Menuju Pemilu 2024

Meminimalisir Potensi Kecurangan Pemilu

Wacana.info
Simulasi Pemungutan Suara Pemilu Tahun 2019 di Kecamatan Kalukku. (Foto/Manaf Harmay)

MAMUJU--Pelaksanaan Pemilu yang aman, damai, berintegritas dan berkualitas sudah sangat sering menggema di ruang publik. Sebuah harapan yang hampir pasti mengalun indah dari mulut penyelenggara Pemilu, pemerintah hingga aparat keamanan. 

Untuk mewujudkan harapan di atas, semua pihak, termasuk masyarakat hendaknya punya komtmen yang utuh untuk secara bersama-sama menjalani seluruh tahapan Pemilu sesuai dengan aturan yang berlaku. Tidak dengan menciderai semangat Pemilu berintegritas dengan melakukan ragam kecurangan untuk satu kepentingan politik tertentu.

Meminimalisir potensi kecurangan khususnya di tahap pemungutan dan penghitungan suara, KPU telah menyiapkan serangkaian strategi. Said Usman Umar membeberkan beberapa langkah preventif untuk mengurangi terjadinya persoalan khususnya di tahapan krusial uang dimaksud.

Salah satu modus kecurangan yang cukup sering terjadi pada pelaksanaan pemungutan suara adalah penggunaan formulir C6 atau surat pemberitahuan pemungutan suara secara ilegal. Sering jadi sumber persoalan di TPS saat formulir C6 digunakan oleh orang yang bukan semestinya.

"Kita sudah mengantisipasi penggunaan C6 ilegal itu dengan memberi penguatan kepada KPPS untuk memastikan bahwa C6 itu digunakan oleh orang yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan mencocokkan data kependudukan yang tertuang dalam C6 dengan dokumen kependudukan yang dibawa oleh pemilih. Kami sudah beri penegasan soal ini, bahwa KPPS wajib memastikan kesesuian data C6 dengan KTP yang memang harus dibawa serta oleh pemilih. KPPS juga kami minta untuk mewajibkan pemilih agar membawa KTP-nya saat melakukan registrasi di TPS," urai Said Usman Umar, Ketua KPU Sulawesi Barat dalam sebuah diskusi di Warkop Ngalo, Kamis (25/01) malam.

Yang juga mesti jadi perhatian KPU adalah tentang potensi persoalan untuk kasus Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan Daftar Pemilih Khusus (DPK). DPTb dan DPK merupakan wujud fasilitasi negara bagi warga negara yang hendak menyalurkan hak pilihnya dengan berbagai kondisi tertentu. Meski disadari, selalu ada celah bagi pihak tertentu dalam memanfaatkan fasilitasi itu demi satu kepentingan politik tertentu.

Ketua KPU Sulbar, Said Usman Umar. (Foto/Manaf Harmay)

Potensi masalah untuk DPTb dan juga DPK ada di kecukupan surat suara untuk masing-masing TPS. Apalagi, dari informasi yang beredar, mayoritas DPTb di Pemilu 2024 ini muncul dalam kondisi pindah domisili atau dengan kata lain telah merubah data kependudukannya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, distribusi surat suara ke masing-masing TPS memang telah disesuaikan dengan jumlah DPT, plus dua persen surat suara cadangan untuk masing-masing TPS. Persoalannya, dua Persen surat suara cadangan itu jangan sampai tak juga menutupi kebutuhan surat suara di TPS pada saat hari pemungutan suara 14 Februari 2024 nanti jika jumlah DPTb dan DPK membludak.

KPU Sulawesi Barat sendiri bakal berkoordinasi dengan Disdukcapil untuk mengantisipasi persoalan di atas. Menurut Usman, bersama pihak Dusdukcapil, KPU akan melakukan pemetaan terkait pemilih yang telah melakukan perubahan data, khususnya terkait perpindahan domisili.

"Dengan begitu, nanti semua kelihatan terkait perpindahan pemilih yang dimaksud. Harapannya, tentu tentang kecukupan surat suara itu bisa kita sesuaikan bengan basis data yang lebih baik," jelasnya.

