Politik

Politisi dan Media Sosial

Wacana.info
Ilustrasi. (Foto/Net)

MAMUJU--Ruang media sosial seolah jadi satu 'gelanggang' tersendiri bagi sebagian besar masyarakat. Dengan segala karakteristik serta kekhasannya, media sosial belakangan bahkan telah menjelma menjadi satu kebutuhan yang, ibarat kata wajib hukumnya. Tak terkecuali bagi kalangan politisi.

Bagi para aktor politik, berbagai platform media sosial dimanfaatkan sebagai sarana share aktivitas dari sang politisi. Entah untuk tujuan apa. Yang pasti, membagikan aktivitas (apalagi yang bersifat sosial kemasyarakatan) oleh para politisi seperti menjadi satu aktivitas yang rutin.

Arsal Aras, Ketua DPRD Mamuju Tengah mengaku sering memanfaatkan media sosial untuk berbagai kepentingan. Kepada WACANA.Info, Arsal menyebut, dirinya tak hanya memanfaatkan media sosial untukk kepentingan politik saja. Tak jarang Arsal mendapatkan informasi bermanfaat justru dari ruang-ruang media sosial.

"Aktifitas di Medsos kalau saya saat ini tergolong biasa saja. Normal layaknya pegiat Medsos. Tapi terkadang juga dengan berbagai kesibukan, saya jarang berselancar di Medsos," ucap Arsal Aras, Rabu (14/09) siang.

Arsal Aras. (Foto/Net)

Dari pantauan WACANA.Info, Facebook dan Instagram jadi dua platform media sosial yang dimiliki oleh Arsal Aras, pria yang Ketua DPC Demokrat Mamuju Tengah itu. Selain punya akun Facebook dan Instgram pribadi, fans page di Facebook dengan nama sahabat Arsal Aras yang pengelolaannya diserahkan ke 'orang dalam' Arsal Aras sendiri.

"Kadang-kadang," kata Arsal, pria yang baru saja meraih gelar doktor dari Universitas Hasanuddin itu saat ditanya tentang seberapa sering ia berinteraksi dengan masyarakat di ruang-ruang media sosial.

Politisi NasDem Sulawesi Barat, Muhammad Hatta adalah salah satu aktor politik yang begitu gemar berselancar di berbagai platform media sosial. Sepertinya ia sadar betul betapa media sosial punya peranan yang begitu vital utamanya dalam menunjang segala aktivitasnya sebagai seorang politisi.

Duhubungi via sambungan WhatsApp, Hatta mengungkapkan, media sosial penting untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Termasuk untuk mengetahui berbagai persoalan yang dianggap butuh respon dan masukan.

"Media sosial hari ini menjadi salah satu instrumen penting dalam berdialog langsung dengan publik," sebut Muhammad Hatta, politisi NasDem yang juga anggota DPRD Sulawesi Barat itu.

Muhammad Hatta terpantau cukup sering membagikan berbagai aktivitasnya di media sosial. Dari sebaran konten yang ia share itu, tak sedikit ia mendapat respon langsung dari sejumlah tokoh masyarakat.

Muhammad Hatta. (Foto/Manaf Harmay)

"Yang kemudian saya kenal gara-gara postingan karena sering berinteraksi di media sosial. Yang jelas dari media sosial, publik akan melihat gaya, cita-cita dan ide dari Hatta Kainang," begitu kata Muhammad Hatta.

Untuk informasi, Muhammad Hatta punya akun Facebook, Instagram, Twitter, serta TikTok. Kesemuanya dikelola sendiri oleh Muhammad Hatta, mantan aktivis HMI itu.

Yang Perlu Diperhatikan oleh Para Politisi

Di era moderen seperti saat ini, ruang media sosial menjadi ruang ekspresi sosial. Bagi para aktor politik, media sosial sejatinya menjadi arena pertarungan para politisi itu sendiri. Lalu mengapa media sosial disebut sebagai arena pertarungan ?.

Salah satunya karena media sosial merupakan ruang yang menghadirkan perjumpaan semua orang. Ia menjadi arus lalu-lalang masyarakat virtual. Siapa saja berpeluang untuk berkomunikasi, menyampaikan apa yang mereka senang dan benci. Hal itu disampaikan pakar komunikasi dari STAIN Majene, Nurul Islam.

"Media sosial juga mewujud sebagai ranah pertarungan kekuasaan. Ia memiliki potensi wahana produksi-reproduksi, distribusi-redistribusi dan konsumsi pesan," urai Nurul Islam.

Masih oleh dia, pesan-pesan yang didesain dibuat semenarik mungkin agar konsumen tertarik. Namun, di sisi lain, mereka menciptakan habitus agar mereka (netizen) mampu membiasakan untuk suka terhadap aktor politik. 

"Coba kita lihat kasus framing berita Anies. Bagaimanapun Anies diserang oleh kelompok yang tidak suka tetapi tim Anies cerdas dalam mengelola media sosial. Managemen konten yang sangat baik. Kenapa demikian ?. Karena untuk bertarung di media, baik itu media mainstrem, terlebih lagi di media sosial, dibutuhkan kapital (kapital simbolik, kapital prestige, kapital ekonomi dan kapital budaya)," sambungnya.

Kapital, kata Nurul, merupakan modal yang digunakan sang aktor untuk menjadi bekal dalam pertarungan yang masif dan non fisikal. kapital simbolik adalah kapital yang berasal dari simbol yang diproduksi-reproduksi, distribusi-redistribusi di media. Hal ini sangat penting untuk menciptakan image bagi publik.

Nurul Islam. (Foto/Facebook)

"Kapital prestige ialah kapital yang diperoleh berdasarkan martabat, kharismatik dan lain. Kapital ini diperoleh dari karakter yang dibangun sejak dulu dan bisa dipengaruhi oleh biologis. kapital budaya adalah kapital yang berasal dari karakter berinteraksi, cara berbicara, dan literasi budaya lainnya. Termasuk dalam kapital sosial yang mana memiliki jaringan sosial yang luas dengan masyarakat yang heterogen, siapa saja. Tidak mesti memilih siapa dan apa latar belakang mereka. Sementara kapital ekonomi adalah modal ekonomi, punya jaringan modal profit ke perusahaan. Akses ke BUMN dan BUMD dan lain sebagainya," urai dia.

Diantara beberap poin di atas, Nurul menilai, kapital simbolik, prestige dan budaya merupakan modal yang wajib dimiliki oleh aktor politik. Meski tak berarti kapital ekonomi tidak memiliki efek domino. Kapital ekonomi bisa beli kapital simbolik dan budaya. Meski tak kuasa membeli kapital prestige.

Baiknya, Share Konten yang Seperti Apa ?

Menurut Nurul Islam, para aktor politik baiknya memaksimalkan konten yang mampu menciptakan dimensi citra dengan melihat empat kapital di atas. politik adalah konstruksi simbolik, siapa yang mampu mengkonstruksi citra bagi dirinya, ia akan mudah meraih simpati.

Menciptakan citra, sejatinya memproduksi kebiasaan-kebiasaan yang baik. Secara langsung juga akan menciptakan habitus (kebiasaan yang tertanam) bagi publik. Bila sudah, mereka memiliki rasa senang yang kuat terhadap aktor politik. 

"Media bisa menjadi instrumen pembunuh karakter tersebut. Bisa tidak dikelola dengan baik, meskipun lawan politik kita memainkan media tersebut. Maka sang aktor harus memiliki dan memproduksi framing berita tentang citra dirinya," pungkas Nurul Islam. (Naf/A)