Humaniora

Menggugat Komitmen Pemkab Polman Tuntaskan Persoalan Sampah

Wacana.info
Wakil Ketua DPRD Sulbar, Abdul Rahim. (Foto/Net)

POLMAN--Sampah. Di Kabupaten Polman, persoalan sampah seperti tak pernah berujung. Berkelindan sejak lama, hingga kini pengelolaan sampah di 'Bumi Tipalayo' itu belum juga dapat dituntaskan.

Dengan begitu mudahnya kita menemui tumpukan sampah di sejumlah sudut kota Polewali, ibu kota Kabupaten Polman. Di pasar, pinggir jalan, bahkan hingga di aset milik pemerintah, tumpukan sampah dengan mudahnya kita temukan.

Pemandangan yang jelas teramat sangat menganggu. Aroma tak sedap akibat tumpukan sampah itu pun juga jadi persoalan tersendiri. Jelas jadi sumber penyakit. 

Pengelolaan sampah di Kabupaten Polman yang tempak semerawut itu kembali mengundang sorotan dari Wakil Ketua DPRD Sulawesi Barat, Abdul Rahim. Dalam uraiannya, Rahim menilai, sampah merupakan masalah yang selalu mengiringi perkembangan satua daerah. Erat kaitannya dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Kata dia, makin besar jumlah penduduk di suatu daerah, seiring sejalan dengan berbagai masalah yang akan muncul, termasuk sampah ini.

"Tapi, tentu ini tidak boleh menjadi sebuah masalah. Tidak elok untuk menjadi sebuah permasalahan, apalagi sampai seolah tidak menemukan solusi. Bagi saya, ini soal manajemen. Soal tata kelola pemerintahan dan tata kelola sebuah daerah," terang Rahim kepada WACANA.Info, Selasa (31/01).

Pengelolaan sampah, masih oleh Rahim, akan lebih tepat jika dilihat dari perspektif ekonomi. Keliru jika hanya melihat sampah dari sudut pandang sekadar kotoran yang tak punya nilai apa-apa. Jika hanya melihatnya sebagai sesuatu yang tak bernilai, sampah itu akan menjadi problem, sulit untuk diurai. 

"Tapi kalau sampah dilihat sebagai hal yang memiliki potensi ekonomi, atau bisa berdampak ekonomi bagi masyarakat maka pasti sampah itu akan dilihat dan dikelola sebagai sesuatu yang bisa menghasilkan uang," sambung politisi NasDem itu.

Bagi Rahim, sampah di Polman selama ini cukup dipandang sebagai sesuatu yang tidak bernilai apa-apa. Itu bisa dilihat dari munculnya penolakan keras dari masyarakat terkait penempoatan TPA (Tempat Pembuangan Akhir). 

Tumpukan Sampah di Jalur Terminal Kecamatan Wonomulyo, Polman. (Foto/Khadafi)

"Tapi kalau pengelolaan sampah itu bisa dilakukan seperti daerah lain yang justru lebih besar kapasitas sampahnya, intensitas sampahnya lebih besar dari pada kita, sampah itu akan dilihat sebagai peluang untuk dikelola secara baik. Misalnya dengan melakukan daur ulang, menjadi kompos, atau menjadi apapun yang bisa memberi manfaat," sebut Rahim, pria asli Tutar, Polman itu.

Salah satu kunci utama bagi pengelolaan sampah yang ideal khususnya di Kabupaten Polman, kata Rahim adalah kemauan, komitmen, konsistensi serta kesungguhan dari pemerintah daerah untuk mengelola sampah dengan baik. Rahim menilai, kondisi hari ini di Kabupaten Polman, persoalan sampah sudah menjadi hal yang sangat berlarut-larut. Berujung pada hilangnya harapan masyarakat ke pemerintah daerah. 

"Bahkan menganggu kepercayaan publik terhadap pemerintah. Dianggap tidak serius, bahkan seolah sudah tidak lagi peduli untuk bagaimana mengatasi persoalan sampah ini. Faktanya saat ini, pemerintah seolah bermain-main dengan isu atau fenomena sampah ini. Sehingga beragam pendapat, masukan dari masyarakat kepada pemerintah itu semua tidak cukup didengar," terang Rahim.

Mempertanyakan Klaim 'Polman Jago'

Agenda studi banding terkait pengelolaan sampah yang telah dilakukan pemerintah Kabupaten Polman, hingga mendatangkan beberapa pihak yang terbiasa, atau punya pengalaman dalam pengelolaan sampah, tak juga memperlihatkan hasil positif hingga hari ini. Padahal, kata Rahim, masyarakat justru sangat sangat welcome, masyarakat sangat bisa memahami sekiranya program untuk pengelolaan sampah yang lebih bernilai ekonomis itu bisa dijalankan.

Tumpukan Sampah di Kompleks Pasar Wonomulyo. (Foto/Ikbal)

Menuntaskan masalah sampah saja, pemerintah Kabupaten Polman tak juga mampu merealisasikannya. Apalagi bicara soal isu-isu strategis lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Sesuatu yang menurut Rahim sudah harus jadi prioritas .

"Kita tentu menuntut keseriusan pemerintah agar sampah ini tidak terus-terusan seperti sekarang ini. Seolah menjadi problem yang lebih serius dibandingkan dengan persoalan kemiskinan, kesehatan, pendidikan atau persoalan ekonomi. Sekaragn di Polman ini akhirnya sebagian orang mengatakan, atau mempertanyakan klaim 'Polman jago'. Masa sih urusan sampah saja tidak bisa diatasi, katanya jago ?. Baru urusan pengelolaan sampah saja pemerintah sudah KO, dimana itu jagonya ?," pungkas Abdul Rahim.

Akar Persoalan Sampah yang Tak Terselesaikan

Kesadaran masyarakat di Kabupaten Polman soal pengelolaan sampah pada dasarnya sudah mulai terbentuk. Buktinya, riak dan gelombang penolakan atas keberadaan TPA di sejumlah titik di Polman. Pun dengan respon penanganan oleh pemerintah daerah yang sedianya juga sudah terlihat, dengan mencoba membuat TPA di beberapa tempat (meski berujung penolakan).

Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Inspirasi dan Advokasi Rakyat (LIAR) Sulawesi Barat, Harun Mangkulangit, Hal yang perlu mendapat intervensi pemerintah Kabupaten Polman adalah segera menuntaskan akar masalah dari pengelolaan sampah. Bukan sekadar menempatkan TPA yang ujung-ujungnya mendapat penolakan dari masyarakat.

"Karena akar masalahnya bukan pada soal pembangunan TPA, tapi pada soal kebijakan yang kurang mengena dan cenderung ugal-ugalan. Misalnya saja kemarin pembangunan TPA yang coba dilakukan di Desa Sattoko yang notabene daerah ini masuk pada wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam RTRW Polman yang habis," ucap Harun Mangkulangit.

Direktur Eksekutif LIAR Sulbar, Harun Mangkulangit. (Foto/Facebook)

Salah satu solusi yang menjadi rekomendasi LIAR, kata Harun adalah mendorong pemerintah Kabupaten Polman untuk melahirkan sebuah payung hukum (Perda atau Pergub) yang secara spesifik berbicara soal penanganan sampah. 

"Misalnya, setiap perusahaan yang memproduksi popok bayi harus bertanggungjawab atas produknya yang disebar di Polman. Jika tidak, merk dagangan tersebut tidak boleh lagi memasukkan produknya di Polman. Sembari tetap terus dilakukan proses penyentuan kesadaran soal pengelolaan sampah," begitu kata Harun Mangkulangit. (*/Naf)