Debat Soal Kekuatan TNI, TB Hasanuddin: Sistem Pertahanan Kita Sudah Susai Undang Undang

Wacana.info
TB Hasanuddin. (Foto/Net)

JAKARTA--"Ada kesan yang disampaikan oleh Pak Prabowo bahwa sistem pertahanan kita mengarah kepada sistem pertahanan ofensif aktif. Padahal sesungguhnya strategi pertahanan kita adalah defensif aktif sesuai dengan Undang-Undang Pertahanan dan UUD 1945,". Hal itu disampaikan purnawirawan TNI, TB Hasanuddin.

Apa yang disampaikan oleh mantan anggota Komisi I DPR RI di atas adalah respon atas polemik yang terjadi paca pernyataan calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto di debat Capres baru-baru ini yang meragukan kekuatan TNI.

TB Hasanuddin menilai, ada kesalahan fatal dari cara berpikir Prabowo terkait sistem keamanan nasional. Menurut pria yang terakhir menjabat sebagai Mayor Jenderal itu, Prabowo tidak paham bahwa sistem keamanan Indonesia tidak boleh melenceng dari amanat konstitusi. 

Konstitusi menggariskan bahwa keamanan Indonesia memiliki sistem defensif aktif. Sebaliknya, logika di kepala Prabowo dinilainya justru menganut sistem ofensif. 

Dikutip dari rilis media yang diterima WACANA.Info, Kamis (4/04), ia menjelaskan, sistem defensif aktif yang digariskan Undang-Undang memiliki semangat untuk menjaga keutuhan dan teritorial Indonesia dengan mengandalkan sistem pengawasan yang menggunakan teknologi canggih. 

"Bukan mengacu pada semangat untuk agresif dan ekspansif," sambung dia. 

TB Hasanuddin menambahkan, pengetahuan Prabowo soal sistem keamanan jauh di bawah Jokowi. Padahal Prabowo punya latarbelakang militer, sedangkan Jokowi pemimpin dari sipil. 

"Jokowi yang berlatar sipil dinilai lebih mampu dan cakap dalam memahami konteks pertahanan Indonesia yang sesuai dengan amanat konstitusi," beber dia.

Pandangan Jokowi soal pertahanan, kata Hasanudddin, sudah sesuai dengan Undang-Undang dalam sistem defensif aktif. Sistem itu menggariskan bahwa setiap jengkal wilayah NKRI harus bisa dikontrol dengan sistem senjata modern antara lain melakukan pengawasan dengan radar.

"Radar harus menjadi CCTV-nya NKRI. Radar kemudian dihubungkan dengan satuan-satuan pemukul yang bergerak setiap saat sesuai dengan kebutuhan dan besarnya ancaman," ujarnya.

Pria yang juga pernah mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Jawa Barat ini pun menilai, pernyataan Jokowi sudah sesuai dengan tracknya bahwa setiap pengadaan alutsista wajib melibatkan industri strategis dalam negeri. 

Jokowi dinilainya juga punya gagasan yang brilian dengan menekankan pembelian alutsista juga bagian dari alih teknologi secara berjenjang sampai dengan mampu membuat alutsista secara mandiri.

Menurut Hasannuddin, anggaran alutsista yang dikucurkan pemerintahan Presiden Jokowi sudah cukup memadai bahkan terus mengalami kenaikan. 
"Bayangkan saja tahun 2001 anggaran alutsista hanya Rp. 25 Triliun, namun sekarang naik 4 kali lipat lebih menjadi Rp. 107 Triliun," kata Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat ini.

Saat ini, kata Hasanuddin, Indonesia menempati urutan ke 15 dalam jajaran peringkat militer terkuat sedunia setelah Amerika Serikat, Rusia, Cina, India, dan Prancis, yang menempati urutan pertama hingga kelima.

"Ini merupakan salah satu bukti TNI kita disegani oleh negara lain di dunia," tuturnya.

TB Hasanuddin menambahkan, di tingkat regional, TNI merupakan satuan militer terbesar di Asia Tenggara. TNI mengungguli angkatan bersenjata Vietnam dan Thailand di urutan ke-2 dan ke-3. Prestasi ini disebabkan bonus demografi yang membuat TNI surplus banyak pasukan, baik tentara aktif maupun tentara cadangan yang mencapai lebih dari 800 ribu personel.

"Tentara kita ungggul di Asia Tenggara, bahkan dalam beberapa kompetisi, TNI selalu mampu meraih prestasi," ujar dia.

Hasanuddin juga sepakat dengan calon presiden 01 Joko Widodo yang menyebut tantangan di masa depan adalah perang teknologi sehingga pembangunan Alutsista menjadi sangat penting.

Dikatakan 'Kang TB', pemerintahan Jokowi lebih memilih membangun sistem alutsista daripada membeli dari negara lain. (*)