Pro Kontra Perubahan Nama Bandara

Wacana.info
Rapat Koordinasi Pengusulan Perubahan Nama Bandara Tampa Padang. (Foto/sulbarprov.go.id)

MAMUJU--Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat memutuskan bakal mengusul perubahan nama Bandara Tampa Padang Mamuju menjadi Bandara Andi Depu Tampa Padang Mamuju. Itu jadi poin utama yang menjadi hasil pelaksanaan rapat koordinasi pengusulan perubahan nama Bandara Tampa Padang yang digelar di Rujab Sekrprov Sulawesi baru-baru ini.

Perubahan nama Bandara tersebut merupakan tindaklanjut dari rangkaian kegiatan terkait usulan untuk mengubah nama Bandara yang telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir. Muhammad Idris, Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Barat menjelaskan, Bandara Andi Depu Tampa Padang Mamuju merupakan opsi utama yang bersumber dari serangkaian informasi yang diperoleh baik dari spirit para pejuang, diskusi, serta dan seminar yang telah dilakukan.

"Pertemuan hari ini intinya bagaimana mengecek kelengkapan administrasi itu supaya memenuhi harapan, baik pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perhubungan yang memang kita minta untuk mempercepat perubahan nama itu, maupun dari kita sendiri. Pada saat kita memfinalkan nama Bandara itu harus memang di SK-kan oleh Kementerian Perhubungan. Sehingga untuk mendapatkan SK itu harus melalui sejumlah prosedur. Termasuk bagaimana mengakomodasi berbagai macam kebutuhan dan kepentingan daerah," urai Muhammad Idris kepada sejumlah awak media.

Nama Andi Depu yang jadi pelengkap Tampa Padang pada pengusulan nama Bandara tersebut bukannya tanpa alasan. Kata Muhammad Idris, pemerintah dan masyarakat hendaknya mengapresiasi sosok Andi Depu, satu-satunya pahlawan Nasional asal Sulawesi Barat.

"Bukan sejak tahun 2015 (pengusulan perubahan nama Bandara), tapi sejak daerah ini dicanangkan untuk menjadi sebuah provinsi. 2015 itu salah satu bagian dari seminar untuk memperyajam perubahan nama. Dan Alhamdulillah kita sepakati pejuang Nasional kita kan satu-satunya di Sulbar itu Ibu Agung Andi Depu yang menjadi tokoh Nasional kita dan akhirnya kita abadikan namanya di dalam Bandara. Sekarang kan Tampa Padang, itu sudah legal. Tapi kita ingin nama ini diparipurnakan berdasarkan semangat yang kita miliki se Sulbar. Bukan hanya nama satu tempat saja," begitu kata Muhammad Idris.

Penolakan Warga Sekitar Bandara Tampa Padang Terkait Rencana Perubahan Nama Bandara. (Foto/Yudha Hari Abri)

Meski sudah bersepakat mengubah nama Bandara, Pemerintah Provinsi Sulawesi sepertinya masih harus mengaantongi sederet dokumen persetujuan dari sejumlah pihak. Sebelum Kementerian Perhubungan membubuhkan tanda tangan persetujuannya.

Pengusulanm nama Bandara mesti mengikuti mekanisme seperti yang tercantum dalam peraturan Menteri Nomor 39 tahun 2019. Setidaknya ada tujuh pihak yang wajib diminai surat persetujuannya untuk harapan mengubah Bandara Tampa Padang menjadi Bandara Andi Depu Tampa Padang Mamuju; Surat persetujuan Gubernur, surat persetujuan DPRD Sulawesi Barat, surat persetujuan Bupati, surat persetujuan DPRD Kabupaten, surat persetujuan masyarakat adat, surat persetujuan ahli waris yang digunakan namanya, serta surat persetujuan dari pengelola Bandara.

DPRD Sulbar Tak Sudi Bahas Perubahan Nama Bandara

Ketimbang menyibukkan diri dalam urusan ubah mengubah nama Bandara, akan jauh lebih baik jika Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat memberi fokus perhatian yang lebih menyambut Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang oleh pemerintah pusat telah diputuskan bakal berada di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim).

Sekretaris Komisi II DPRD Sulawesi Barat, Muhammad Hatta menilai, sebagai salah satu provinsi yang letaknya tak jauh dari IKN, Sulawesi Barat hendaknya bersiap untuk jadi daerah penyangga pusat pemerintahan yang baru itu. Bukan sibuk untuk hal-hal yang tak substantif.

"Selalu tidak cerdas dalam melihat momentum," sebut Hatta kepada WACANA.Info, Selasa (1/02).

Anggota DPRD Sulbar, Muhammad Hatta. (Foto/Manaf Harmay)

Sebagi pihak yang bakal dimintai persetujuannya, DPRD Sulawesi Barat, sambung Hatta tak akan membahas usulan perubahan nama Bandara itu. DPRD tak ingin tercebur ke dalam polemik yang terpampang nyata akibat kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat tersebut.

