Pilkada Serentak Tahun 2024

KPU Mamuju Akomodir Siswa Calon TNI dan Polri dalam DPS, Ini Penjelasannya

Wacana.info
Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP) dan Penetapan DPT Pilkada Serentak Tahun 2024. (Foto/Manaf Harmay)

MAMUJU--Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pilkada serentak tahun 2024 di Kabupaten Mamuju ditetapkan berjumlah 192.406 pemilih. Jumlah DPS tersebut rupanya mengikutkan calon anggota TNI dan Polri yang saat ini sedang dalam masa pendidikan.

Koordinator divisi perencanaan, data dan informasi KPU Kabupaten Mamuju, Hasdaris menjelaskan, regulasi memang mengamanatkan agar anggota TNI dan Polri tidak punya hak untuk memilih. Ketimbang menghilangkan hak konstitusional warga yang berimplikasi pidana, KPU Kabupaten Mamuju memilih untuk tetap mengakomodir calon anggota TNI dan Polri itu ke dalam DPS. 

Kata dia, calon anggota TNI dan Polri yang diakomodir dalam DPS itu belum bersifat final berstatus anggota TNI dan Polri. Toh belum ada jaminan apapun terhadap siswa yang bersangkutan dinyatakan lulus sebagai anggota TNI atau Polri nantinya.

"Jika seperti itu, artinya ada kemungkinan ia berstatus warga sipil," ucap Hasdaris yang ditemui di sela-sela rapat pleno terbuka rekapitulasi Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP) dan penetapan DPT Pilkada serentak tahun 2024 di Matos hotel Mamuju, Minggu (11/08) kemarin.

Regulasi telah dengan tegas mengatur tentang anggota TNI dan Polri yang tak dibolehkan untuk memilih. Kecuali bagi mereka yang telah pensiun dari masing-masing institusi.

Dijelaskan Hasdaris, siswa calon anggota TNI dan Polri yang dimasukkan dalam DPS diberi tanda khusus untuk memudahkan identifikasi pemilih. KPU tidak dengan serta merta memberi label TMS (Tidak Memenuhi Syarat) sebagai pemilih kepada yang bersangkutan. 

"Kecuali sebelum penetapan DPT nanti sudah ada pengumuman resmi dari masing-masing instansi. Yang dinyatakan lulus, otomatis kami akan TMS-kan. Selama itu belum, maka kami tidak akan TMS-kan, kami hanya memberi kode khusus," sambung dia.

Warga sipil secara otomatis akan melekat kepada calon anggota TNI dan Polri yang dinyatakan tidak lulus di fase ia melakoni pendidikan. Jika KPU melabelinya dengan predikat TMS sebelum ada keputusan resmi terkait lulus tidaknya yang bersangkutan dari masing-masing instansi, maka akan ada potensi menghilangkan hak konstousional warga dalam kondisi seperti itu.

"Ketika proses pencoretan (dari daftar pemilih) dilakukan, itu kan berpotensi menghilangkan hak warga negara seseorang, dan itu berpotensi pidana. Dalam manajemen risiko, kami lebih baik mengambil potensi pelanggaran administratrif ketimbang pelanggaran pidana. Kalau administratif, kan masih ada upaya perbaikan yang bisa kita lakukan, tentu dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga terkait ," pungkas Hasdaris. (*/Naf)