Menggugat Kesiapan Sulbar Menuju Daerah Penyangga IKN

MAMUJU--Provinsi Sulawesi Tengah menegaskan diri sebagai daerah penyangga Ibu Kota Negara (IKN). Tak sekadar jargon saja, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah bahkan telah menetapkan Kabupaten Donggala sebagai kawasan penyangga kebutuhan pangan untuk IKN yang ditetapkan bakal berdiri di wilayah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur itu.
Sebagai langkah konkret dari kebijakan di atas, Gubernur Sulawesi Tengah, Rusdy Mastura telah bertemu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Pandjaitan beberapa waktu lalu di Jakarta. Agendanya jelas, membahas kawasan penyangga pangan IKN. Dikutip dari antara, tim dari Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi bahkan sedang mendesain kawasan pangan tersebut. Dalam waktu dekat, tim itu akan berkunjung ke Sulawesi Tengah melihat langsung lokasi yang dimaksud.
Jika Sulawesi Tengah sudah 'berlari' untuk IKN, bagaimana dengan Sulawesi Barat ?.
Sepertinya publik harus menerima kenyataan bahwa Provinsi ke-33 ini memang belum benar-benar siap untuk ikut andil dalam upaya menyangga IKN. Rektor Unika Mamuju, Sahril menilai, sejumlah regulasi membutuhkan semacam revisi untuk dapat menggaransi upaya Sulawesi Barat sebagai penyangga IKN itu dapat diwujudkan.
"Potensi ada. Tapi yang paling fatal menurut saya adalah pemerintah. Saya mau bilang, ketika Sulteng sudah teken kontrak bicara tekhnis terkait dengan persoalan apa yang akan mereka lakukan, pertanyaannya, apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah di Sulbar ?. Belum ada. Kita masih disandera oleh berbagai regulasi yang kemudian menjadi pengikat kita dalam rangka melakukan pergerakan untuk menyiapkan diri," urai Sahril di forum diskusi publik yang diinisasi oleh pengurus HMI cabang Manakarra, Selasa (8/02).
Jauh sebelum isu IKN itu mendengung di ruang publik, Sulawesi Barat dan Kalimantan Timur sudah sejak jauh haru telah terkoneksi oleh ragam aktivitas ekonomi yang dilakoni oleh masyarakat. Hal tersebut, menurut Sahril, jadi bukti kuat betapa pemerintah sesungguhnya punya peluang yang sangat besar untuk mengambil peran vital dalam hal menyangga kebutuhan IKN di masa mendatang.
Rektor Unika Mamuju, Sahril. (Foto/sulbarprov.go.id)
"Kita sudah berkontirubusi besar ke Kalimantan Timur itu jauh sebelum adanya isu IKN. Hanya saja, aktivitas tersebut dilakukan oleh masyarakat. Mestinya pemerintah hadir di sana, utamanya dalam hal mendesain aktivitas business to business tersebut," tegas Sahril pada diskusi publik yang dipusatkan di salah satu Warkop di kota Mamuju itu.
Semangat di Jargon, Kuat di Narasi dan Statement
Nada pesimis juga datang dari lembaga legislatif Provinsi Sulawesi Barat. Muhammad Hatta yang sekretaris Komisi II DPRD Sulawesi Barat itu menganggap, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat tak punya keseriusan untuk ikut ambil bagian dari diputuskannya wilayah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur sebagai IKN.
"Memang IKN disiunggung dalam rancangan akhir RPD (Rencana Pembangunan Daerah) Sulawesi Barat tahun 2023-2026. Tapi rencana aksinya tidak ter-breakdown secara rill. Dia memang dibunyikan, tapi dalam langkah konkret, itu tidak di-breakdown ke bawah dalam bentuk program atau kegiatan," ujar Muhammad Hatta, politisi NasDem itu.
Padahal, sambung Hatta, sebagai daerah yang relatif dekat dengan kawasan IKN, Sulawesi Barat hari ini mestinya sudah menyiapkan segala sesuatunya secara jelas ihwal apa dan bagaimana Sulawesi Barat dalam hal menyangga kebutuhan IKN. Sebuah harapan yang secara nyata bakal ikut berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Sulawesi Barat juga.
"Kesimpuannya adalah memang kita belum siap. Sementara Sulteng sudah bergerak. Mereka bahkan sudah kesepakatan dengan kaltim. Sudah ekspose dengan pemerintah pusat. Kita maunya, ada desain yang jelas yang dimunculkan dalam RPD. Mestinya ada cantolan yang lebih tegas, bukan abstrak," sambungnya.
