Membaca Esensi Hari Raya Idul Fitri
MAMUJU--Selain dimaknai sebagai hari kemenangan bagi umat muslim yang menjalankan ibadah puasa selama Ramadan, Idul Fitri pun menyimpan banyak makna yang sayang untuk tak ditelisik. Hari raya Idul Fitri pun mengandung banyak hikmah utamanya dalam dimensi sosial hubungan antar manusia.
Tokoh NU Sulawesi Barat, Sayyid Ahmad Fadlu Al Mahdaly menjelaskan, momentum Idul Fitri adalah masa dimana tak ada satu pun umat muslim yang merasa kekurangan dalam hal pemenuhan kebutuhan pokoknya. Kewajiban untuk mengeluarkan zakat fitrah di bulan Ramadan, kata Sayyid Fadlu, adalah bentuk kedermawanan kepada sesama.
"Di hari raya Idul Fitri, dipastikan bahwa tidak orang yang harus pergi meminta-minta hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Makanya ada zakat fitrah agar semua manusia dipastikan terpenuhi kebutuhan hidupnya. Ini kan pesan kemanusiaan," ujar Sayyid Ahmad Fadlu Al Mahdaly kepada WACANA.Info, Sabtu (13/04).
Momentum Idul Fitri, sambung Sayyid Fadlu, juga jadi titik kebahagiaan bagi seluruh umat manusia. Saat seluruh cinta dan kasih Tuhan ditumpahkan ke muka bumi.
Sayyid Fadlu yang juga Imam Masjid Agung Syuhada Polman itu pun mengutip sabda Rasulullah SAW yang mengatakan; 'ada dua hal yang membuat orang berpuasa itu bergembira, berbahagia. Pertama adalah ketika ia berbuka dan ketika bertemu Tuhannya'.
Sayyid Ahmad Fadlu Al Mahdaly. (Foto/Screenshoot Youtube)
"Hari ini kita berbahagia. Saat cinta Tuhan ditumpahkan ke muka bumi ini. Maka jangan rusak kebahagiaan itu dengan menyimpan dendam, menyimpan amarah dan kebencian. Lepaskan itu semua untuk menyempurnakan kegembiraan dan kebahagiaan itu bersama orang di sekitar kita," urai dia.
Dimensi sosial baik dalam pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadan, maupun di momentum hari raya Idul Fitri terasa sebegitu kuatnya. Sayyid Fadlu menjelaskan, makna dari menahan lapar, haus serta ragam ibadah selama berpuasa di bulan Ramadan itu adalah bagaimana menghadirkan penderitraan orang dalam diri kita.
"Ketika itu sudah hadir, diharapkan semua orang mau berbagai kepada sesama karena sudah merasakan bagaimana pahitnya hidup sebagai orang yang tak punya apa-apa. Bagi saya, nilai itu yang harus tetap kita jaga, yang seharusnya menjiwai segala aktivitas kita selama 11 bulan selanjutnya," pungkas Sayyid Ahmad Fadlu Al Mahdaly.
Idul Fitri; Kembali Kepada Keberagamaan yang Lurus
Setali tiga uang. Ketua PW Muhammadiyah Sulawesi Barat, Wahyun Mawardi melihat Idul Fitri sebagai kembalinya umat Islam kepada fitrah asalnya yang suci. Kembali berislam, tanpa benci, iri, dengki, serta bersih dari segala dosa dan kemaksiatan.
Wahyun Mawardi. (Foto/Net)
"Idul Fitri berarti kembali kepada keberagamaan yang lurus. Kembali dari segala kepentingan duniawi yang tidak isIami. Itulah esensi Idul Fitri yang sebenarnya," papar Wahyun.
Setelah menjalani sederet ibadah selama bulan suci Ramadan, umat muslim hendaknya memantapkan komitmennya untuk menjaga kesucian yang diraih selama Ramadan.
"Jangan biarkan kekosongan dari dosa itu ternodai kembali dengan melakukan kesalahan dan dosa," tutup Wahyun Mawardi.
Jaga Energi Spritual Ramadan
"Semoga momentum Idul Fitri ini tak hanya menguatkan kita dalam suasana psikologis saja. Tetapi juga makin menguatkan kita bersama dalam menapaki perjuangan membawa daerah ini makin progresif di masa mendatang,". Hal itu disampaikan Ketua DPRD Sulawesi Barat, Suraidah Suhardi.
Lewat keterangan tertulisnya, Suraidah mengatatakn, tahun 2024 bukanlah tahun yang mudah bagi masyarakat Indonesia dan Sulawesi Barat secara khusus. Di 2024 ini masyarakakat mesti melalui dinamika situasi ekonomi, sosial, termasuk politik.
Suraidah Suhardi. (Foto/Istimewa)
Itu semua, sambung Suraidah, berdampak pada kehidupan masyarakat. Ekonomi misalnya, mungkin terlihat stabil, taapi ketika diamati lebih seksama, tak sedikit masyarakat yang masih membutuhkan uluran tangan karena kondisinya yang belum berkecukupan.
"Kemudian secara sosial, sebulan terakhir kita bisa merangkum sejumlah peristiwa-peristiwa kriminal, kecelakaan dan gesekan sosial tampak mudah tersulut. Ini butuh perhatian, ada apa sebenarnya di tengah-tengah masyarakat hari ini. Saat situasi ekonomi dilaporkan meningkat, tetapi disaat yang sama kondisi-kondisi miris itu juga terjadi beriringan. Kemudian daerah ini mengalami masa transisi pemerintahan melalui momentum Pemilu. Tidak lama lagi rakyat akan menyambut Pilkada. Saya kira, kita butuh energi bersama agar proses politik itu bisa berjalan stabil tanpa mengakibatkan dampak atau ekses negatif di tengah masyarakat," urainya.
Pawai Obor Menyambut Hari Raya Idul Fitri di Mekatta, Kecamatan Malunda. (Foto/Azhari Surahman)
Suraidah pun berharap, energi spiritual Ramadan dapat tetap terpelihara bahkan hingga di luar Ramadan sekalipun.
“Di situ ujian kita sebenarnya. Karena sebulan ini kita telah digembleng dengan segala tuntunan dan tuntutan Ramadan. Semoga itu membentuk pribadi kita makin baik dari sebelumnya,” begitu kata Suraidah Suhardi. (*/Naf)