Banjir Mamuju

Tak Ada Pilihan Lain, Segera Relokasi !

Wacana.info
Kondisi Rumah Warga di Dusun Batang Barana Pasca Musibah Banjir dan Longsor Beberapa Hari Yang Lalu. (Foto/Istimewa)

MAMUJU--Sudah sepekan lebih musibah banjir dan longsor itu berlalu. Meski belum normal betul, sebagian warga sudah mulai beraktivitas, paling tidak memastikan barang rumah tangga atau barang berharga lainnya masih bisa dimanfaatkan.

Kengerian tentang dahsyatnya banjir dan longsor yang terjadi Minggu 11 Oktober 2022 itu sepertinya masih membengkas di benak warga yang menjadi korban. Betapa tidak, selain memutus akses utama menuju kawasan pemukiman warga, aliran air yang disertai material berupa tanah dan batu berukuran besar hari itu juga telah meluluhlantakkan sebagian rumah warga.

Seperti yang terjadi di Dusun Batang Barana, Desa Sondoang, Kalukku, Kabupaten Mamuju. Warga di salah salah satu titik terparah bencana banjir dan longsor tersebut kini tak lagi punya keinginan untuk bertahan di sana. Relokasi, jadi satu-satunya pilihan nyang mereka inginkan.

"Pada dasarnya, seluruh masyarakat tidak ingin lagi berukim di sini. Ini akan menjadi laporan kami ke Bapak Gubernur, bahwa masyarakat sudah tidak mau lagi tinggal di wilayah ini. Yang kedua, kita juga tentunya akan berkoordinasi dengan pemerintah Kabupaten Mamuju, bagaimana penyiapan lahannya dan bagaimana membangun rumah pemukiman yang tangguh terhadap bencana," ujar Kepala BPBD Provinsi Sulawesi Barat, Amri Eka Sakti saat berkunjung ke Dusun Batang Barana, Desa Sondoang, Kalukku, Kabupaten Mamuju, Selasa (18/10).

Sosialisasi Peringatan Dini dan Mitigasi Bencana oleh BPBD Sulbar. (Foto/Istimewa)

Tak sekadar mensosialisasikan peringatan dini bencana, Amri Eka Sakti dalam kunjungannya ke Dusun Batang Barana juga menyalurkan bantuan BTT kepada para warga. Pada kesempatan itu, Amri meminta kepada warga agar lebih meningkatkan sikap kesiapsiagaan dan mitigasi bencana. Terlebih di tengah cuaca yang masih ekstrim ini.

"Kita juga berikan pemahaman terkait bagaimana menjaga lingkungan. Menjaga alam, baik itu jangka pendek dan jangka panjang. Kita juga memberikan informasi terkait peringatan dini, bagaimana masyarakat bisa lebih pro aktif lagi dalam melakukan kegiatan peringatan dini terkait dengan kebencanaan," urai dia.

Amri juga menyinggung aktivitas alih fungsi lahan oleh masyarakat yang belakangan diduga kuat menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir dan longsor. Kata dia, aktivitas perekonomian masyarakat tak boleh dihalangi, meski tentu wajib dibarengi dengan berbagai pertimbangan. Mempertimbangkan keseimbamngan lingkungan salah satunya.

"Masyarakat pada dasarnya juga ingin hidup. Tapi kita sudah arahkan bahwa tebing-tebing yang terjal itu janganlah di ini (dirusak). Tapi diarahkan peruntukan lahannya yang sesuai dengan pertanian dan perkebunan. Kita jagalah tebing-tebing yang terjal itu, kita tanami dengan pohon-pohon yang lebih produktif," pungkas Amri Eka Sakti.

Sebelum Relokasi Itu Dilakukan

Dusun Batang Barana, Desa Sondoang, Kalukku, Kabupaten Mamuju memang jadi salah satu titik terparah akibat banjir dan longsor yang beberapa hari lalu. Ospi relokasi memang menjadi sesuatu yang mesti dilakukan, selain karena kondisi alam yang memang rawan, material tanah dan batu yang terbawa banjir dan longsor memang langsung menerjang pemukiman warga.

Menurut Kepala BPBD Mamuju, Taslim Sukirno, banjir dan longsor memang juga terjadi di tempat lain. Tapi di Dusung Batang Barana, material yang mengiringi banjir dan longsor itu langsung menerjang rumah-rumah warga.

"Dusun Batang Barana saja ini yang memang harus direlokasi. Karena yang lain ini, seperti Pamulukang itu ada juga rencana seperti itu (relokasi). Tapi saya kira akan memakan proses yang panjang. Kemudian ada juga di Uhaimate, meski menurut kami tidak begitu mendesak, sebab hanya jalannya saja yang longsor, sama juga dengan Pamulukang, jalannya yang terisolir. Bukan di lokasi warga yang terkena, kecuali yang di Batang Barana," sebut Taslim kepada WACANA.Info.

Batu Berukuran Besar jadi Material yang Menerjang Pemukiman Warga saat Banjir dan Longsor Terjadi. (Foto/Istimewa)

Bagi Taslim, ada banyak hal yang mesti didudukkan bersama, harus dibincang bersama sebelum rencana relokasi warga itu benar-benar dieksekusi. Salah satunya tentang hasil asesmen yang dilakukan pasca bencana; fase rehabilitasi dan rekonstruksi.

"Asesmen itu dilakukan setelah masa transisi, di pasca bencana. Nah ini nanti Perkim yang turun melakukan asesmen, datanya kan sudah ada sama kami. Nah bagaimana nanti pertimbangannya, apakah memang relokasi itu dianggarkan oleh kabupaten atau provinsi. Itu dibicarakan di masa pasca bencana kalau itu," sambung Taslim.

Relokasi, masih oleh Taslim, memang jadi sesuatu yang mutlak untuk dilakukan. Apalagi dengan melihat kondisi khususnya di Dusun Batang Barana. Betapa lokasi itu kini sama sekali jauh dari kata layak untuk dijadikan pemukiman warga. Belum soal potensi bencana serupa yang ke depan bisa saja terjadi.

"Dari pada mereka di situ terus. (Bencana) tidak mungkin untuk dihindari, makanya pasti akan dipindahkan. Tapi memang kami perlu dulu pendalaman di sisi tanah atau lokasinya dimana yang akan dijadikan tempat relokasi. Apakah hibah, atau lokasi yang dibeli oleh pemerintah propvinsi. Setelah itu final, berapa KK yang harus direlokasi yang akan direlokasi ke tempat tersebut," tutup Taslim Sukirno.

Berdasarkan data dari BPBD Mamuju, hingga hari ini tercatat sebanyak 2.696 KK alias 8.854 jiwa terdampak musibah yang terjadi 11 Oktober 2022 itu (Kecamatan Mamuju dan Kecamatan Kalukku). 19 unit rumah hanyut, rusak berat sebanyak 53 unit, 3 unit tiang listrik yang tumbang, kantor desa yang terendam lumur 1 unit, SD terendam lumpur 1 unit, 2 unit Puskesmas terendam lumpur, serta 1 unit jembatan yang rusak. Musibah tersebut juga memberi dampak buruk pada 2.696 unit rumah warga, termasuk akses jalan yang terendam sepanjang 3,5 Kilometer. (*/Naf)