Airlangga Mundur, Bagaimana Golkar di Pilkada Serentak ?

MAMUJU--Airlangga Hartarto memutuskan mundur dari posisinya sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Sebuah keputusan yang jelas bikin jagat politik nasional bahkan daerah dibuat terkejut oleh keputusan sosok Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia itu.
Turbulensi di internal Partai Golkar itu jelas akan memberi dampak signifikan bagi upaya konsolidasi 'beringin' dalam langkahnya menjejaki sukses di momentum Pilkada serentak tahun 2024. Tak main-main, efeknya bisa terasa bahkan bisa sampai ke daerah.
Pengamat politik dari Universitas Sulawesi Barat, Muhammad menilai, guncangan hebat di partai Golkar itu akan berpengaruh besar terhadap konsolidasi internal di Partai Golkar. Baginya, penting agar Partai Golkar mengadakan konsolidasi dan segera mendefinitifkan sosok ketua umum agar garis komando bisa lebih jelas, terukur dan lebih sistematis.
"Dibandingkan dengan berjalan di bawah kendali dan koordinasi seorang Plt. Karena Plt itu belum memberikan kepastian politik kemana konstalasi, pengaruh dan kebijakan dalam internal Golkat itu bisa menjadi acuan. Berbeda kalau ketuanya berstatus definitif," papar Muhammad kepada WACANA.Info, Senin (12/08).
Kian riskan rasanya mengingat masa pendaftaran bakal calon kepala daerah Pilkada serentak tahun 2024 sudah ada di pelupuk mata. Menurut Muhammad, sejumlah rekomendasi dukungan yang sebelumnya telah diteken oleh Airlangga belum dapat dikatakan aman seratus persen.
Muhammad. (Foto/Manaf Harmay)
"Selama tidak ada SK pengganti atau rekomendasi pengganti yang membatalkan apa yang sudah ditandatangani Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar sebelumnya. Contoh, beberapa hari yang lalu kita lihat bahwa arah dukungan Golkar untuk Pilkada Sulawesi Barat itu dikantongi oleh ABM-Arwan Aras. Itu sah digunakan untuk mendaftar. Catatannya, bila mana tidak ada SK atau rekomenasi terbaru yang membatalkan keputusan sebelumnya," tutur Muhammad.
Kondisi di atas, menurut Muhammad, menuntut energi lebih dari siapapun bakal calon yang telah resmi mengantongi dukungan Golkar di Pilkada serentak tahun 2024. Para figur yang mestinya sudah bisa fokus untuk urusan penggalangan dukungan di daerah, kini harus kembali berurusan dengan apa dan bagaimana mengamankan rekomendasi dari partai yang pertama kali berpartisipasi di Pemilu pada tahun 1971 itu.
"Tentu saja, kasak-kusuknya, riak-riaknya cukup terasa. Yang mestinya pasangan calon ini sudah fokus perhatiannya menggalang di daerah, itu mereka harus kembali berjuang untuk mendapatkan atau mengamankan rekomendasi di pusat. Makanya penting untuk memberikan kepastian kepada pasangan calon yang sebelumnya telah memperoleh rekomendasi," pungkas Muhammad.
Diputuskan di Rapimnas
Segera setelah pernyataan mundur dari Airlangga Hartarto itu, pengurus DPP Partai Golkar bakal menggelar rapat pleno pimpinan untuk menanggapi kondisi tersebut. Sekretaris DPD Golkar Sulawesi Barat, A Muslim Fattah menjelaskan, forum rapat pimpinan itu juga akan diputuskan soal pelaksanaan rapat pimpinan nasional.
"Rapat pimpinan nasional sendiri akan dihadiri oleh para pimpinan partai golkar dari daerah. Di forum itu juga akan diputuskan soal kepemimpinan partai Golkar, apakah di bawah kendali seorang Plt, atau menunggu pelaksanaan Munas yang telah terjadwal di bulan Desember 2024 ini. Bisa juga opsinya segera mengagendakan pelaksanaan Munaslub untuk memilih ketua umum definitif. Semua itu akan dibahas dan diputuskan di forum Rapimnas," terang Muslim Fattah.
A Muslim Fattah, pria yang juga legislator Sulawesi Barat itu juga memberi penegasan soal nasib rekomendasi dukungan Partai Golkar di Pilkada. Kata dia, Golkar tetap akan menjunjung tinggi adab dan etika dalam hal perlakukan terhadap rekomendasi dukungan yang sebelumnya telah diteken oleh Airlangga Hartarto.