Dilansir dari sulbarprov.go.id, Kepala Bappeda Sulawesi Barat, Junda Maulana menjelaskan, sejumlah target yang belum tercapai di RPJMD 2017-2022 akan dilanjutkan pada RPD 2023-2026. Utamanya yang berkaitan dengan indeks pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi dan angka kemiskinan, tiga poin yang menjadi fokus arah pembangunan.
Sekretaris Komisi II DPRD Sulbar, Muhammad Hatta. (Foto/Istimewa)
Masih oleh Junda, arah pembangunan daerah yang termaktub dalam RPD 2023-2026 terbagi dalam tiga isu strategis. Pertama isu global, yang difokuskan pada tujuan pembangunan berkelanjutan, sustainable, development goal’s (TPB/SDG’s), pandemi Covid-19, pengarusutamaan gender, serta revolusi industri 4.0.
Lalu ada isu nasional, fokus pada peningkatan kualitas pembangunan manusia, pembangunan yang merata dan berkeadilan, pemenuhan standar pelayanan minimal, bonus demografi, pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur, pembangunan inklusif, serta penurunan transfer fiskal.
Serta isu regional yang mencakup konektivitas wilayah regional, konflik perbatasan, bencana alam di wilayah Sulawesi, dan kerjasama antardaerah.
"Kita belum siap dengan bagaimana menyambut IKN. Kita hanya semangat dii jargon, hanya kuat di narasi dan statement saja. Tapi langkah konkret untuk harapan itu tidak terencana. Tidak terlihat secara jelas dari gambaran draft RPD," keluh Muhammad Hatta.
Kebijakan Pemprov Sulbar Cenderung Tidak Nyambung
Menyesuaikan diri dengan melakukan revisi sejumlah regulasi jadi poin yang harus segera dituntaskan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat. Sebab, bagaimana mungkin beradaptasi dengan kondisi kekinian, sementara payung hukum yang digunakan tak memberi ruang yang lega untuk segala penyesuaian tersebut.
ketua MD KAHMI Mamuju, Dr Rahmat Idrus menguraikan, langkah awal yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah adalah menata produk perundang-undangan daerah. Sebab sendi utama dalam sistem administrasi kenegaraan adalah hukum, aturan.
"Kita mau menambah saja mesti ada aturan. Karena kalau kita tidak tambah, kita tidak sesuaikan, yang terjadi yah jangan harap kita bisa menjadi penyangga IKN. Salah satu permasalahan saat ini menurut saya adalah Perda Nomor 1 Tahun 2014 belum disesuaikan tentang RTRW. Seharusnya dalam materi muatan revisinya, masuk itu program atau rencana strategisnya untuk penguatan Sulbar sebagai penyangga IKN. Apa itu, kawasan-kawasan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan strategis harus dikuatkan dalam Perda tersebut," terang pria yang juga praktisi hukum itu.
Hal lain yang juga jadi autokritik Rahmat Idrus adalah tentang arah perencanaan pembangunan daerah yang seolah tidak jelas. Terkesan 'nggak nyambung'. Termasuk menggugat pemerintah daerah untuk konsisten pada kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi (tertuang di bagian ketiga Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang RTRW Sulawesi Barat tahun 2014-2034)
Dr Rahmat Idrus. (Foto/Manaf Harmay)
Pasal 4 ayat (2) Perda Nomor 1 Tahun 2014 dijelaskan bahwa Mamuju sebagai Pusat Kegiatan Nasional Promosi (PKNp). Terdiri dari Mamuju (Ibukota Kabupaten Mamuju)-Tampapadang-Belang Belang (MATABE) yang potensial berfungsi sebagai pusat kegiatan terpadu kepelabuhanan, kebandarudaraan, industri, perdagangan, pergudangan, peti kemas dan pariwisata.
"Saya sempat terlibat dalam pembahasan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis). Kawasan MATABE itu sebenarnya sudah matang konsepnya. Tentang kawasan industri yang ada di Belang-Belang itu sebenarnya sudah matang konsepnya. Persoalannya good will saja sekarang. Terus jalan arteri dan pengembangan Bandara serta yang lain sebagainya, termasuk pelabuhan (Belang Belang). Itu semua sebenarnya persoalan good will saja sekarang, kemauan pemerintah. Tapi kenapa misalnya justru kita fokus ke pelabuhan Silopo. Kenapa mau bangun lagi Bandara di Matakali atau di Binuang itu. Hal ini kan satu kebijakan dengan yang lainnya tidak nyambung," demikian Dr. Rahmat Idrus. (*/Naf)