Gus Yahya jadi Ketua PBNU, Adnan Nota: Jawaban dari Kebutuhan Kekinian NU

Wacana.info
(Foto/Instagram Nahdlatul Ulama)

LAMPUNG--KH Yahya Cholil Staquf akhirnya terpilih secara Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2021-2026. Pria yang sering disapa Gus Yahyha itu mengungguli KH Said Aqil Siradj pada Mukatamar NU ke-34 yang dipusatkan di Lampung, Jumat (24/12).

Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulawesi Barat, KH Adnan Nota menilai, Gus Yahya yang akhirnya terpilih sebagai nahkoda NU untuk lima tahun mendatang itu jadi jawaban terbaik untuk kian kompleksnya permasalahan umat saat ini. Gus Yahya pun jadi sosok terbaik yang memang dibutuhkan oleh NU saat ini.

"Mampu menjawab kian kompleksnya persoalan keagamaan yang ada hari ini, itu salah satunya. Karena Gus Yahya ini kemampuannya itu hampir bisa dikatakan paripurna. Ketika bicara kaum muda, pemikiran kaum muda yang energik, sedikit agak dinamis, itu Gus Yahya bisa betul menyelaminya dengan baik. Ketika bicara pada pemikiran kultur di NU yang 'ndeso', Gus Yahya itu juga tuntas. Beliau lahir dan besar di lingkungan darah biru di NU. Jadi itu kehebatannya Gus Yahya ini. Beliau jadi jawaban terhadap kebutuhan kekinian organisasi ini," urai Adnan Nota kepada WACANA.Info, Jumat (24/12).

Masih oleh Adnan Nota, NU hari ini sudah menjadi kebutuhan bagi Negara-Negara lain, utamanya Negara-Negara yang menyimapan potensi persoalan dalam hal relasi antara agama dengan budaya, agama dengan Negara, dan sebagainya. NU, kata Adnan Nota, dengan semangat keagaman yang dimiliki bakal jadi jawaban atas persoalan tersebut. Kelenturan yang ada di NU diyakini diyakini mampu jadi peretas persoalan tentang relasi agama, budaya, budaya dengan Negara.

Ketua PWNU Sulbar, KH Adnan Nota. (Foto/Istimewa)

"Bukan karena KH Said Aqil jelek sehingga diganti oleh Gus Yahya. Tapi memang kondisi hari ini menginginkan kehadiran pemimpin organisasi yang bisa membawa NU pada level nasaional dan juga internasional. Itu intinya," sambung KH Adnan Nota, pria yang juga Kepala Kemenag Kabupaten Mamasa itu.

Adnan Nota pun optimis, kepemimpinan Gus Yahya di NU bakal memberi efek positif bagi bentuk sekaligus peran PWNU Sulawesi Barat. Program strategis yang diusung Gus Yahya diyakini mampu merangsang PWNU termasuk PCNU untuk dapat mengambil peran yang lebih vital dalam setiap proses pembangunan daerah.

"Kebesaran NU bagi kami belum hadir di wilayah dan Pengurus Wilayah (PW) dan Pengurus Cabang (PC), utamanya di Indonesia tengah dan timur. NU itu belum diperhitungkan secara baik. Beda misalnya kalau di level nasional, atau internasional yang NU ini betul-betul dianggap sebagai solusi dari persoalan yang semakin kompleks. Gus Yahya ini salah satu program utamanya adalah memberi kesempatan pemberdayaan kepada PC dan PW untui mengembangkan dirinya. Harus didasari dan itu realitasnya. Kita ambil contoh saja, apa sih yang bisa dibuat oleh PWNU di Sulbar ?. Kehadirannya yang sudah hampir 20 tahun, pernah tidak diajak oleh pemerintah. Jangankan untuk persoalan kebijakan, diajak kongkow saja pemerintah kan tidak pernah. Hari ini Gus Yahya sudah merancang sebuah program organisasi ini untuk tidak saja bergerak pada tatanan keagamaan saja, tetapi termasuk ekonomi kerakyatan, ekonomi syariah itu juga menjadi program keja Gus Yahya," pungkas KH Adnan Nota.

Sudahilah Ragam Perbedaan Itu

Muktamar NU ke-34 telah menghasilkan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum untuk masa khidmat lima tahun mendatang. Keputusan tersebut mestinya mengakhiri ragam perbedaan yang selama ini terus diperdebatkan. Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU), Sulawesi Barat, Ikhwan Wahid menganggap, terus mendebat soal perbedaan di arena Mukmatar tak lagi jadi hal yang ideal untuk terus dilakukan.

Ketua LPBI NU Sulbar, Ikhwan Wahid. (Foto/Istimewa)

"Bagi saya, segala perbedaan itu, mau itu latar belakang organisasi, atau bahkan sampai hal-hal yang sifatnya personal di arena Muktamar, itu sudah menjadi hal yang biasa. Itulah dinamika organisasi. Akan selalu seperti itu adanya," kata Ikhwan Wahid dalam sebuah diskusi di salah satu Warkop di Karema, Mamuju.

Sederet kepentingan yang jauh lebih besar di masa yang akan datang, bagi Ikhwan, harus jadi poin utama untuk dipikirkan secara bersama-sama. Energi positif yang ada di NU, idealnya dikerahkan untuk menjawab kian kompleksnya tantangan umat. Bukan menghabiskannya untuk sekadar mendebat latar belakang orang perorang yang kini duduk di elit PBNU.

"Sebab NU hari ini bukan hanya dibutuhkan oleh Bangsa Indonesia saja. Ia sudah jadi kebutuhan seluruh umat muslim di dunia. Utamanya dalam menangkal idiologi trans nasional yang hari ini kita nampak di permukaan. Jadi, sudahulah perbedaab, perdebatan itu," pungkas Ikhwan Wahid, tokoh muda NU Sulawesi Barat itu. (Naf/A)