Dicecar DPRD, Ekesekutif Beri Jawaban

Wacana.info
Sekda Provinsi Sulbar, Muhammad Idirs. (Foto/InstagramPemprovSulbar)

MAMUJU--DPRD Provinsi Sulawesi Barat me-warning pemerintah Provinsi Sulawesi Barat. Lewat pandangan fraksi-fraksi di lembaga legislatif itu, DPRD meninggalkan sejumlah catatan penting terkait pelaksanaan APBD Provinsi Sulawesi Barat tahun 2020.

Mulai dari manajemen RSUD Provinsi Sulawesi Barat, masih tingginya angka kemiskinan dan stunting. Termasuk Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenan (Silpa) yang tergolong tinggi, serta mekanisme penggunaan dana pinjaman lewat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Paripurna DPRD dengan agenda jawaban Gubernur atas pemandangan fraksi-fraksi terhadap Ranperda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun 2020 jadi ruang bagi eksekutif memberi penjelasan untuk sederet catatan di atas.

Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Barat, Muhammad Idris menguriai, status RSUD Provinsi Sulawesi Barat yang saat ini telah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) memang mengharuskan ia harus dilengkapi Badan Pengawas.

"Memang ada beberapa penekanan dari DPRD. Misalnya rumah sakit bukan hanya aspek pembayaran, namun status BLUD-nya memang harus ada badan pengawasnya sesuai peraturan yang ada karena ini menjadi kebutuhan," ujar Idris dalam kapasitasnya mewakili Gubernur usai menghadiri paripurna DPRD Provinsi Sulawesi Barat, Selasa (15/06).

Muhammad Idris Saat Menghadiri Paripurna DPRD Sulbar. (Foto/Habluddin)

Tentang angka upaya menekan angka kemiskinan, Idris mengaku, hal itu memang masih menjadi pekerjaan rumah yang hingga kini terus dimaksimalkan. Ia pun optimis, dengan koordinasi yang baik dengan seluruh stake holder, termasuk dengan DPRD, persoalan tersebut pelan-pelan bakal menemui titik terang.

"Saya kira pergeseran kemiskinan anda bisa lihat dalam data. Tapi itu tidak serta merta signifikan. Ada usaha yang akan kita diskusikan di Bamus (Badan Musywarah) nanti," ucap dia.

Silpa untuk APBD tahun 2020 yang terbilang masih tinggi, menurut Idris, mesti dilihat dari berbagai macam faktor. Adalah sesuatu yang agak keliru jika kondisi tersebut dinilai sebagai kegagalan eksekutif dalam mengelola anggaran.

"Saya kira interpretatif yah. Kalau ada Silpa besar ada program tidak jalan. Tapi kan bisa juga karena efesiensi, dan itu rill," sebutnya.

"Kalau soal PEN, kita tahu tahun 2020 Alhamdulillah kita dapat. Saya sebut Alhamdulillah karena tidak semua usaha kita dapatkan. Walaupun hanya Rp 37 Miliar tapi ini cukup membantu kita menyelesaikan infrastruktur kita. Memang dikatakan tidak dibahas dengan DPRD, (sebab) memang sifatnya PEN ini tidak mesti dibahas dan semua daerah begitu. Untuk tahun 2021 pinjaman PEN ini sementara dalam proses sudah ada pengusulan kurang lebih Rp 300 Miliar," pungkas Muhammad Idris sekaligus penjelasannya seputar mekanisme penggunaan pinjaman PEN. (Hab/Naf)