A Muslim Fattah. (Foto/Instagram DPRD Sulbar)
"Kecuali kalau misalnya di forum-forum resmi, anggaplah Rapimnas atau di rapat pleno DPP, ada yang menggugat rekomendasi yang telah diterbitkan itu. Misalnya ada dugaan manipulasi soal hasil survei yang dipaparkan, soal dugaan adanya pelanggaran mekanisme sebelum lahirnya rekomendasi itu, atau kembali mempertanyakan soal kesiapan resources dari pasangan calon yang telah direkomendasikan, itu bisa saja dilakukan revisi. Golkar ini kan mau menang," bebernya.
Bakal Pasangan Calon Mendaftar ke KPU, Boleh dengan Tanda Tangan Plt Ketua ?
Belum juga jelas, apakah Partai Golkar akan dipimpin oleh ketua definitif atau dinahkodai 'hanya' oleh seorang pelaksana tigas (Plt) Ketua Umum. Jika hingga di masa pendaftaran pasangan calon Golkar masih diketuai oleh sosok Plt, bukan tidak mungkin keabsahan dokumen persyaratan pencalonan dari Golkar bakal jadi soal.
Menanggapi kemungkinan skenario di atas, A Muslim Fattah meyakini seluruh dokumen resmi yang diterbitkan oleh Partai Golkar dan diteken baik oleh ketua definitif maupun ketua berstatus Plt, semuanya punya dasar legitimasi yang kuat. Apapun keputusan yang dihasilkan di forum Rapimnas nanti, kata politisi asal Polman itu, semua punya kekuatan hukum yang jelas.
"Saya kira mau ketua definitif, atau seorang Plt, semua punya dasar legitimasi yang jelas. Anggap saja, di forum Rapimnas nanti diputuskan Ketua Umum Golkar dijabat oleh seorang Plt, itu juga punya dasar hukum yang kuat karena diputuskan lewat mekanisme Rapimnas. Levelnya hampir sama dengan Munas atau Munaslub. Apapun hasil di Rapimnas nanti, itu yang akan dilaporkan ke Kementerian Hukum dan HAM sebagai pijakan utama dalam setiap keputusan organisasi," ucap A Muslim Fattah.
Terpisah, Ketua KPU Provinsi Sulawesi Barat, Said Usman Umar mengaku belum punya penjelasan yang utuh terkait apa dan bagaimana status hukum dari dokumen partai tertentu yang dalam dokumen pencalonannya 'hanya' diteken oleh ketua umum berstatus Plt. PKPU Nomor 8 tahun 2024 tentang pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota yang telah terbit pun tak menjelaskan secara rigid perihal skenario tersebut.
Dikutip dari lampiran VII PKPU Nomor 8 tahun 2024 yang memuat format formulir model B.Persetujuan.Parpol.KWK yang akan disetor oleh bakal pasangan calon ke KPU, wajib ditandatangani oleh dewan pimpinan pusat partai tertentu. Dalam hal ini oleh ketua umum atau sebutan lain serta sekretaris jenderal atau sebutan lain. Istilah 'sebutan lain' tersebut, kata Said Usman, bukan merujuk pada status ketua umum partai tertentu (definitif atau Plt). Frasa itu ditujukan bagi partai yang melabeli ketua umumnya dengan istilah presiden atau dengan istilah lainnya.
Said Usman Umar. (Foto/Manaf Harmay)
"Jadi untuk sementara, soal seperti apa batasan kewenangan ketua umum dan juga seorang plt ketua umum Parpol itu memang jadi domain internal dari masing-masing Parpol. Sebab di Undang-Undang tentang Parpol juga tidak diuraikan secara detail soal itu," ungkap Said Usman Umar.
Secara umum, narasi dalam lembar lampiran PKPU nomor 8 tahun 2024 itu (kecuali untuk bakal pasangan calon perseorangan), masih oleh Said Usman, ditujukan pada potensi persoalan kepengurusan ganda di masing-masing kepengurusan Partai Politik. Tak menyentuh soal batasan kewenangan ketua umum atau Plt ketua umum.
"Tapi untuk memperjelas kondisi ini, kami akan mendiskusikannya di forum Rakornas persiapan pendaftaran pencalonan pemilihan serentak tahun 2024 yang akan dilaksanakan KPU RI pada tanggal 14 sampai 16 Agustus nanti di Jakarta," Said Usman Umar menutup. (*/Naf)