Yang Tersisa dari Pemberhentian Ketua KPU RI
MAMUJU--Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Hasyim Asy'ari selaku ketua merangkap anggota KPU RI. Sanksi tegas itu merupakan buntut dari perkara dugaan tindak asusila terhadap salah seorang PPLN (Panitia Pemilihan Luar Negeri) untuk wilayah Eropa.
Pemberhentian Hasyim tersebut dilakukan di tengah tahapan pemutakhiran data pemilih untuk gelaran Pilkada serentak tahun 2024 yang saat ini sedang begulir. Lantas, sejauh mana pengaruh putusan DKPP di atas terhadap kelancaran tahapan pelaksanaan Pilkada serentak yang saat ini sedang dan akan dijalankan oleh penyelenggara di daerah ?.
Hamdan Dangkang menilai, putusan DKPP itu tak akan memberi banyak pengaruh pada jalannya tahapan Pilkada serentak. Meski tetap, putusan tersebut sudah barang tentu bakal meninggalkan kesan negatif terhadap KPU secara kelembagaan yang hampir pasti bakal merembes ke daerah.
"Salah satunya itu adalah tingkat kepercayaan masyarakat akan kembali menurun ke lembaga KPU secara umum. Apalagi dengan berbagai pelanggaran yang terjadi di Pemilu 2024 kemarin," ujar Hamdan Dangkang, mantan Ketua KPU Kabupaten Mamuju yang kini jadi koordinator Forum Strategis Pembangunan Sosial (Fores) Mamuju itu, Kamis (4/07).
Hamdan Dangkang. (Foto/Manaf Harmay)
DKPP dalam salinan putusan Nomor 90-PKE-DKPP/V/2024 juga meminta Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari sejak putusan ini dibacakan. Serta memerintahkan Badan Pengawas Pemilihan Umum untuk mengawasi pelaksanaan putusan tersebut.
Putusan DKPP atas kasus yang menimpa Hasyim Asy'ari itu memang bersifat final dan mengikat. Meski begitu, menurut Rahmat Idrus, masih ada ruang bagi Hasyim untuk mengembalikan posisinya sebagai ketua merangkap anggota KPU RI.
Presiden yang diperintahkan untuk menindaklanjuti putusan DKPP itu bakal menerbitkan Kepres. Sesuatu yang menurut Rahmat Idrus merupakan salah satu yang menjadi objek pengadilan TUN (Tata Usaha Negara).
"Jadi yang menjadi objek TUN itu adalag Kepres terkait tindaklanjut dari putusan DKPP. Bukan putusan DKPP yang digugat karena sifatnya final, tapi Kepres pasca putusan DKPP itu. Jadi menurut saya, ini masih ada celah sebenarnya," ujar Rahmat Idrus, ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Sulawesi Barat.
Terlepas dari mekanisme hukum yang ia uraikan di atas, dugaan asusila yang menimpa Hasyim Asy'ari tersebut idealnya jadi pelajaran berharga bagi penyelenggara Pemilu dan Pilkada; KPU dan Bawaslu. Rahmat Idurs yang juga akademisi dari Universitas Tomakaka itu mengatakan, komisioner KPU dan Bawaslu tidaklah cukup dengan hanya tunduk pada aturan hukum saja. Dalam hal ini Undang-Undang dan juga PKPU serta Perbawaslu.
Rahmat Idrus. (Foto/Facebook)
"Sebagai selain Undang-Undang, PKPU dan Perbawaslu, teman-teman penyelenggara dalam hal ini KPU dan Bawaslu juga mesti tunduk dan patuh pada etika yang mengikat mereka. Dalam hal ini etika tersebut telah diatur dalam kode etik yang mereka harus pegang teguh," urai Rahmat Idrus.
Untuk informasi, Hasyim Asy'ari telah menjabat sebagai Ketua KPU RI periode 2022-2027 sejak Selasa (12/4/2022). Pemilihan dilakukan melalui rapat pleno komisioner KPU di Kantor KPU RI, Jakarta. Rapat itu digelar setelah sebelumnya Presiden Joko Widodo resmi melantik tujuh orang komisioner KPU periode 2022-2027 di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Para komisioner itu adalah Hasyim Asy'ari, Mochamad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz. Di antara ketujuh komisioner KPU tersebut, Hasyim jadi satu-satunya petahana.
Dia telah menjabat sebagai Komisioner KPU RI sejak 2016. Kala itu, Hasyim masuk melalui sistem Pergantian Antar Waktu (PAW), menggantikan Komisioner KPU RI Husni Kamil Malik yang meninggal dunia.
Jabatan Hasyim sebagai komisioner KPU RI berlanjut hingga periode selanjutnya, yakni 2017-2022. Jauh sebelum berada di lingkungan KPU pusat, Hasyim lebih dulu menjabat komisioner KPU Provinsi Jawa Tengah pada 2003-2008.
Sementara itu, dewan pembina Esensi Sulawesi Barat, Nur Salim Ismail menilai, dari kasus Hasyim, semua pihak harus banyak belajar. Khususnya bagi seluruh penyelenggara, entah itu KPU atau Bawaslu di daerah.
Nur Salim Ismail. (Foto/Instagram)
Bagi Nur Salim, kian panasnya suhu politik jelang pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2024 sudah barang tentu bakal membuka peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan banyak cara ilegal baik secara hukum maupun di mata etik dalam memuluskan kepentingan politiknya. Sesuatu yang wajib dihindari oleh penyelengara Pilkada.
"Ini merupakan pelajaran berharga. Agar para komisioner untuk dapat lebih berhati-hati lagi dalam melangkah," sumbang Nur Salim Ismail. (*/Naf)