Kepedulian Berzakat dan Program ‘Zakat Peduli’

Oleh: Dr. Anwar Sadat, M.Ag (Wakil Ketua III STAIN Majene)
Indonesia adalah satu bagian dari negara besar di dunia yang struktur ekonominya relatif masih berkembang, cenderung belum menemuan bentuknya yang sempurna. Selain karena kebijakan ekonomi yang masih gonta-ganti berpadu dengan potensi masyarakat yang belum sepenuhnya tersentuh oleh program pemberdayaan.
Terkadang dalam kondisi seperti ini ada saja 'tangan-tangan' yang ingin memanfaatkan situasi untuk menguasai kemudian mengendalikan situasi demi mendapatkan keuntungan pribadi tanpa memikirkan mayoritas kepentingan masyarakat.
Jika tidak tertangani secara bijak, kondisi seperti ini akan menimbulkan ketimpangan sosial dan kesenjangan sosial. Tentunya pihak yang diuntungkan adalah mereka yang sejak awal memiliki akses dan sistem perekonomian untuk penguasaan hajat hidup orang banyak.
Pihak yang penulis maksud adalah kalangan pengusaha besar yang memiliki modal dan askes yang kuat. Padahal untuk memperbaiki kondisi perekonomian kita terutama di masa kritis seperti sekarang, tidak hanya sekadar meningkatkan produksi kekayaan, tapi yang terpenting adalah bagaimana mendistribusikannya secara optimal.
Dengan kata lain, pendistribusian pendapatan secara simultan di kalangan lapisan masyarakat. Sebab, produksi kekayaan yang meningkat tidak akan bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi umat jika tidak memperhatikan pendistribusiannya.
Dari sinilah, Islam tampil dengan sebuah sistem nilai yang mewarnai perilaku ekonomi masyarakat muslim yakni zakat. Metodologi zakat memiliki potensi strategis yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan pendapatan di Indonesia. Sehingga diharapkan bisa mempengaruhi aktifitas ekonomi nasional, khususnya penguatan sumber daya ekonomi umat.
Berzakat atau setidaknya berinfaq adalah salah satu model kepedulian sesama manusia yang sangat mendasar. Belum maksimalnya budaya zakat disebabkan karena menyusutnya perasaan kepedulian sesama manusia.
Kita dapat menghidupkan program berzakat bukan semata-mata dengan mengatakan bahwa zakat adalah suatu kewajiban dari Allah ta'ala, dan memaksakan kewajiban itu kepada setiap orang. Tetapi, yang terpenting adalah bahwa kita harus dapat menghidupkan zakat dengan menghidupkan kepedulian. Kepedulian dapat disisipkan dalam sebuah program pendidikan pembiasaan hidup peka terhadap masyarakat sekitar.
Gerakan peduli melalui pembiasaan ber-zakat adalah gerakan memanusiakan kembali manusia yang kadang-kadang tidak lagi bersifat dengan sifat-sifat yang layak bagi kemanusiaan. Kepalsuan, kekikiran, kerakusan, kesombongan, penipuan, kedzaliman, dan sifat-sifat yang nista lainnya adalah sifat-sifat yang tidak layak bagi kemanusiaan yang cenderung mematikan semangat peduli dalam masyarakat. Proses pemulihan masyarakat dari sifat-sifat tersebut adalah bagian dari sebuah proses besar kearifan agama yakni nahi mungkar.
Zakat sebagai gerakan transformasi nilai-nilai kemanusiaan melalui pendidikan sangat tergantung pada adanya kesatuan sistem yang mendukung keseluruhan kegiatan pendidikan tersebut. Kesatuan sistem kelembagaan merupakan bentukan dari kegiatan-kegiatan manusia yang bersifat teratur, terstruktur, mempunyai sistem dan mekanisme dan berkesinambungan.
Peran serta lembaga dari elemen terkait seperti Baznas dan lembaga amil zakat lainnya diharapkan mampu menunjukkan tupoksinya di tengah-tengah masyarakat sekarang.
Badan Amil Zakat (BAZ) misalkan, selain telah memiiki kekuatan hukum formal, juga mempunyai peranan penting dalam mensosialisasikan dan mendidik masyarakat dengan nilai–nilai baru dalam pengembangan zakat. BAZ mendapat peranan yang sangat besar dalam menghimpun dana masyarakat.
Pemberdayaan zakat secara profesional yang berorentasi pada pelayanan untuk memberikan kepuasan tersendiri tentu menjadi harapan semua pihak. Kepedulian golongan muzakki dalam meningkatkan kesejehteraan pada lapisan mustahiq dengan media BAZ akan menyumbang efek multiplier bagi pertumbuhan ekonomi ummat.
Mungkin BAZ bisa mengusul sebuah program baru di masa pademi ini dengan meggelar jenis zakat kondisional berupa 'zakat peduli' di luar pendidikan peduli zakat yang selama ini telah berjalan.
Ke depan diperlukan sebuah terebosan–terobasan kreatif, mengingat perkembangan zaman telah menuntut kita menginterpretasikan ulang dalil-dalil zakat yang ma’qul al-ma’na dengan tujuan agar zakat dapat dikelola secara proporsional dan profesional. Wallahu a'lam bis shawab...
Rea Barat, 14 Mei 2020