Masa Tanggap Darurat Bencana Berakhir, serta Evaluasi Kinerja Pemprov Sulbar
![Wacana.info](https://wacana.info/foto_berita/13_rapat_pansus_dprd_sulbar.jpg)
MAMUJU--Satuan Tugas (Satgas) penanggulangan bencana bentukan pemerintah provinsi Sulawesi Barat menuai sejumlah kritik. Ketua Panitia Khusus (Pansus) pengawasan penggunaan anggaran, penanganan tanggap darurat pasca bencana dan penyaluran logistik DPRD Sulawesi Barat, H Sudirman menilai, eksekutif seolah tak berkontribusi nyata di tengah serba ketidakpastian yang dirasakan masyarakat pasca gempa bumi 15 Januari 2021 lalu.
Asumsi tersebut disuarakan H Sudirman setelah mendengar langsung keluhan dari masyarakat tentang ketidakhadiran pemerintah provinsi di tengah masyarakat. Meski diakuinya, eksekutif telah melakukan sejumlah kegiatan dalam upaya meminimalisir dampak nagatif dari musibah yang meluluhlatakkan sejumlah bangunan khususnya di kota Mamuju itu.
"Sampai saat ini, masyarakat belum melihat secara langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah provinsi dalam hal penanganan bencana alam. Sebab yang selama ini hadir di tengah masyarakat itu pemerintah kabupaten dan pemerintah pusat. Termasuk para relawan," ujar H Sudirman kepada WACANA.Info, Kamis (4/02).
Hal yang juga dipertanyakan oleh DPRD, sambung H Sudirman, adalah struktur Satgas penanggulangan bencana bentukan pemerintah provinsi Sulawesi Barat. Kata dia, terdapat hal yang tidak tepat dari komposisi plus pembagian kerja dalam Satgas tersebut.
Politisi partai Golkar itu mengungkapkan, sedianya Satgas penanggulangan bencana tersebut dikomandoi langsung oleh Kepala BPBD. Itu sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana.
"Kenapa pemerintah provinsi seolah tidak kelihatan ?. Sebab dari segi teknis, di dalam Satgas itu pemerintah provinsi rupanya tidak mengambil posisi sebagai ujung tombak dalam pelaksanaann kegiatannya. Katakanlah, BPBD kita. Dalam Satgas itu ternyata BPBD hanya masuk di dalam unsur anggota, termasuk Dinas Sosial. Yang seharusnya menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007, seharusnya BPBD yang ada di garda terdepan. Faktanya yang berjalan saat ini sepertinya cuma tentara saja, TNI. Satgas yang dibentuk oleh pemerintah itu ternyata diketuai oleh Danrem 142 Tatag, Brigjen TNI Firman Dahlan," ungkapnya.
Satgas penanggulangan bencana yang rupanya tak sejalan dengan regulasi tersebut memunculkan dua pertanyaan besar. Kata H Sudirman, kedua pertanyaan itu adalah apakah karena Dandrem dianggap punya kemampuan menahkodai Satgas itu, ataukah Gubernur meragukan kapasitas Kepala BPBD Sulawesi Barat, Darno Majid untuk mengambil peran utama dalam sturktur kerja Satgas tersebut.
"Ini kan sudah selesai masa tanggap darurat. Sekarang sudah masuk masa transisi pemulihan bencana. Informasinya, pemerintah provinsi akan kembali membentuk Satgas untuk bekerja di masa transisi ini. Dalam transisi kedaruratan itu, Pak Sekda yang mesti ambil alih sebagai Ketua. Dibantu oleh BPBD dan Dinas Sosial," harap pria yang juga ketua DPD Golkar Kabupaten Mamasa itu.
DPRD, lanjut H Sudirman, juga menyoroti transparansi penggunaan anggaran oleh pemerintah provinsi di masa tanggap darurat bencana. Adalah hal yang wajar jika persoalan anggaran ini juga menjadi perhatian DPRD. Pasalnya, hingga berakhirnya masa tanggap darurat bencana, DPRD sama sekali belum menerima informasi apapun seputar apa, bagaimana serta berapa anggaran yang dilakukan pemerintah provinsi selama ini.
"Persoalan anggaran juga kami anggap tidak jelas. Selama masa tanggap darurat ini, penggunaan anggaran sama sekali tidak jelas. Kami sudah beberapa kali berkonsultasi dengan eksekutif, kami pun sama sekali tidak menerima kejelasan tentang penggunaan anggaran itu. Bagaimana pemerintah mau menyusun program kalau anggarannya saja tidak jelas ?," bebernya.
Dikatakan H Sudirman, dalam melaksanakan ragam kegiatan di masa darurat bencana selama ini, pemerintah provinsi Sulawesi Barat sama sekali belum menggunakan anggaran daerah. H Sudirman menegaskan, seluruh implikasi biaya dari pelaksanaan kegiatan tersebut semuanya bersumber dari sumbangan pihak lain. Donatur atau dari pemerintah daerah lain.
"Dana yang masuk secara formal. Selain sandang dan pangan tentunya, itu ada sekitar Rp 2,4 Miliar. Itu murni sumbangan dari pihak lain. Termasuk dari pemerintah daerah lain," tutup H Sudirman.
Wakil Komandan Satgas penanggulangan bencana provinsi Sulawesi Barat, Muhammad Idris. (Foto/Humas Pemprov Sulbar)
Transisi Darurat ke Fase Pemulihan
Masa tanggap darurat pasca gempa bumi berskala M 6,2 pada 15 Januari 2021 yang lalu ini telah berakhir. Rapat evaluasi pun digelar oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Barat bersama TNI di posko induk kantor Gubernur Sulawesi Barat, Rabu, (3/02) kemarin.
Wakil Komandan Satgas penanggulangan bencana provinsi Sulawesi Barat, Muhammad Idris berharap, tak lagi ada bencana susulan yang melanda Sulawesi Barat. Meski disadari, provinsi ke-33 ini merupakan daerah rawan bencana.
"Status tanggap darurat dialihkan dengan istilah transisi pemulihan bencana," ungkap Muhammad Idris.
Penetapan untuk mengubah masa tanggap darurat menjadi transisi pemulihan bencana, sambung Muhammad Idris, sebelumnya telah dibahas secara mendalam. Tentu dengan mempertimbangkan masukan dari rapat bersama dengan pimpinan di lingkup pemerintah provinsi Sulawesi Barat.
"Saat ini, alternatif kita untuk bergeser ke fase transisi darurat ke fase pemulihan, sesuai dengan ketentuan yang ada. Berdasarkan kebijakan pengelolaan bencana di Indonesia. Tanggap darurat berakhir, kita beralih ke fase transisi darurat lalu ke fase pemulihan," pungkas Muhammad Idris, sosok yang juga Sekprov Sulawesi Barat itu. (Naf/A)