Bersedekah dan ‘Logika Langit’

Wacana.info
Dr. Anwar Sadat. (Foto/Facebook)

Oleh: Dr. Anwar Sadat, M.Ag (Wakil Ketua III STAIN Majene)

Pada muhasabah edisi sebelumnya, penulis secara ringkas mengulas tema zakat dan berbagai keutamaannya. Kali ini penulis ingin lanjutkan tentang sedekah.

"Hendaklah kalian mencari rejeki dengan banyak bersedekah", demikian kalimat Rasulullah SAW dalam sebuah riwayat. Sepintas ajakan Rasulullah tersebut tentu bertentangan dengan logika ekonomi yang selama ini kita fahami. 

Betapa tidak bersedekah dalam penghayatan kita justru membuat harta milik semakin berkurang kuantitasnya. Bagaimana mungkin dengan bersedekah justru membuat rejeki bertambah ?.

Pemahaman tersebut yang membuat seseorang bisa saja meragukan kalimat yang telah di populerkan oleh Rasulullah SAW 15 abad yang lampau. Jika kita telaah riwayat tersebut secara lebih dalam, maka paling tidak ada dua jenis simpulan yang dapat kita peroleh sebagaimana berikut:

Pertama, sedekah yang dimaksud oleh Rasulullah dalam konteks mencari rejeki bukan mengeluarkan sebagian materi atau harta yang kita miliki akan tetapi lebih kepada perbuatan baik. Sebab perbuatan ber-sedekah sedikit berbeda dengan ber-infaq. 

Kalau ber-infaq maka pengertiannya adalah mengeluarkan materi atau harta atau segala kekayaan bendawi yang kita miliki. Sedangkan makna sedekah jauh lebih umum dan tidak terbatas pada materi atau harta. Lebih jelasnya penulis mengilustrasikan pengalaman beberapa hari yang lalu saat mengantar istri ke pasar. 

Suatu ketika saat berada di pasar kita tentu saja saling menyapa dengan para pedagang yang ada. Dan hampir semua pedagang yang terlewati selalu memandang bahkan ada yang menyapa dengan gaya yang berbeda. Beberapa pedagang hanya menyapa datar, akan tetapi pedagang yang cerdas akan menyapa sambil tersenyum dengan sikap yang ramah seolah tuan rumah yang hendak menyuguhkan pelayanan maksimal kepada tamunya. 

Nah, saat itulah pedagang tersebut dikatakan sedang 'memancing' rejeki dengan bersedekah. Ini tentu sesuai dengan kalimat Rasulullah SAW pada kesempatan yang lain mengajarkan bahwa "senyum kamu pada saudaramu adalah sedekah". Hal Ini tentu menjadi pelajaran kita bahwa perbuatan baik sekecil apapun bahkan tanpa keterlibatan harta bendawi tetap dinilai sedekah jika menggunakan 'logika langit'.

Kedua, jika pemaknaan sedekah dalam riwayat pertama di atas disamakan dengan term ber-infaq, maka sekali lagi berdasarkan 'logika langit' kita akan sampai pada simpulan yang tidak berbeda. Argumen sederhananya seperti berikut: 

Allah berfirman "Jika kalian bersyukur maka Aku akan menambah nikmatKu (untuk kalian)..." (QS. Ibrahim: 7). Salah satu bentuk kesukuran kita akan nikmat yang telah diberikan oleh Allah ta'ala adalah dengan membantu saudara kita yang tidak berkecukupan dengan ber-sedekah atau ber-infaq. 

Semakin banyak kita beinfaq maka semakin banyak kemungkinannya kita dipercaya oleh Sang Pemilik rejeki (ar-Razaq) menjadi 'agen' atau sebagai tempat 'penitipan' rejeki. 

Keterangan lain Allah menjelaskan bahwa: "perumpamaan orang yang berinfaq di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipat gandakan ganjaran bagi siapa yang dikehendaki..." (QS al-Baqarah: 261).  

Alhasil, ternyata 'logika bumi' yang menggunakan pendekatan matematika dan ekonomi manusia tidak bisa dipakai untuk mengukur langit. Sebalik 'logika langit' yang dikenalkan oleh Allah ta'ala dan dicontohkan Rasulullah SAW justru diperintahkan untuk diterapkan di bumi. 

Bersedekahlah! dengan memakai 'logika langit'. Semoga yang di langit tersenyum melihat kita. Wallahu a'lam bis shawab...

Rea Barat,  13 Mei  2020

(*)