Marak Dugaan Pelanggaran Pemilu, Apa Kabar Bawaslu ?

Wacana.info
Harun Yamerang dan Sulfan Sulo. (Foto/Istimewa)

MAMUJU--Ada beberapa kasus dugaan pelanggaran Pemilu yang konon melibatkan oknum politisi kuat nyatanya tak menemukan jalan keluar yang elok di mata publik.

Kasus bagi-bagi Beras Sejahtera (Rastra) yang menyertakan stiker salah satu Caleg di desa Randomayang, Pasangkayu terpaksa dihetikan prosesnya oleh Bawaslu, hanya lembar rekomendasi sanksi kode etik, itu ujung dari penanganan kasusnya.

Pun dengan kasus bagi - bagi sarung yang diduga melibatkan oknum kepala desa di kecamatan Anreapi, Polman yang juga harus mentah di Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu).

Rangkain penaganan kasus yang diduga melibatkan 'orang kuat'di atas sepertinya tak mampu diproses di meja Bawaslu. Direktur Lembaga Inspirasi dan Advokasi Rakyat (LIAR), Harun Yamerang menyebut, situasi tersebut hendaknya ditanggapi serius kemudian ditidaklanjuti oleh penyelenggara dan semua pihak yang terlibat dalam proses kepemiluan.

Menurutnya, jangan sampai rasa kepercayaan masyarakat terhadap proses Pemilu ini luntur. padahal seluruh elemen sudah bersusah payah untuk mewujudkan pesta demokrasi lima tahunan yang beritegritas.

"Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga," ujar Harun, Kamis (31/01).

Terpisah, Ketua Bawaslu Sulawesi Barat, Sulfan Sulo menjelaskan, penegakan hukum dalam proses Pemilu  sangat berbeda dengan rangkaian penegakan hukum seperti hukum pidana atau yang lainnya.

"Makanya saya sudah kasi tahu teman - teman di Polman supaya dari awal itu libatkan semua. Bahkan apa yang butuhkan instansi kejaksaan, kepolisian, cari itu. Kalau perlu kaya ke Lab forensik lakukan untuk mengecek keaslian dan sebagainya," ujar Sufan saat dikonfirmasi WACANA.Info.

Kalaupun akhirnya hasil penyelesaian kasus dugaan pelanggaran Pemilu itu tidak sesuai dengan harapan publik, Sulfan menilai, itu merupakan konsekuensi hasil kerja keras Pengawas Pemilu dalam menegakkan hukum.

"Bawaslu ini penegakan hukum. Penegakan hukum itu tidak dilihat puas dan tidak puasnya orang. Kita berpegang pada prinsip pembuktian hukum, karena semangatnya ini bukan kita mau memenjarakan orang, tapi mencari kebenaran dari suatu fakta hukum. Tentu saja kalau misalnya tidak memuaskan semua orang, itulah faktanya," beber dia.

"Karena tidak semuanya pihak yang terlibat dalam Pemilu itu sepakat atau sepaham dengan persoalan itu. Dari awal ini kami dari Bawaslu jelas, biarlah di proses pengadilan yang membuktikan proses pidana Pemilu itu," sambungnya.

Lebih lanjut, Sulfan Sulo menyebut, pada proses penaganan dugaan pelanggaran Pemilu di Gakkumdu itu terbilang cukup panjang. Bawaslu masuk ke sidik yang ditangani oleh kepolisian, kemudian ke proses penuntutan ditangani oleh pihak kejaksaan.

"Salah satu pihak ini menganggap tidak cukup bukti pasti proses penuntutannya tidak bisa masuk. Itulah beratnya di Gakkumdu. Tapi ini tantangan khususnya kami di Bawaslu bagaimana kami bekerja lebih profesional khususnya dalam penyiapan alat bukti dan pembuktian, karena suatu perkara harus kuat di bukti dan pembuktian," urai mantan aktivis HmI itu.

"Memenjarakan orang itu berat. Apalagi urusan Pemilu begini, harus bagus betul, kuat betul bukti kita," cetusnya.     

Meski begitu, Sulfan menjamin bahwa penegakan hukum Pemilu yang diamanatkan kepada Bawaslu tidak akan tebang pilih. Dan dengan penuh harapan agar masyarakat bisa juga lebih aktif ketika menemukan dugaan pelanggaran Pemilu. 

"Kami ini Bawaslu ini kita tidak tebang pilih terhadap kasus. Semua kita proses, kemarin Wakil Gubernur, Bupati-Bupati terkait video viral kita proses dan normal prosesnya," tutup Sulfan Sulo. (Keto/A)