Dugaan Kecurangan Tahapan Pilkades Mamuju

Unjuk Rasa serta Aksi Corat Coret Simbol Daerah 

Wacana.info
Suraidah Suhardi. (Foto/Istimewa)

MAMUJU--Sudah sejak beberpa hari terakhir, gelombang aksi unjuk rasa oleh sejumlah masyarakat yang menolak proses seleksi calon Kepala Desa terus tersaji. Tak cuma di kantor Bupati Mamuju saja, aksi serupa juga digelar di Dinas Pemberdayaan Masyaraka dan Desa, termasuk di gedung DPRD Kabupaten Mamuju. 

Adalah hal yang wajar bagi siapapun untuk mengungkapkan pendapatnya untuk urusan apapun. Termasuk jika penyampaian aspirasi itu dikemas dalam bentuk aksi unjuk rasa, melibatkan sejumlah orang.

Mantan Ketua DPRD Mamuju, Suraidah Suhardi menganggap, di Negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia, hal di atas jadi sesuatu yang lumrah. Hanya saja, siapapun yang hendak menyatakan pendapatnya di depan umum, hendaknya paham akan batas-batas etika yang juga mesti tetap dijunjung tinggi.

Itu disampaikan Suraidah setelah mengetahui aksi unjuk rasa masyarakat di salah satu gedung pemerintah Kabupaten Mamuju diwarnai aksi mencoret logo daerah Mamuju 'Manakarra Makkarama'. Dari video amatir yang telah banyak beredar di ragam platform media sosial, aksi unjuk rasa tersebut dengan jelas memperlihatkan tindakan salah seorang peserta aksi mencoret logo Manakarra Makkarama yang terpasang di salah satu papan reklame hari anti korupsi yang terpasang di pelataran gedung tersebut.

Menggunakan cairan pewarna, peserta aksi unjuk rasa juga terlihat mencoret gambar Bupati Mamuju dan Wakil Bupati Mamuju, Sutinah Suhardi dan Ado Mas'ud yang terpajang di medium yang sama. Menurut Suraidah, aksi tersebut jauh dari karakter masyarakat Mamuju.

"Silahkan demo, tapi simbol daerah jangan jadi sasaran," ucap Suraidah dalam keterangan tertulisnya kepada WACANA.Info, Selasa (14/12).

(Foto/Adhe)

Bagi Suraidah, logo Manakarra Makkarama berikut gambar Bupati dan Wakil Bupati Mamuju tak elok diperlakukan seperti itu. Terlebih gambar Sutinah dan Ado Mas'ud yang dicoret para demonstran itu sedang mengenakan pakaian Kepala Daerah lengkap.

"Kecuali gambar Kepala Daerah itu sedang tidak mengenakan pakaian dinas lengkap, yah terserah," begitu kata Suraidah Suhardi.

Untuk informasi, aksi unjuk rasa tersebut bermula dari indikasi dugaan kecurangan yang dilakukan oleh Pemkab Mamuju di tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa. Pemkab dianggap memihak lagi pilih kasih.

Para massa aksi dinilai telah jauh menyimpang dari jargon 'Mamuju Keren' yang terus didengungkan. Alasannya, kecurangan dalam tahapan seleksi Pemilihan Kepala Desa telah terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

Asisten III Pemkab Mamuju, Manuara saat menemui massa aksi mengatakan, Bupati Mamuju, Sutinah Suhardi dan Wakilnya Ado Mas'ud, berada di Jakarta untuk urusan dinas.

"Beliau (Bupati dan wakil bupati Mamuju) tidak dapat menemui warga. Saya juga tidak bisa memberikan pernyataan detail masalah pemilihan kepala desa ini. Kami tidak terlibat di dalamnya," kata Manuara di hadapan warga yang menggelar aksi pada Senin (13/12).

Tak puas dengan penjelasan Asisten III Pemkab Mamuju di atas, massa aksi mengancam untuk kembali menggelar aksi serupa. Terlebih jika persoalan di atas tak menemui titik terang.

Kantor Dinas PMD Disegel Massa Aksi. (Foto/Istimewa)

"Ketidakhadiran bupati dan wakil bupati Mamuju adalah bukti mereka tidak peduli dengan warga. Keduanya hanya membutuhkan kami saat kampanye. Setelah itu, tak lagi mau ditemui," ucap koordinator aksi, Ilal Ikhsan. 

Massa Aksi Duduki PMD Mamuju

Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara massa aksi dengan DPRD Kabupaten Mamuju terkait dugaan kecurangan tahapan Pemilihan Kepala Desa digelar, Selasa (14/12). 10 poin rekomendasi pun dihasilkan dari pertemuan yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Mamuju, Sugianto itu.

Rekomendasi DPRD Mamuju pun terbit. Tercatat bernomor 170/168/XII/2021/DPRD Mamuju. 10 poin rekomendasi DPRD Mamuju tersebut masing-masing; 

1. Kepala DPMD Mamuju Abdul Rahim Mustafa diminta bekerja profesional, sesuai koridor dan regulasi dan membuka nilai bakal calon kepala desa.

2. Bupati Mamuju Sutinah Suhardi diminta tidak membiarkan panitia kabupaten dan Pansel bekerja sendiri-sendiri. Tidak memberi peluang panitia diintervensi orang-orang tidak bertanggung jawab.

3. Bupati Mamuju Sutinah Suhardi diminta melakukan evaluasi dan mengkaji ulang permasalahan tahapan Pilkades. Unsur Forkopimda sebagai bagian yang tidak terpisahkan, juga diminta hadir duduk bersama.

4. Bupati Mamuju Sutinah Suhardi wajib memperingati atau mereposisi panitia tingkat kabupaten, jika kepala DPMD Mamuju tidak profesional menentukan sikap, alias selalu bekerja berdasarkan pesanan.

Massa Aksi Duduki PMD. (Foto/Istimewa)

5. Bupati Mamuju Sutinah Suhardi diminta menunda pelaksanaan Pilkades di desa yang bermasalah, sekali pun desa tersebut sudah menetapkan calon dan melakukan pengundian nomor urut.

6. Desa yang bermasalah di antaranya Desa Toabo Kecamatan Papalang, Desa Sampaga Kecamatan Sampaga, Desa Karama, Desa Polio, Desa Kalumpang di Kecamatan Kalumpang, Desa Takandeang Kecamatan Tapalang dan Desa Sumare Kecamatan Simboro.

7. Desa yang tidak bermasalah, proses tetap berjalan sesuai tahapan.

8. Bagi desa yang bakal calonnya lebih dari lima orang, maka yang diluluskan dan ditetapkan sebagai peserta calon kepala desa harus sebanyak lima orang. Regulasi membolehkan minimal dua orang dan paling banyak lima orang.

9. Memerintahkan Inspektorat Mamuju selaku Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP), memeriksa Kepala DPMD Mamuju, Abdul Rahim Mustafa dan tim Pansel, yang patut diduga telah melakukan pelanggaran prosedur.

10. Jika rekomendasi tidak ditindaklanjuti atau ditindaklanjuti hanya sebagian, tapi belum dapat diterima warga, dipersilakan menempuh jalur hukum.

"Sampai poin rekomendasi itu ditindaklanjuti, kami akan menduduki kantor PMD," ujar Ilal Ikhsan. (*/Naf)