Antara Kecerdasan Intelektual dengan Kecerdasan Spiritual (Bagian Pertama)

Wacana.info
Ilustrasi. (Foto/Net)

Oleh: Dr. Muhammad Said, S.Th.I, M.Th.I (Dosen STAIN Majene)

Tema kecerdasan spiritual adalah suatu hal yang menarik untuk dibahas dalam ere modern saat ini. Keinginan untuk menulis tentang hal ini, terinspirasi dari sebuah relitas di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bermasyarakat yang sarat dengan penyimpangan-penyimpangan. Termasuk penyimpangan pada nilai-nilai agama dan norma-norma sosial.

Kasus-kasus yang terjadi di bangsa ini seperti korupsi, penyalahgunaan wewenang, markus, mafia hukum, manipulasi, money politik dalam setiap Pilkada di beberapa tempat, pembantaian, konflik horizontal yang berujung korban nyawa, pelecehan seksual sampai pemerkosaan (perzinahan), aborsi dan banyak lagi yang lain. Hal tersebut cukuplah menjadi peringatan dan pelajaran besar bagi kita semua, serta tulisan ini dimaksudkan sebagai upaya pencerahan spiritual bagi masyarakat dalam upaya meminimalisir penyimpangan yang kemudian meningkatkan kesadaran spiritual dalam berbangsa dan bermasyarakat.

Dari kasus-kasus yang telah disebutkan di atas melahirkan pertanyaan yang sangat besar dan prinsip dalam diri saya, “apakah pelaku-pelaku penyimpangan tersebut tidak mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan telah melanggar ajaran agama dan norma-norma sosial ?". Saya yakin bahwa mereka pasti mengetahuinya, dan mereka cerdas secara intelektual. Lalu apa masalahnya?.

Spiritualitas, ya kecerdasan spiritual. Dari sinilah saya berkesimpulan bahwa sumber segala permasalahan bangsa ini, baik pada lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, kelompok masyarakat, maupun individu adalah 'kegersangan spiritual'.

Menurut beberapa pakar, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan qalbu yang berhubungan dengan kualitas batin seseorang. Kecerdasan ini mengarahkan seseorang untuk berbuat lebih manusiawi, sehingga dapat menjangkau nilai-nilai yang luhur yang mungkin belum tersentuh oleh akal pikiran manusia. (Abdul Mujib, Yusuf mudzakkir 2002).

Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain (Ary Ginanjar Agustian).

Menurut Marsha Sinetear, kecerdasan spiritual adalah pemikiran yang terilhami dari dorongan dan efektifitas, keberadaan atau hidup Ilahiyah yang mempersatukan kita sebagai makhluk ciptaan Allah (Triantoro Safaria 2007). Sementara Michael Levin mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah sebuah perspektif 'spirituality is a perspective'. Artinya mengarahkan cara berfikir kita menuju kepada hakikat terdalam kehidupan manusia

Alquran sendiri sebagai kitab suci telah memberi isyarat adanya proses pensucian diri dalam Islam dengan berbagai motode yang disebut tarekat. Misalnya pernyataan Alquran yang mengindikasikan kemuliaan bagi orang-orang yang melakukan pensucian jiwa melalui amal saleh (taqwâ), firman Allah swt. dalam Q.S. al-Syams/91: 7-9: “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah swt. mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”.

(Sidrap, 29 Oktober 2020)