Pesta itu Bernama Pilkada: Antara Baper, dan MotoGP
Oleh: Manaf Harmay
(Pemimpin Redaksi Wacana.Info)
"Kita harus mampu menganggap proses Pilkada ini sebatas rutinitas belaka. Dengan begitu, tak perlu ada pihak yang dengan mati-matian mencapai tujuannya di Pilkada. Apalagi sampai harus mengorbankan kepentingan orang lain,".
Demikian Penggalan statement dari seorang Hadar Nafis Gumay Komisioner Paling Senior di jajaran KPU RI saat berada di Mamuju belum lama ini.
Kala itu, langit sedang terik-teriknya, Sabtu awal September 2016 lalu, ia berbicara di atas panggung kehormatan pada even launching pelaksanaan Pilkada Sulawesi Barat.
Di hadapan bersama beberapa 'orang penting' di jajaran penyelenggara dan pengawas Pilkada level nasional ia seakan ingin menyampaikan beberapa pesan bijak.
Bisa saja, pria berkacamata itu ingin menitip pesan kepada publik bahwa selayaknya sebuah pesta, Pilkada seharusnya memang layak tuk dirayakan.
Hanya saja, yang perlu dicatat sekaligus dicamkan dalam jiwa, terminologi pesta tak harus selalu diwarnai dengan ulah 'semau gue' dari para penikmatnya.
Pesta dalam sudut pandang berdemokrasi mestinya dimaknai sebagai momentum bagi masyarakat dalam merayakan peristiwa dimana mereka terlibat langsung dalam memilih sekaligus menentukan sendiri siapa pemimpin yang paling tepat untuk periode lima tahun selanjutnya.
Bukan justru 'semau gue' untuk saling menghujat antar satu dengan yang lainnya. Benar adanya. Kini yang terjadi, justru hegemoni pesta berdemokrasi di Tanah yang Malaqbi ini malah dihiasi dengan saling lempar hujat antar satu pendukung pasangan calon dengan tim dari pasangan calon lainnya.
Kondisi itu mungkin saja juga disebabkan oleh karena tingkat kedewasaan masyarakat kita yang belum sampai pada titik dimana perbedaan pilihan politik tak lebih dari sekedar sebuah keniscayaan; 'Sunnatullah' dari sebuah momentum politik.
Perdebatan antar tim tersebut malah dibawa ke ruang perasaan yang justru kian memperuncing ulah saling hujat di antara pendukung pasangan calon. Kalau tak percaya, lihat saja ragam perdebatan seputar Pilkada di sejumlah medsos.
Terbawa Perasaan atau dalam istilah kerennya disebut 'baper', sesungguhnya semakin membuat kita jatuh kian dalam ke jurang perpecahan. Padahal pesta demokrasi di Pilkada ini tidak perlu dirayakan seperti itu. Keliru, kalau saya.
Bukankah Pilkada ini hanya sebatas rutinitas lima tahunan semata ?.
Aksi saling serang plus saling hujat antar sesama pendukung pasangan calon di atas berakibat pada ketegangan terselubung di tengah masyarakat. Lantas, kalau begitu kondisinya, apa yang kita harus banggakan dengan gaya saling hujat itu ?.
Pilkada Sulawesi Barat terhitung tak lama lagi bakal dihelat. Mesin politik dari masing-masing pasangan calon pun dengan maksimalnya terus digerakkan.
Tak salah kiranya jika kita memetik makna dari aksi saling susul di track MotoGP. Di ajang balap motor termegah se antero bumi itu, masing-masing pembalap berusaha untuk menjadi yang terdepan.
Tapi ingat, di atas lintasan, mereka diwajibkan untuk tetap stay di race line masing-masing.
Artinya apa, para 'tim hore' dari masing-masing pasangan calon sah-sah saja untuk bekerja semaksimal mungkin memperjuangkan 'jagoannya' di Pilkada. Namun, yang perlu dicamkan adalah terdapat norma dan aturan yang mesti tetap ditegakkan oleh para 'tim hore' tersebut.
Jika kondisinya dapat diciptakan seideal itu, maka perdebatan antar satu pendukung pasangan calon dengan pendukung pasangan calon lainnya akan berputar pada aksi saling jual program. Bukan lagi dangkal seperti saling hujat di antara mereka (kian parah kalau sampai baper).
Lihatlah bagaimana para pembalap di MotoGP ketika menuntaskan lap demi lap balapan. Begitu memarkir motornya tak jauh dari garis finish, tiga pembalap teratas hampir pasti saling sapa antar satu dengan yang lainnya.
Pun jika ada yang tak puas, atau bahkan mempersoalkan sesuatu dari jalannya pambalan, maka semua diselesaikan dengan cara yang semestinya, maka race direction akan bekerja. Semua pun tunduk pada apapun hasil dari sang pengadil berwujud race direction itu. Fair!
Kembali ke kontestasi jelang Pilkada Sulawesi Barat, aksi foto bareng ketiga pasangan calon di sela-sela agenda pemeriksaan kesehatan di Makassar belum lama ini semoga saja bisa meredakan segala ketegangan yang sungguh kian mengakar di antara pendukung pasangan calon.
Foto bersama dengan pose sama-sama mengangkat jempol yang dipertontonkan para kontestasi di Pilkada Sulawesi Barat mestinya sanggup tuk menebar kehangatan di tengah panasnya suhu jelang Pilkada. Kira-kira sama teduhya tatkala melihat aksi pose bersama para jagoan MotoGP di atas podium 1,2 dan 3,. Menebar senyum sambil mengangkat trophy-nya masing-masing, atau aksi kontestan Pilkada DKI Jakarta yang 'berselfie' ria bersama (teduh betul, he he he).
"Ini momennya untuk kita tekadkan agar Pilkada nanti bisa berjalan dengan demokratis. Berjalan dengan bersih, berjalan dengan damai. Ini momen untuk kita lakukan penyadaran diri, membangun tekad kita semua. Kepada elemen yang berperan didalamnya, bukan hanya kami di KPU, tetapi juga dari unsur pengawasan, pemangku kepentingan lainnya, peserta yang di belakangnya ada Parpol, dan juga unsur keamanan, dan kita semua sebagai unsur pemilih. Kami ingin mengajak kita semua berperan menjalankan apa yang menjadi tanggung jawab kita,". Itu pesan penutup Hadar Nafis Gumay. (*)
Banana Nugget, 28 September 2016.