"Kami tidak mau bahas. Karena ini sama saja membawa DPRD masuk ke dalam ranah polemik yang sangat jelas. DPRD Sulbar tidak pernah meminta untuk ganti nama Bandara, kok tiba-tiba ada proses (mengibah nama Bandara). Dan alasan perubahan nama Bandara itu bagi kami tidak mendasar," kata politisi NasDem itu.

Mengubah nama Bandara bukan hal yang sifatnya memdesak. Masih oleh Hatta, Sulawesi Barat tak akan kena sanksi dari pemerintah pusat meski tetap menggunakan nama Bandara Tampa Padang seperti yang telah berlaku selama ini.

"Bagi kami proses ini tidak cerdas, dan akan menggiring pada suasana yang pro dan kontra yang tentu tidak baik bagi percepatan pembangunan. Mengganti nama Bandara adalah hal yang keliru dan tidak momentum. Padahal kita butuh percepatan dan fokus dalam menyambut IKN," demikian Muhammad Hatta.

Pro Kontra untuk Sebuah Kebijakan adalah Sebuah Keniscayaan

Ibu Agung Hajjah Andi Depu memang dikenal sebagai pejuang perempuan asal Sulawesi Barat. Beliau lahir di Suilawesi Selatan, 18 Juni 1985 dan tercatat sebagai raja Balanipa ke-52.

Untuk mengenang jasa-jasanya, Andi Depu diberi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 8 November 2018 berdasarkan Keppres No. 123/TK/Tahun 2018. Akademisi Unsulbar, Muhammad menilai, adalah hal yang wajar jika pemerintah Provinsi Sulawesi Barat mengabadikan nama Andi Depu lewat kebijakan perubahan nama Bandara.

"Seharusnya melalui pengkajian filosofi, historis. Jika perlu dibuat uji publik. Sebaiknya jika diganti, maka menyesuaikan ikon nama pahlawan Nasional di Sulbar sebagaimana daerah lain yang Bandaranya mengabadikan nama pahlawan sebagai apresiasi terhadap jasa para pahlawan," tulis Muhammad dalam keterangannya.

Akademisi Unsulbar, Muhammad. (Foto/Istimewa)

Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat yang kembali membunyikan isu perubahan nama Bandara itu pun dianggap sebagai bentuk pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah. Bukan apa-apa, sejak awal isu itu menggelinding beberapa tahun lalu, sejumlah pihak terutama masyarakat sekitar Bandara telah dengan tegas menolak usulan tersebut.

Bagi Muhammad, pro dan kontra untuk sebuah kebijakan pemerintah dalam sebuah keniscayaan. Terlebih di tengah iklim demokrasi yang terus tumbuh dewasa ini.

"Setiap produk dari pemerintah baik kebijakan maupun aturan sudah niscaya ada yang pro dan ada yang kontra. Utamanya di tengah demokrasi. Kalau kesan dipaksakan, memang produk pemerintah sifat antominya harus dipaksakan terutama bagi yang kontra," ujar Muhammad, pengamat politik dan pemerintahan itu.

Penolakan Mesti Dimaknai Sebagai Alarm oleh Pemerintah

Penentuan nama Bandara tidak bisa ditentukan semata-mata oleh dan atas nama pemerintah sendiri. Budayawan Sulawesi Barat, Bustan Basir menilai, penamaan Bandara idealnya didahului oleh kajian mendalam dari ahli sejarah, budayawan, antropolog. Termasuk harus melihat dari perspektif ekonomisnya. 

"Nama Bandara bukan semata meletakkan nama pahlawan sebab Bandara adalah ruang publik. Tidak hanya publik lokal, tetapi, nasional hingga internasional. Penolakan masyarakat itu adalah alarm bagi semua pihak untuk tidak melawan arus. Baiknya melibatkan lagi banyak pihak dalam penentuan nama bandara tersebut," papat Bustan Basir yang diuhubungi via WhatsApp.

Budayawan Sulbar, Bustan Basir. (Foto/Facebook)

Masih oleh Bustan, Bandara adalah wajah utama sebuah daerah. Sebab itulah kesan pertama yang didapat saat orang-orang datang suatu daerah tertentu. Melalui Bandara, terbayang secara etnografis apa dan bagaimana masyarakat di daerah tersebut. Terbayang potensi SDM, alam dan potensi lainnya. 

"Dengan demikian penamaannya perlu ada riset tinjauan banyak aspek. Di sisi lain, penamaan Bandara yang mampu menggambarkan dari seluruh yang saya disampaikan di atas juga bersifat mendesak," pungkas Bustan Basir, pria yang sempat mengenyam pendidikan perguruan tinggi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu. (Naf/A)