Pemilhan Serentak Tahun 2024

Potensi Bertambahnya Pasangan Calon dan Konsekuensi Penganggarannya

Wacana.info
I Penur, Maskot Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulbar. (Foto/Istimewa)

MAMUJU--Pemilihan serentak gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Barat tahun 2024 diprediksi bakal diikuti oleh empat pasangan calon. Setidaknya, perhitungan itu yang disusun oleh KPU Sulawesi Barat yang juga telah diterjemahkan dalam bentuk perencanaan anggaran.

Lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 bikin potensi bertambahnya kandidat di gelaran Pemilihan serentak tahun 2024 ini cukup besar. Hal yang mesti disikapi dengan serius oleh KPU.

KPU RI memang telah menegaskan, aturan main yang akan digunakan dalam proses pencalonan untuk Pemilihan serentak tahun ini adalah putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024. Dengan begitu, pengoperasian regulasi untuk tahapan pencalonan di Pemilihan serentak tahun 2024 ini juga harus merujuk pada aturan terbaru tersebut. Dengan kata lain, PKPU Nomor 8 tahun 2024 tentang pencalonan yang telah terbit sebelumnya mesti direvisi.

Tentang potensi bertambahnya Said Usman Umar, Ketua KPU Sulawesi Barat menjelaskan, dari empat pasangan calon yang diestimasi oleh KPU Sulawesi Barat itu terdiri dari tiga pasangan calon dari usungan partai politik serta satu pasangan calon dari jalur perseorangan.

Potensi bertambahnya pasangan calon pasca lahirnya putusan MK di atas, kata Said Usman, tak akan berpengarug signifikan pada perencanaan anggaran Pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Barat yang telah tersusun secara rigid. Kecuali jika dalam perjalanannya, jumlah pasangan calon yang mendaftar lebih dari empat pasangan calon.

"Sampai hari ini, kita belum memprediski berapa jumlah calon yang akan mendaftar. Desain kita itu kan ada tiga Paslon dari usungan Parpol, satu dari jalur perseorangan. Kalau ternyata faktanya nanti yang mendaftar ada empat pasangan calon, maka kita tidak perlu lagi melakukan revisi anggaran," ucap Said Usman Umar kepada WACANA.Info, Jumat (23/08).

Said Usman Umar. (Foto/Manaf Harmay)

Dalam menyusun perencanaan anggaran, KPU Sulawesi Barat, kata Said Usman, KPU Sulawesi Barat merujuk pada format PKPU pencalonan sesuai dengan Undang-Undang tentang pelaksanaan Pemilihan serentak. Di dalamnya masih memuat syarat pencalonan yang belakangan direvisi oleh putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024.

"Kami, waktu menyusun anggaran juga memprediksi bahwa akan ada potensi calon perseorangan. Makanya kami mendesain Pilgub Sulbar akan diikuti oleh empat Paslon. Adapun putusan MK yang terbaru, itu di luar dugaan. Sampai hari ini, kita belum mengajukan proses revisi anggaran karena jumlah paslon belum pasti," terang dia.

Masih oleh Said Usman Umar, KPU Sulawesi Barat tidak akan sampai pada proses melakukan addendum terhadap Naskah Hibah Perjanjian Daerah (NPHD) anggaran Pemilihan serentak tahun 2024. Pemilihan serentak gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Barat yang telah dipastikan tak akan diikuti oleh calon perseorangan, diyakini bakal jadi solusi jika ada penambahan pasangan calon di luar dari yang diprediksi.

"Kan ada anggaran calon perseorangan, dan faktanya kan tidak ada calon perseorangan di Pilgub ini. Yah anggaran itu saja yang akan kita gunakan yang akan kita revisi. Yang kita fikirkan ini hanya persoalan biaya rumah sakit dengan APK atau bahan kampanye. Saya kira itu saja yang mungkin akan terganggu. Dengan adanya anggaran calon perseorangan, saya kira itu mencukupi," pungkas Said Usman Umar.

