masyarakat maju dan sejahtera.

Salah satunya melalui program Panca Daya. Nahar menegaskan, program itu sejalan dengan cita-cita perjuangan Sulawesi Barat dan layak mendapat dukungan.

Menurutnya, Panca Daya bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Ia menilai konsep itu bukan sekadar gagasan teknokratis, melainkan jalan untuk menghidupkan cita-cita lama yang pernah diperjuangkan.

“Karena di Panca Daya saya lihat itu semuanya berujung kepada rakyat. Sama dengan apa yang termaktub didalam cita-cita perjuangan Sulawesi Barat,” terang Naharuddin. (*/Naf)