Kuota Perempuan di Gelanggang Politik, Tak Segampang Itu...

MAMUJU--Tak ada perempuan di daftar calon anggota Bawaslu Kabupaten Mamasa. Kondisi yang mengharuskan Timsel calon anggota Bawaslu merekomendasikan perpanjangan masa pendaftaran untuk pemenuhan ketentuan kuota 30 Persen keterwakilan perempuan.
Negara memang telah menggariskan pemenuhan keterwakilan perempuan sebesar 30 Persen untuk setiap kontestasi yang bersifat terbuka. Juga jadi syarat bagi partai politik dalam menyusun skuad Caleg di masing-masing Dapil.
Hal yang cukup sulit untuk dipenuhi menurut Suraidah Suhardi. Ketua DPC Partai Demokrat Mamuju ini menilai, syarat 30 Persen keterwakilan perempuan itu justru jadi celah bagi partai politik untuk sekadar menempatkan perempuan hanya sebagai pelengkap daftar Caleg saja. Sekadar menggugurkan persyaratan.
"Harus diakui, adalah hal yang sangat sulit mencari perempuan yang mau terjun ke dunia politik dalam hal ini untuk dijadikan Caleg. Dan menurut saya, hampir semua partai mengalami kondisi itu. Susah mencari Caleg perempuan. Akhirnya, hanya untuk menggugurkan kewajiban yang syarat 30 Persen itu, partai politik jadinya asal comot saja," urai Suraidah Suhardi, Kamis (8/06) siang.
Padahal, sambung dia, kalangan perempuan mestinya turut terlibat aktif dalam setiap proses politik yang ada. Bagi Ketua DPRD Sulawesi Barat itu, cara berjuang atau pengabdian sesungguhnya adalah berada di ruang-ruang politik.
Ketua DPC Demokrat Mamuju, Suraidah Suhardi. (Foto/Istimewa)
"Hampir setiap saat saya mengkampanyekan hal itu. Bahwa kaum perempuan harus terlibat dalam politik. Bahwa sarana pengabdian sarana perjuangan yang paling ideal adalah dengan terlibat di politik, itu sudah sangat sering saya sampaikan. Logikanya seperti ini, hanya perempuan-lah yang paling mengerti apa yang sesungguhnya diinginkan yang sesungguhnya diperlukan oleh kaum perempuan untuk bisa diperjuangkan. Tapi, yah lagi-lagi saya bilang, sangat susah mencari perempuan untuk terlibat di politik," sambung Suraidah.
Diskriminasi atau Karena Perempuan Memang Tak Tertarik ?
Aroma patriarki di ranah politik yang begitu menyengat jadi salah satu penyebab kurangnya minat perempuan di gelanggang politik. Menurut Ija Syahruni, karena begitu patriarki-nya, politik seperti menjadi ruang yang tak ramah bagi kalangan perempuan.
"Mulai dari kaderisasi dan kepengurusan dalam partai politik, posisi perempuan sering ditempatkan bukan pada wilayah strategis. Termasuk praktek politik uang yang masih sulit dihapus sehingga perempuan dengan low budget pasti akan terlempar duluan," ucap Uja Syahruni, aktivis perempuan kepada WACANA.Info.
Oleh karena patriarki yang masih berpengaruh kuat pada perempuan, hingga berbagai kepentingan publik belum jadi sesuatu yang menjadi prioritas bagi mereka. Misalnya beban ganda perempuan dan rumah tangganya.
Direktur Yayasan Karampuang, Ija Syahruni. (Foto/Net)
"Sehingga suara perempuan masih sering diabaikan dan tidak kuat," ucap Direktur Yayasan Karampuang itu.
Padahal, sambung Ija, perempuan tak boleh dipandang sebelah mata dalam hal kualitas, utamanya jika konteksnya berbicara tentang kepentingan publik. Ini tentang proses serta dukungan lingkungan sosial saja.
"Perempuan pasti bisa jadi pemimpin yang hebat jika mengikuti proses belajar yang sistematis, mendapat lingkungan yang mendukung, serta akses informasi yang terbuka, dan seterusnya," begitu kata Ija Syahruni. (*/Naf)