'Simalakama' Nilam

MAMUJU--"Luar biasa memang nilam ini sekarang. Sejak kami menanam nilam, sudah ada sekian banyak orang yang tidak lagi menganggur. Betul-betul membantu perekonomian kami,". Sebuah pengakuan dari salah seorang petani nilam di pedalaman Sese, Mamuju.
Nilam adalah suatu semak tropis penghasil sejenis minyak atsiri yang dinamakan sama. Tanaman ini umum dimanfaatkan bagian daunnya untuk diekstraksi minyaknya, dan diolah menjadi parfum, bahan dupa, minyak atsiri, antiserangga, dan digunakan pada industri kosmetik.
Sudah sejak beberapa waktu terakhir, sebagian petani di Sulawesi Barat benar-benar merasakan demam nilam. Ramai-ramai banting setir, mengganti tanaman yang dibudidayakannya dengan nilam, komuditi dengan potensi cuan yang memang menggiurkan.
Benar, bahwa nilam telah mempercepat putaran roda perekonomian petani. Tapi di sisi lain, pemanfaatan lahan secara ugal-ugalan membuka potensi kerusakan lingkungan.
"Saya adalah orang yang hidup di sekitar petani nilam, keluarga maupun teman-teman. Berapa kubik kayu setiap hari dikali dengan berapa jumlah penyulingan yang ada di Sulbar ini, termasuk di Mamuju. Tiap hari kita menggunakan kayu dengan jumlah yang begitu banyak. Habis juga kayu kita, resikonya tentu ada di liungkungan kita juga," ujar Wakil Ketua DPRD Sulawesi Barat, Munanadar Wijaya kepada WACANA.Info, Jumat (31/01) malam.
Pemerintah mesti benar-benar hadir di tengah petani nilam. Regulasi yang jelas, termasuk suplai bantuan serta edukasi jadi hal yang harus disegerakan. Menurut Munandar, poin ini wajib jadi fokus pemerintah.
Munandar Wijaya. (Foto/Website DPRD Sulbar)
"Sekian tahun masyarakat kita jadi petani nilam, belum ada Pemkab maupun Pemprov yang membahas tentang upaya untuk membantu petani nilam," kata Munandar, politisi PAN itu.
Hal-hal yang harus segera dibincang secara serius, masih oleh Munanadar, misalnya tentang bantuan sarana dan prasarana, infrastruktur. Termasuk terkait harga yang sering naik turun.
"Itu semua yang perlu kita masuki supaya jelas. Jangan seenaknya pembeli itu memainkan harga," bebernya.
Munanadar menambahkan, hal paling penting untuk diselesaikan adalah mendorong masyarakat agar tak lagi menggunakan kayu dalam proses penyulingan. Pertimbangannya jelas, jangan terus-terusan merusak alam.
Munandar mengaku telah menerima LHP terkait mitigasi bencana di Sulawesi Barat. Poin yang di-highlight oleh dia adalah di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan. Menurut Munanadar,
"Kita mau dorong petani nilam ini supaya bisa sukses tetapi tidak merusak lingkungan. Keterlibatan pemerintah kita butuhkan dengan pendekatan inovatif dan mitigasi," sebutnya.
Kongkrit. Munandar mengaku bakal memanfaatkan fasilitas heraing dialog DPRD Sulawesi Barat dengan melibatkan dinas kehutanan, pertanian dan perkebunan. Termasuk dari BPBD untuk mendiskusikan apa dan bagaimana idealnya pemanfaatan nilam itu.
"Momennya juga pas, karena di bulan dua dan bulan tiga ini ada pembahasan APBD. Ini juga akan saya bawa untuk diskusikan secara formal. Tapi mengantar itu, saya butuh masukan ide dari semua pihak," terangnya.
"Prinsipnya begini. Petani nilam harus disupport, tetapi dengan cara-cara yang tidak merusak lingkungan," demikian Munanadar Wijaya.
Pemerintah Wajib Hadir
Tanaman nilam adalah komuditas yang mengandung minyak. Sama dengan kelapa sawit, nilam pun punya sifat ekspansif terhadap kandungan air di sekitarnya.
Ija Syahruni, koordinator nasional Forum Aktivis Perempuan Muda (FAMM) Indonesia menilai, demam petani nilam di sebagian wilayah Sulawesi Barat masuk dalam kategori usaha ekstraktif. Disimpulkan seperti itu, lantaran sebagian petani nilam di Sulawesi Barat telah membudidayakan jenis tanaman lain sebelum menggantinya dengan nilam.
Ija Syahruni. (Foto/Istimewa)
"Belum lagi tentang proses penyulingan setelah nilam dipanen. Sebuah proses panjang yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar utamanya. Bisa dibayangkan ada berapa batang pohon yang ditebang untuk proses penyulingan itu," ucap Ija Syahruni.
Ija yang juga direktur eksekutif yayasan Karampuang itu sama sekali tak mempersoalkan aktivitas ekonomi masyarakat dalam bentuk budi daya tanaman nilam. Apalagi jika memang benar, ada sekian banyak masyarakat yang taraf ekonominya benar-benar terdongkrak.
"Hanya saja, yang juga tak kalah penting untuk dibincang adalah tentang dampak buruk terhadap lingkungan. Menurut saya, pemerintah mesti benar-benar hadir. Hadir dengan regulasinya. Tetap memberi dukungan kepada aktivitas ekonomi masyarakat, secara bersamaan, lingkungan kita tidak dirusak," sambung dia.
Hal yang juga tak kalah pentingnya, masih oleh Ija Syahruni, adalah sisi sustainability dari tanaman nilam. Jangan sampai, ekspansi budi daya tanaman penghasil bahan campuran parfum, kosmetik, bahan baku obat dan lain sebagainya itu tak dibarengi dengan aspek keberlanjutan yang jelas.
"Ada prinsip ekonomi yang mengatakan, semakin tinggi supply maka harga akan turun. Jangan sampai karena masyarakat kita sudah terlalu banyak yang menanam nilam, akhirnya stok melimpah. Efeknya harga bukan tidak mungkin bakal turun. Hal-hal seperti ini yang mesti mendapat perhatian dari pemerintah. Bagaimana melindungi petani nilam kita," pungkas Ija Syahruni. (*/Naf)