Perubahan hasil pemungutan suara juga jadi hal yang tak boleh dikesampingkan. Sudah beberapa kali terjadi proses rekapitulasi baik di tingkat desa/kelurahan, kecamatan, bahkan rekapitulasi di tingkat kabupaten hingga provinsi, para saksi dari peserta Pemilu mempersoalkan hasil rekapitulasi. Alasannya, ditemukannya ketidaksesuaian hasil pemungutan suara.

Masih oleh Said Usman, KPU dengan pemanfaatan aplikasi Sirekap (sistem informasi rekapitulasi elektronik) diharapkan mampu menjadi alat bantu rekapitulasi manual yang dilakukan berejenjang. Penggunaan Sirekap, kata Usman, publik dapat mengetahui hasil penghitungan suara di TPS tertentu secara online. 

Berdasarkan Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024, Sirekap adalah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil perhitungan suara dan proses rekapitulasi hasil perhitungan suara, serta alat bantu dalam pelaksanaan hasil perhitungan suara Pemilu.

"Meski yang digunakan tetap rekapitulasi manual berjenjang. Sirekap ini untuk meningkatkan transparansi ke publik dalam penghitungan dan rekapitulasi suara. Dengan hasil penghitungan suara di tingkat TPS sudah dapat diketahui publik, maka kemungkinan untuk adanya perubahan hasil pada proses rekapitulasi manual selanjutnya juga akan semakin kecil," papar Said Usman Umar.

Petakan TPS Rawan

Belum lama ini, Bawaslu Kabupaten Mamuju telah mengumpulkan seluruh Panwascam untuk menguatkan persiapan pelaksanaan Pemilu tahun 2024. Meminimalisir terjadinya pelanggaran, jelas jadi poin utama yang dibincang pada agenda tersebut.

Pimpinan Bawaslu Mamuju, Zulkifli kepada WACANA.Info mengatakan, salah satu langkah yang diambil terkait mengurangi potensi persoalan pada pelaksanaan Pemilu adalah dengan meminta Panwascam untuk melakukan pemetaan TPS yang dianggap rawan. 

Kepada Panwascam, Zulkifli pun meminta agar menjadikan pengalaman pelaksanaan Pemilu sebelumnya sebagai pelajaran berharga. Penting untuk garansi jalannya Pemilu yang aman, damai, berintegritas dan berkualitas.

Pimpinan Bawaslu Mamuju, Zulkifli. (Foto/Humas Bawaslu Mamuju)

"Oleh Bawaslu RI, kami memang diminta untuk melakukan pemetaan TPS yang dianggap rawan. Termasuk dengan mengambil pelajaran dari pelaksanaan Pemilu sebelumnya. Misalnya kejadian PSU di TPS yang ada di Botteng, dan seterusnya. Harapannya jelas, agar kejadian serupa tidak lagi terulang di Pemilu 14 Februari 2024 ini," terang Zulkifli.

Pengawas TPS diminta untuk sedapat mungkin mengenali, sekurang-kurangnya mengetahui para pemilih di masing-masing TPS tempat ia bertugas. Selain tentunya memastikan seluruh proses pelaksanaan pemungutan suara di TPS telah sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku.

Hal tersebut bisa jadi strategi jitu untuk menghindari penggunaan formulir C6 oleh pemilih ilegal atau modus pelanggaran lainnya.

"Kami juga menggunakan satu aplikasi untuk merekam, mencatat seluruh kejadian di masing-masing TPS. Pengawas TPS kami akan dibekali aplikasi Siswaslu (sistem pengawasan pemilihan umum)," Zul menambahkan.

Dikutip dari berbagai sumber, aplikasi tersebut merupakan alat yang digunakan untuk menyediakan informasi terkait pemantauan seluruh proses pemilihan umum, mulai dari pemungutan suara hingga penghitungan suara dan penetapan hasil Pemilu.

Melalui Siwaslu, informasi mengenai hasil pemungutan suara dan penghitungan suara disampaikan secara cepat dan terkonsolidasi secara nasional melalui sistem daring. (*/Naf)