Gubernur, serta Pola Komunikasi Pemerintahan

Wacana.info
Gubernur Sulbar dan Wakil Ketua DPRD Sulbar di Momentum Rapat Paripurna RAPBD Tahun 2022. (Foto/Instagram Pemprov Sulbar)

MAMUJU--DPRD Sulawesi Barat telah secara resmi mengusulkan pemberhentian Ali Baal Masdar dan Enny Anggraeni sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Barat di forum paripurna DPRD Sulawesi Barat belum lama ini. 

Usulan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Barat itu didasarkan pada Surat Keputusan Presiden RI Nomor: 53/P Tahun 2017 tanggal 10 Mei 2017 tentang pengesahan pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Barat masa jabatan 2017-2022. 

Termasuk berita acara pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Barat Masa Jabatan 2017-2022 pada tanggal 12 Mei 2017. Serta ketentuan Pasal 60 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa masa jabatan Kepala Daerah adalah lima tahun terhitung sejak pelantikan.

Penandatanganan Berita Acara Paripurna Pengusulan Pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur Sulbar. (Foto/Istimewa)

Selain mengapresiasi sejumlah capaian keberhasilan pembangunan yang mewujud di masa kepemimpinan Ali Baal dan Enny Anggraeni, DPRD Sulawesi Barat juga meninggalkan catatan minor pada jalannya roda pemerintahan di lima tahun terakhir. Salah satunya pola komunikasi yang belum terbangun secara ideal. Dalam hal ini antara Gubernur, Wakil Gubernur, serta dengan masing-masing OPD.

Muhammad, akademisi Unsulbar bahkan menyebut, kebuntuan komunikasi antara Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Barat telah tersaji di awal-awal kepemimpinan keduanya. Berbagai faktor, kata Muhammad, jadi pemicu utama hingga hubungan keduanya terbilang kurang harmonis. Imbasnya, performa birokrasi tak berjalan maksimal.

"Jangankan dengan OPD, buruknya pola komunikasi justru sangat terasa antar Gubernur dan Wakil Gubernur. Ini bahkan mulai terasa sejak awal mulai pelantikan hingga ambang berakhirnya masa jabatan. Pemicunya ditengarai karena pecahnya kongsi politik dan adanya ego masing-masing untuk memuluskan agenda politik selanjutnya pasca Pilkada. Kondisi ini tentu akan berimbas pada performa Pemprov secara keseluruhan dalam mensejahterakan masyarakat Sulbar," beber Muhammad kepada WACANA.Info, Selasa (19/04).

Muhammad berharap, kondisi tersebut tak terjadi di masa kepemimpinan seorang penjabat Gubernur pasca Ali Baal-Enny Anggraeni 'turun tahta'. Harmonisasi dengan OPD jadi poin penting yang mesti terwujud jika menginginkan kesejahteraan masyarakat di provinsi ke-33 ini.

Akademisi Unsulbar, Muhammad. (Foto/Net)

"Kalau dengan legislatif, ada baiknya jika memang sedikit agak resisten. Itu penting untuk membangun check and balance," sambung dia.

Mengedepankan political will, masih Muhammad, wajib untuk terealisasi. Ia mesti terartikulasi lewat komunikasi antar OPD. Bahkan antara Gubernur dan Wakil Gubernur nantinya. 

"Yang sejatinya berorientasi pada outcome program pemerintah. Bukan hanya output saja yang sifatnya menggugurkan kewajiban menjalankan program, tapi kurang memberikan hasil positif pada tujuan substansinya," demikian Muhammad.

Tanggung Jawab Bersama, Eksekutif dan Legislatif

Keseimbangan harus tercipta sekaligus mewarnai hubungan antara eksekutif dengan legislatif; check and balance. Legislatif yang mengontrol dan mengawasi setiap kebijakan dari eksekutif adalah hal yang mesti adanya. 

"Tapi pola komunikasi yang baik ini pun perlu tetap dibangun untuk menyatukan visi misi tujuan dari pemerintah daerah. Terlebih jika melihat Undang Undang pemerintahan daerah. Itu kan baik DPRD mapun Kepala Daerah sama-sama jadi unsur pemerintah daerah yang harus bertanggung jawab terhadap jalannya roda pemerintahan di daerah," ujar akademisi Unika, Rahmat Idrus.

Menurut Rahmat Idrus, pola komunikasi internal maupun ekseternal yang dilakoni seorang Kepala Daerah harus ditinjau dari aspek regulasi hukum. Bagaimana hubungan atara pemerintah dalam hal ini Gubernur dengan jajarannya, termasuk dengan eksternal, kata Rahmat, harus merujuk pada regulasi sistem pemerintahan di daerah.

Akademisi Unika, Rahmat Idrus. (Foto/Manaf Harmay)

"Gubernur selaku pembina OPD yang ada, sekalugus juga selaku top leader memang harus mampu untuk membangun bukan hanya komunikasi yang baik, tetapi manajerial tata kelola kepegawaian. Termasuk bagaimana mendukung visi misi yang dibreakdown ke program kerja yang telah ditetapkan. Sehingga ini bisa diartikulasikan oleh bawahan atau eselon-eselon yang ada di OPD masing-masing," kata Rahmat Idrus, pria yang juga Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Sulawesi Barat itu.

Rahmat menilai, terdapat beberapa kelemahan khususnya yang berlaku di interal pemerintah daerah dalam hal apa dan bagaimana mengakselerasi pembangunan selama ini. Meski hal tersebut turut dipengaruhi oleh berbagai faktor.

"Tetapi sekali lagi bahwa kemampuan untuk mengartikulasikan regulasi yang ada ini sangat penting dari seorang top leader di daerah," tutup Rahmat Idrus. (Naf/A)