Layanan PDAM Terganggu, Berkah bagi Pengusaha Air Galon

MAMUJU--Musibah banjir disertai longsor yang melanda sebagian wilayah Kabupaten Mamuju menimbulkan sejumlah kerusakan pada fasilitas umum. Tak cuma itu, musibah yang terjadi Minggu (26/01) malam tersebut juga menelan korban jiwa, termasuk sejumlah orang yang mesti mendapat perawatan medis secara serius.
Salah satu fasilitas umum yang terdampak banjir dan longsor di Mamuju adalah layanan air minum yang dioperatori PDAM Tirta Manakarra. Hingga, Selasa (28/01) malam, masih ada sejumlah rumah wilayah perkotaan Mamuju yang belum dapat menikmati layanan PDAM.
Kondisi tersebut rupanya jadi berkah tersendiri bagi pengusaha air galon. Sudah sejak dua hari terakhir, omzet penjualannya bisa nailk berlipat ganda.
Harlis, begitu ia sering disapa. Sehari-hari, pria asal Lingkungan Sese itu bekerja di salah satu perusahaan air galon yang terletak di Jalan Andi Endeng Mamuju.
Pria bersuara cempreng itu mengaku sudah sejak dua hari terakhir ia harus bekerja ekstra. Jika hari-hari biasa ia mendistribusikan puluhan galon air dalam tiga race tiap harinya, berbeda sejak dua hari terakhir.
"Kalau sekarang lebih Pak. Biasa sampai lima race tiap hari. Jumlahnya juga bertambah. Kalau biasa itu satu deret ji galon di mobil, sekarang ini bisa sampai bersusun itu galon di atas mobil," ungkap Harlis.
Sebagian besar dari air galon yang ia antarkan itu digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Dari kebutuhan kamar mandi, cuci piring dan lain sebagainya.
"Bukan ji untuk diminum Pak. Sebagian besar itu untuk dituang ke bak mandi atau ke penampungan airnya," sambung dia.
"Capek juga Pak. Tapi yah namanya juga kita kerja, harus kita lakukan. Ini saja sudah kewalahan meki," Harlis menutup.
Instalasi Pengolahan Air Milik PDAM Ikut Terendam
Banjir dan tanah longsor benar-benar memporak-porandakkan fasilitas milik PDAM Mamuju. Lewat pesan berantai yang banyak beredar di sejumlah platform media sosial, PDAM Mamuju memberitahukan kepada para pelanggannya tentang kerusakan sejumlah instalasi pengolahan air akibat banjir dan longsor.
"Terendamnya sejumlah instalasi pengolahan air kami yang mengakibatkan tidak beroperasinya sejumlah Instalasi diantaranya instalasi Katapi 1, 2 dan 3, instalasi So'do, instalasi Pati'di 2 serta Instalasi Tahaya-haya," bunyi pesan PDAM Mamuju.
Salah seorang sumber WACANA.Info di internal PDAM Mamuju juga mengirimkan beberapa video berisi upaya perbaikan yang terus dilakukan oleh pihak PDAM terhadap sejumlah instalasi pengolahan air di atas.
Proses Perbaikan Instalasi Pengolahan Air Milik PDAM Mamuju. (Foto/Istimewa)
Wilayah utara kota, wilayah tengah kota, dan sebagian wilayah selatan kota dan sekitarnya jadi kawasan yang terdampak kerusakan instalasi pengolahan air milik PDAM Mamuju itu.
Pemkab Mamuju Salurkan Bantuan
Bupati Mamuju, Sutinah Suhardi didampingi oleh sejumlah pihak meninjau langsung lokasi longsor di Tapudede Lingkungan Tamasapi, Kelurahan Binanga, Mamuju, Selasa (28/01). Ia dan rombongan membawa sejumlah bantuan dan memantau langsung jalannya sejumlah aktivitas pembenahan di area terdampak longsor.
Dikutip dari rilis Humas Pemkab Mamuju, Sutinah juga menyalurkan bantuan berupa uang tunai dari Baznas Mamuju kepada para korban banjir dan tanah longsor. Di tempat itu, ia juga menginstruksikan jajarannya untuk segera menyalurkan bantuan, mulai dari bantuan taktis kebencanaan dari dinas sosial sampai bantuan beras dan air minum.
Sutinah, mantan Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Mamuju itu juga memerintahkan tim medis dari Puskesmas bersama dengan tim Palang Merah Indonesia Kabupaten Mamuju untuk tetap berjaga di lokasi, memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kepada masyarakat, Sutinah berharap akses masuknya alat berat dapat dipermudah. Penting untuk pemulihan jalur transportasi di lokasi tersebut pasca banjir dan longsor.
Hal itu ia suarakan lantaran sebelumnya sejumlah warga tidak membiarkan alat berat melintas di area jembatan menuju lokasi oleh karena kekhawatiran masyarakat tentang kondisi jembatan yang ada di sana.
