Yang Meraup Rupiah di Tengah Antrean
MAJENE--Proses pengerukan tebing di beberapa spot utama di sepanjang jalan trans Sulawesi Majene-Mamuju telah berlangsung selama beberapa bulan. Selain unuk memperlebar jalan, pengerukan jalan tersebut juga ditujukan demi meminimalisir potensi longsor yang dapat mengancam keselamatan pengguna jalan.
Ada risikonya memang. Selain penerapan buka tutup jalan demi kelancaran proses pengerukan, aktivitas tersebut juga bikin akses utama penghubung Kabupaten Majene dan Mamuju itu lebih sulit lagi untuk dilalui. Jika hujan turun, pengendara bakal memilih untuk berhenti jika tak ingin terjebak di jalan yang dipenuhi lumpur. Becek soalnya.
Kedua kondisi di atas acap kali jadi penyebab utama kemacetan panjang kendaraan yang terjadi di empat titik utama pengerukan tebing yang kini masih berlangsung itu. Berjam-jam lamanya pengguna jalan mesti bersabar untuk dapat melalui jalan tersebut.
(Foto/Manaf Harmay)
Bagi sebagian pihak, kondisi tersebut jelas jadi satu kerugian sendiri. Utamanya bagi penguna jalan yang mau tak mau harus terjebak dalam antrean panjang kendaraan. Meski di lain sisi, ada juga segmen masyarakat yang justru meraup keuntungan dari sederet efek buruk dari proses pengerukan di bawah kendali Balai Satker Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sulawesi Barat itu.
Nurdaliah namanya. Warga desa Tubo Tengah Kecamatan Tubo Sendana. Sudah sejak tiga bulan terakhir ia berjualan tepat di sisi jalan sebelum 'tanjakan Lombokna' di Tubo Tengah (dari arah Majene ke Mamuju). Di sana, ia menyediakan ragam kebutuhan bagi antrean kendaraan yang mengular hingga sekian kilometer panjangnya.
Di lapak sederhana yang ia buat tersedia air mineral, munuman bersoda, ragam snack, mie instan, kopi dan teh, hingga beberapa jenis kebutuhan yang dianggap bakal dibutuhkan oleh pengguna jalan yang harus menunggu hingga antrean terurai. Termasuk rokok.
Meski tak seberapa, Nurdaliah mengaku setiap harinya ia bisa meraup keuntungan dari usaha dadakan yang diinsiasikannya itu.
"Yah Alhamdulillah Pak, bisa membantu kebutuhan ekonomi rumah tangga. Suami selama ini hanya mengandalkan hasil tangkapan di laut. Dengan ini bisa sedikit membantu Pak," beber Nurdaliah saat ditemui di lapak sederhananya belum lama ini.
(Foto/Manaf Harmay)
Deretan lapak seperti yang dimiliki oleh Nurdaliah saat ini telah dengan mudah ditemukan di titik-titik pengerukan jalan di trans Sulawesi itu. Lapak-lapak itu berdiri, memanjang seolah ikutan antre bersama kendaraan yang juga harus antre. Menunggu rezeki dari pengguna jalan.
"Saya termasuk yang pertama-pertama buka di sini Pak. Kalau sekarang sudah banyak. Dan memang hampir semua warga di sini ji yang punya," sambungnya.
Tak cuma mengandalkan rupiah dari pengguna jalan saja, Nurdaliah beserta ragam jualannya yang dijajakannya di lapak sederhanya itu juga melayani permintaan kebutuhan dari para pekerja proyek pengerukan tebing. Di jam-jam istirahat, dimana akses jalan dibuka, para pekerja proyek sering mengisi waktu rehatnya di lapak Nurdaliah.
"Kan kalau istirahat pekerjanya, jalan dibuka. Pekerja proyek juga sering di sini Pak. Makan mie, atau ngopi," ujarnya.
Nurdaliah juga masih mengingat peristiwa longsor yang merenggut nyawa pengguna jalan beberapa waktu lalu. Lokasinya tak jauh dari tempat ia mengais rezeki, peristiwa tersebut masih tersimpan jelas di ingatan Nurdaliah.
"Jadi waktu itu Pak, hujan memang. Warga di sini sebenarnya sudah sarankan untuk tidak jalan. Karena bahaya. Tapi tidak tahu bagaimana, mungkin karena lihat ada mobil lain yang jalan, terus diikuti mi. Lalu ada juga satu mobil yang ikut di belakangnya. Pas bongkahan batu itu jatuh, mobil di tengah yang pas kena. Kita tidak tahu mobilnya kena longsoran Pak. Nanti kita lihat mobilnya berhenti, terus berasap, baru warga pergi lihat," tutur Nurdaliah. (Naf/A)