Humaniora

Membaca Fenomena Ikan Paus di Pulau Karampuang

Wacana.info
Seekor Ikan Paus Terdampar di Pesisir Pulau Karampuang, Mamuju. (Foto/Istimewa)

Laporan: Rusman Rusli (Staf Humas Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Barat)

MAMUJU--"Hammalallah...!,". Salah seorang warga di Pulau Karampuang, Mamuju menyuarakan rasa takjub, terkejut saat melihat seekor ikan paus berukuran besar terdampar di sekitar pesisir pantau di salah stau destinasi wisata di Kabupaten Mamuju itu, Jumat (31/01) pagi.

Saat pertama kali ditemukan oleh warga sekitar, mamalia laut itu masih dalam kondisi hidup. Meski dengan keadaan penuh luka, ia terdampar di perairan yang dangkal, berbatu pula. 

Meski telah dilakukan upaya penyelamatan, sang paus tak dapat bertahan. Hingga akhirnya mati.

Penanganan Bangkai Paus

Setelah paus dipastikan tidak dapat diselamatkan, warga bersama pihak berwenang, termasuk dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar berinisiatif menangani bangkai paus tersebut. Mengingat ukuran paus yang besar, metode yang dipilih adalah menarik bangkai ke perairan lebih dalam dan menenggelamkannya. 

Langkah ini merupakan metode yang umum diterapkan untuk menangani mamalia laut besar yang mati di laut. Hal itu jadi langkah yang penting untuk menghindari dampak ekologis yang lebih luas di daratan.

Nuralim  dari BPSPL Makassar menjelaskan, jenis paus ini belum dapat diidentifikasi secara pasti. Namun, berdasarkan ukuran dan ciri fisiknya, dugaan sementara menunjukkan bahwa paus tersebut kemungkinan besar adalah paus sperma (Physeter Macrocephalus). 
Paus sperma merupakan spesies yang umum bermigrasi di perairan Indonesia, terutama di perairan dalam sekitar Sulawesi dan perairan Samudra Hindia.

Wilayah Perairan Sulawesi Barat; Jalur Migrasi Mamalia Laut

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat, Dr. Suyuti menyebut, perairan Sulawesi Barat merupakan jalur migrasi berbagai jenis biota laut, termasuk paus. Ikan paus yang terdampar di wilayah Sulawesi Barat bukanlah hal yang sepenuhnya mengejutkan.

"Paus dan mamalia laut lainnya memang sering bermigrasi melintasi perairan kita, terutama saat perubahan musim. Sayangnya, dalam beberapa kasus, paus dapat terdampar karena berbagai faktor, baik alami maupun akibat aktivitas manusia," ujar Dr. Suyuti.

Ikan Paus Terdampar di Pualu Karampuang. (Foto/Istimewa)

Faktor Alam dan Aktivitas Manusia

Fenomena paus terdampar telah menjadi perhatian ilmuwan kelautan selama bertahun-tahun. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab utama kejadian itu meliputi:

1. Jalur Migrasi Tahunan
Paus merupakan hewan migrasi yang berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain untuk mencari makanan dan berkembang biak. Dalam proses ini, beberapa individu dapat tersesat dan berakhir di perairan dangkal yang tidak sesuai untuk kelangsungan hidupnya.

2. Kebisingan Laut
Aktivitas manusia di laut, seperti penggunaan sonar militer, eksplorasi minyak dan gas, serta lalu lintas kapal besar, dapat menghasilkan gelombang suara frekuensi tinggi yang mengganggu sistem navigasi paus. Hal ini bisa menyebabkan mereka kehilangan orientasi dan akhirnya terdampar di pantai.

3. Perubahan Iklim dan Arus Laut
Fenomena perubahan iklim menyebabkan naiknya suhu air laut, perubahan pola arus, serta perubahan ketersediaan makanan. Paus yang bergantung pada pola migrasi tertentu mungkin kesulitan menemukan jalur yang aman dan justru masuk ke wilayah perairan yang berbahaya bagi mereka.

4. Bencana Alam
Gempa bumi bawah laut dan tsunami dapat berkontribusi terhadap terdamparnya paus. Perubahan mendadak pada kontur dasar laut akibat gempa bisa membingungkan paus yang mengandalkan navigasi sonar, sehingga mereka masuk ke perairan dangkal tanpa bisa kembali ke laut dalam.

5. Pencemaran Laut
Sampah plastik dan polusi kimia di lautan juga menjadi ancaman bagi paus. Banyak laporan menunjukkan bahwa paus yang mati terdampar sering ditemukan dengan perut penuh sampah plastik, yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan kematian.

Konservasi dan Mitigasi

Kasus paus terdampar di Pulau Karampuang ini menjadi pengingat bahwa ekosistem laut kita semakin rentan terhadap berbagai gangguan, baik dari faktor alam maupun aktivitas manusia. 
Diperlukan langkah-langkah mitigasi, diantaranya; peningkatan pemantauan jalur migrasi paus melalui teknologi satelit dan patroli laut, pengurangan kebisingan laut dengan mengatur aktivitas sonar dan eksplorasi bawah laut. Termasuk kampanye pengurangan sampah plastik di laut untuk mencegah pencemaran yang membahayakan mamalia laut.

Hal lain yang juga penting untuk dilakukan adalah edukasi kepada masyarakat pesisir agar lebih siap menghadapi kejadian paus terdampar dan memahami cara penanganan yang sesuai.

Dengan adanya kesadaran dan upaya konservasi yang lebih serius, diharapkan kejadian serupa dapat diminimalkan di masa depan. Paus, sebagai salah satu indikator kesehatan ekosistem laut, harus dilindungi agar keseimbangan alam tetap terjaga. (*/Naf)