Bupati Mamuju, Sutinah Suhardi Bersama Rombongan Saat Berkunjung ke Wilayah Terdampak Banjir dan Longsor. (Foto/Humas Pemkab Mamuju)
"Kita telah meminta pertimbangan dari tim PUPR yang lebih punya pengetahuan soal itu, dan mereka sudah sampaikan kondisi jembatan masih aman. Jadi saya harap warga bisa membantu supaya mereka bisa sampai ke sini, agar penanganan dampak longsor ini bisa segera diperbaiki," beber Sutinah Suhardi.
Hilangnya 'Kemesraan' antara Manusia dengan Alam
Tentang banjir, tanah longsor atau ragam bencana alam lainnya, sesungguhnya telah mendapat penegasan di kitab suci Al Quran. "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), 'Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)'. (QS. Ar-rum: 41-42).
Bagi Imam besar Masjid Raya Syuhada Polman, Sayyid Ahmad Fadlu Almahdaly, firman Tuhan tersebut bisa diterjemahkan bahwa segala bentuk bencana alam itu ditumbulkan oleh karena akibat dari akumulasi tingkah laku manusia itu sendiri. Bagaimana perlakuan manusia terhadap alam.
"Jadi kalau kita merujuk ke ayat itu, bahwa manusia ini semakin tidak mesra lagi dengan alam, dengan telah mengeksploitasinya secara berlebihan," kata Sayyid Ahmad Fadlu dikutip dari pemberitaan WACANA.Info 7 Desember 2021 yang lalu.
Dalam kajian akademik pun seperti itu. Menurut Sayyid Ahmad Fadlu, semakin tereksploitasi alam, justru akan semakin rusak alam itu. Keliru juga jika diartikan bahwa alam itu tidak untuk dimanfaatkan, tetap mesti dan wajib untuk dimanfaatkan.
Ia justru berbuah masalah ketika kerakusan yang muncul. Porsi yang diambil oleh manusia rupanya lebih dari yang mereka butuhkan. Maka rusaklah alam itu.
Sayyid Ahmad Fadlu Al Mahdaly. (Foto/Facebook)
"Jadi misalnya, hutan yang terlalu dieksploitasi. Itu akan menyebabkan permukaan hutan tak lagi bisa meresap air dengan baik. Akhirnya ketika turun hujan, terjadilah banjir. Segala bentuk fenomena yang terjadi di muka bumi ini juga sudah tidak lagi berada pada jadwalnya. Misalnya angin kencang. Dalam bahasa agama, secara singkat dijelaskan bahwa itu dikarenakan oleh karena ulah kita sendiri. Mungkin ini cara Tuhan untuk mengingatkan manusia. Bahwa mungkin manusia telah berlebihan mengambil sesuatu dari alam sehingga akibatnya begini," tokoh NU Sulawesi Barat itu menambahkan.
Sayyid Ahmad Fadlu pun berharap, setiap manusia mesti dengan segera menyadari kekeliruannya itu. Tentu dilanjutkan dengan cara menghentikan kerja-kerja berlebihan terhadap alam. Paling tidak manusia moderen yang hidup sekarang ini bisa meneladani cara orang tua dalam menjaga kemesraannya dengan alam, mengejewantahkan penghormatannya terhadap lingkungannya.
"Orang dulu kan sudah melalukan itu. Mereka sudah menjalin hubungan yang mesra dengan alam. Hari ini kita sebagai manusia moderen seolah tak lagi punya hubungan emosional dengan alam. Ditambah lagi teks-teks agama, ceraman-ceramah agama yang kemudian menghantam kita bahwa penghormatan terhadap alam itu dianggap kemusyrikan. Orang dulu itu biasanya sesajennya dibawa ke pohon, ke laut atau ke sungai. Dalam pandangan saya, yah itulah cara orang dulu menghormati alam sekaligus memberitahu generasinya bahwa alam ini punya tempat di hati mereka dan harus dihormati. Belakangan kita dihantam oleh teks-teks agama bahwa cara seperti itu merupakan perilaku yang menyimpang dari agama. Menurut saya, ini persoalan tafsir saja," paparnya.
Fenomena di tengah manusia moderen tersebut, masih oleh Sayyid Ahmad Fadlu, bikin manusia seolah mengambil jarak dengan alam. Tak lagi ada rasa hormat kepada alam, kepada lingkungan. Menurutnya, sejumlah tindakan yang dilakukan oleh para orang tua dulu bukan didasari atas keyakinan tentang ada kekuatan tertentu baik itu, di pohon, di laut atau disungai. Itu sekadar cara masyarakat membuktikan penghormatannya terhadap lingkungan yang ia diami.
"Kemudian ada juga bahasa teman-teman yang muncul yang mengatakan bahwa hari ini manusia telah memonopoli kebenaran itu. Bahwa manusia hanya mengakses dan menerima kebenaran dari dirinya sendiri. Padahal orang tua kita dulu itu sebenarnya juga mengadopsi kebenaran, informasi dari alam. Ini yang tidak ada lagi. Isyarat-isyarat alam itu sudah tak lagi dipeduli," urai dia.
"Saya hanya bisa berdoa, mudah-mudahan kondisi hari ini bukan jadi azab. Semoga ini semua bagian dari cara Tuhan untuk menguji kita. Sebab azab dan ujian itu menurut saya adalah dua hal yang berbeda," simpul Sayyid Ahmad Fadlu Almahdaly. (*/Naf)