Asri Anas: Banyak Hal Positif di Revisi UU Desa
MAMUJU--Pemerintah telah menetapkan revisi UU nomor 3 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa. Dalam revisi UU tersebut, ada sekian banyak hal positif bagi jalannya pemerintahan desa.
Hal itu disampaikan Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (MPO Apdesi) Muh Asri Anas. Kepada WACANA.Info, Asri menguraikan, revisi UU tentang desa itu menyimpan banyak keistimewaan bagi pemerintah desa. Hal-hal yang di UU sebelumnya belum diatur secara detai.
"Misalnya ada di pasal 5a. Bahwa desa yang berada di area perkembunan, pertambangan area hutan produksi, perkebunan produktif, maka desa itu wajib memperoleh dana reboisasi dan dana rehabilitasi. Artinya, ada sekitar 13 ribu desa yang boleh mendapat dana itu, termasuk mungkin beberapa desa yang ada di Sulbar," beber Muh Asri Anas saat ditemui usai menghadiri sosialisasi dan publik hearing UU nomor 3 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa di d'Maleo hotel Mamuju, Senin (7/05).
Tak hanya itu, Asri Anas yang putra asli Polman itu juga menyebut. UU terbaru tentang desa juga telah mengatur tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMdes). Kata dia, UU desa yang terbaru memuat regulasi tentang aktivitas BUMN untuk dikerjasamakan dengan BUMdes. Misalnya distribusi gas atau pupuk yang kini sudah bisa dikerjasamakan dengan BUMdes.
"Ada juga pasal yang mengatur tentang kepala desa, atau perangkat desa sudah bisa mendapat dana purna tugas. Kita tidak menyebutnya pensiun, tapi dana purna tugas. Nanti PP (Peraturan Pemerintah) yang akan mengatur, apakah dihitung satu kali gaji atau persentase. Negara yang punya tugas untuk menyusun itu. Kita hanya mendorong agar dalam perhitungannya itu didasarkan pada masa pengabdian. Kemudian wajib juga para kepala desa, BPD itu memperoleh tunjangan kesehatan, tunjangan operasional dan lainnya," terang Asri Anas.
Sosialisasi dan Publik Hearing Revisi UU Tentang Desa di Mamuju. (Foto/Istimewa)
Sebagai tindaklanjut dari lahirnya UU desa tersebut, pemerintah diharapkan untuk segera memulai proses revisi sejumlah PP yang terkait dengan beberapa perubahan dalam UU desa itu. Menurut Asri, perubahan PP tersebut bisa menjadi rujukan uama bagi pemerintah daerah dalam menyusun regulasi dalam upaya menguatkan posisi desa di masing-masing daerah.
"Proyeksi kita, revisi PP ini bisa selesai tahun ini. Setelah kita publik hearing, tahun ini mungkin Agustus bisa selesai. Minimal PP yang paling urgen dulu. Nanti kalau itu selesai, Kemendagri akan membuat Permendagri, Kemenkeu juga membuat Permenkeu dan seterusnya. Selanjutnya, nanti teman-teman Pemda bisa mempersiakan Perda atau Perbup," ucapnya.
Salah satu PP yang yang menurut Asri penting untuk segera direvisi adalah aturan tentang Siltap bagi kepada desa dan perangkat desa. Di UU desa yang terbaru itu disebutkan bahwa Siltap diambil di APBN dan langsung masuk ke rekening desa.
PP yang mesti direvisi adalah terkait dengan bagaimana pemerintah bisa memberi penekanan atas skema tersebut. Hal, yang menurut Asri, belum dijalankan selama ini.
"Dulu kan tidak ada seperti itu, kabupaten itu dia buat satu batang tubuh APBD dengan penyesuaian dengan dana hibah, sehingga dana Siltap itu selalu terlambat. Dari 58 kabupaten yang terlambat Siltap sampai lebih dari tiga bulan. Termasuk di Sulbar ini, ada Mamasa dengan Polman. Salah satunya itu adalah karena dana Siltap itu suka dipakai untuk kepentingan yang lain, karena ia satu batang tubuh. Nanti itu tidak bisa dilakukan seperti itu karena dana Siltap itu dari APBN langsung masuk ke rekening desa. Jadi proyeksi kita, yang namanya Siltap, honor dan lain sebagainya itu sudah diterima tidak lebih dari tanggal 5 oleh perengkat desa. Itu yang mau kita atur semua," pungkas Muh Asri Anas.
Sekadar informasi, sosialisasi dan publik hearing UU desa itu dihadiri oleh para kepala desa se Sulawesi Barat. Hadir pula ketua DPRD Sulawesi Barat, Suraidah Suhardi, perwakilan dari masing-masing pemerintah kabupaten, serta stake holder lainnya. (*/Naf)