Satu Abad NU

Tantangan NU di Sulbar di Mata Sayyid Fadlu

Wacana.info
Sayyid Ahmad Fadlu Al Mahdaly. (Foto/Facebook)

POLMAN--Organisasi Nahdlatul Ulama tahun ini genap berusia satu abad. Pengurus Besar (PB) NU berencana bakal menggelar perayaan satu abad NU pada 7 Februari 2023 di Sidoarjo, Jawa Timur.

Sederet pencapain sudah pasti telah terukir di sepanjang 100 tahun usia NU tersebut. Meski tak dapat dipungkiri, masih ditemukan beberapa hal yang idealnya harus dibenahi untuk kebaikan NU di masa-masa yang akan datang. Termasuk bagi perjalanan NU di Sulawesi Barat sendiri.

Tokoh NU Sulawesi Barat, Sayyid Ahmad Fadlu Al Mahdaly menilai, salah satu hal yang mesti dibenahi di tubuh NU Sulawesi Barat adalah bagaimana menggaransi bentuk sinergitas antarlevel kepengurusan. Sesuatu yang entah karena faktor apa, belum terlihat berjalan secara ideal.

"Soal sinergitas antarlevel kepengurusan. Yang sepertinya tak begitu terlihat bersinergi. Itu juga yang saya kurang tahu apa sebenarnya yang jadi masalah utamanya. Persoalan ini penting untuk disuarakan, sekaligus sebagai kritik kepada diri sendiri bahwa perlu adanya langkah bersama untuk mewujudkan sinergitas itu untuk membesarkan NU. Bicara bersama, duduk bersama, membincang program secara bersama dan mau ngapain kita serta mau dibawa kemana ini NU," urai Sayyid Fadlu kepada WACANA.Info, Rabu (1/02).

Selain itu, salah satu catatan penting untuk perjalanan NU di Sulawesi barat, kata Sayyid Fadlu, adalah minimnya kemampuan untuk beradaptasi dengan zaman yang kian moderen seperti sekarang ini. Kecepatan era digitali menuntut NU untuk dapat mengimbanginya. Lebih adaptif lagi.

"Termasuk tantangan era digitalisasi yang nyatanya kita sendiri belum selesai. Belum mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan itu. Kita ini kan hidup di era yang begitu moderen. Sepertinya kita di Sulbar butuh untuk mempersiapkan diri secara matang untuk itu.  Harusnya NU bisa lebih adaptif lagi. Bagi saya, kader NU yang sudah lebih adaptif dengan perkembangan zaman itu sebenarnya sudah ada, tapi kalau mau dihitung secara persentase, itu belum ada apa-apanya dibandingkan dengan sumber daya manusianya NU yang sebenarnmya sangat besar," imam masjid Syuhada Polewali itu menambahkan.

(Foto/Net)

Selanjutnya yang tak kalah pentingnya bagi Sayyid Fadlu, NU mesti lebih sering lagi terlihat secara nyata di setiap isu soal kemasyarakatan. NU, kata dia, tidak boleh lagi hanya sekadar mengklaim diri. Sesuatu yang harusna sejalan dengan keterlibatan NU pada isu-isu sosial kemasyarakatan. Bagaimana NU bisa terjun langsung dalam membantu setiap persolan yang dihadapi masyarakat.

Terlibat di tengah persoalan masyarakat sebenarnya sudah mulai terlihat dilakukan oleh NU di Sulawesi Barat. Hanya saja, bagi Sayyid Fadlu, sebagian besar di antaranya hanya bersifat insidentil saja. Ketiak terjadi keadaan yang luar biasa, seperti musibah atau hal luar biasa lainnya, NU selama ini mulai mengambil peran. 

"Maksud saya, harus bisa lebih dari itu. Bukan hanya soal-soal yang sifatnya insidentil saja. Misalnya nanti ada musibah atau apa. Tapi kalau menurut saya, seiring waktu berjalan NU mesti ada buat masyarakat. Bagi masyarakat yang butuh pendampingan, atau masyarakat yang butuh apa, NU harusnya ada di sana. Bukan lagi hanya bicara soal tahlilan, atau soal apa. Tapi betul-betul bisa menyatu dengan masyarakat," ucapnya.

"Kalau kita cuma bicaranya soal barazanji, tahlilan, dan lain sebagainya, itu-itu terus saja yang dibicarakan dari tahun ke tahun, kapan majunya kita ini ?. Bahwa perdebatan seperti itu menurut saya sudah tidak perlu lagi diurusi. Orang yang mau barazanji itu jelas, orang yang tidak mau juga jelas. Sudah itu saja. Bagi saya, ada hal yang jauh lebih penting. Lihatlah Nabi Muhammad yang begitu terlibat aktif dalam setiap isu sosial kemsayarakatan di masa Beliau. Itu semua hanya bisa kita wujudkan salah satunya adalah dengan membangun sinergi antarlevel kepengurusan di NU Sulbar," begitu kata Sayyid Ahmad Fadlu Al Mahdaly. (Naf/A)