Revisi Anggaran jadi Konsekuensi

Keputusan MK yang bersifat final, mengikat dan berlaku serta merta itu wajib dijadikan dasar bagi KPU dalam mengopresionalkan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak. Perubahan PKPU tentang pencalonan pun dinilai jadi dampak logis dari putusan MK di atas.

Rahmat Idrus. (Foto/Screenshoot Youtube MK)

Bagi ahli hukum tata negara, Rahmat Idrus, tak ada alasan bagi KPU untuk tak segera beradaptasi pada putusan MK tersebut. Pun jika jumlah pasangan calon yang akan ikut berkontestasi di Pemilihan serentak gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Barat bakal bertambah, itu juga jadi konsekuensi yang mesti diadopsi.

"Kalau memang sudah seperti itu, saya kira tidak ada alasan bagi KPU untuk tak segera melakukan revisi terhadap PKPU. Menyesuaikan dengan apa yang telah menjadi keputusan MK," ujar Rahmat Idrus dalam sebuah diskusi di Ngalo Rock Coffee.

Termasuk jika keputusan MK di atas bikin KPU mesti melakukan revisi terhadap anggaran pelaksanaan Pemilihan serentak, itu juga pun wajib dilakukan.

"Saya kira itu sudah menjadi konsekuensinya. Putusan MK itu kan membuka peluang akan bertambahnya pasangan calon. Kalau berapa jumlahnya, saya kira itu bisa dikalkulasi berdasarkan putusan MK. Jadi, jika harus melakukan langkah taktis terkait misalnya penambahan anggaran, itu pun harus dilakukan. Bagaimana pun prosesnya kini punya landasan hukumnya jelas," pungkas kata Rahmat Idrus.

Pembangkangan Konstitusi

Terbitnya putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 memberikan harapan baru untuk menyelamatkan demokrasi dari permainan oligarki yang hendak memanipulasi Pemilihan kepala dearah dengan mengusung calon tertentu berhadapan dengan kotak kosong atau calon boneka. Proses manipulasi demokrasi seperti ini harus dilawan oleh seluruh komponen rakyat Indonesia karena menciderai kedaulatan rakyat.

Menurut LBH Mandar Yustisi, langkah yang dilakukan oleh DPR dan presiden dengan merevisi Undang-Undang Pilkada dengan menganulir putusan MK merupakan pembangkangan terhadap konstitusi. Dalam pernyataan sikap LBH Mandar Yustisi yang diterima WACANA.Info, LBH Mandar Yustisi menilai bahwa putusan MK merupakan penjelmaan dari prinsi-prinsip demokrasi dan negara hukum yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 harus dipatuhi. 

(Foto/Instagram)

Revisi Undang-Undang Pilkada yang dilakukan secara tetutup, tergesa-gesa dan mengabaikan aspirasi publik adalah corak legislasi otoritarian yang dibuat bukan untuk tujuan-tujuan pelembagaan demokrasi, melainkan untuk kepentingan anti-demokratis untuk kepentingan dinasti politik dan golongan elit politik tertentu.

Atas dasar prinsip di atas, LBH Mandar Yustisi menyerukan, pertama agar Presiden dan DPR menghentikan revisi Undang-Undang Pilkada dan mematuhi putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 tanggal 20 Agustus 2024. Kedua, KPU menindaklanjuti putusan MK tersebut.

"Jika revisi Undang-Undang Pilkada dan berbagai Rancangan Undang-Undang yang bermasalah terus dilanjutkan dengan mengabaikan putusan MK, maka kami mengimbau segenap komponen masyarakat sipil untuk melakukan perlawanan terhadap tirani dan autokrasi rezim Presiden Joko Widodo dan partai politik pendukungnya," demikian peryataan sikap LBH Mandar Yustisi. (*/Naf)