Memohonlah Pada Sang Maha Pengatur Bumi

Wacana.info
LPBI NU Sulbar Membagikan Makanan Siap Saji Kepada Pengungsi. (Foto/Istimewa)

MAMUJU--Warga Mamuju kembali diguncang gempa bumi. Kekuatannya memang tak lebih dari musibah serupa yang terjadi awal tahun 2021 silam. Tapi kepanikan warga nyaris sama. Bisa jadi karena trauma tentang dahsyatnya linor tahun lalu masih membekas begitu nyata.

Gempa bumi adalah musibah yang sama sekali tak dapat diprediksi. Perkembangan sains dan teknologi bahkan belum mampu menjawab sekaligus memastikan kapan dan seperti apa kekuatan gempa yang bakal terjadi. Bagi Nur Salim Ismail, hal tersebut merupakan isyarat bagi manusia untuk tak melulu bertahan, berdiri kokoh pada ke-egoisannya atas apapun yang ada di alam semesta ini.

"Kita semua harus sadar bahwa segala yang Tuhan sediakan bagi manusia itu sebatas hak pakai saja. Bukan hak milik. Jika Yang Maha Memiliki itu hendak mengambilnya, yah itu karena manusia sebatas memakainya saja. Bukan memilikinya. Maka dari itu, manusia boleh jadi mampu mengendalikan banyak hal. Tapi tidak semua hal," ucap Nur Salim Ismail, Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Sulawesi Barat, Jumat (10/06).

Dari kaca mata spritual, sambung Nur Salim, peristiwa gempa bumi terjadi lantaran terdapat kekuatan tertentu mampu menggerakkan lempengan yang bersemayan di perut bumi. Bukan mustahil. Karena hal tersebut hingga gempa hingga kini belum dapat diprediksi, meski gerak sains dan teknologi begitu cepat.

Ketua LDNU Sulbar, Nur Salim Ismail. (Foto/Istimewa)

"Gempa itu kan karena digoyangkan. Berarti ada yang menggoyangkan bumi ini. Makanya akan jauh lebih baik jika manusia memohon dan berdo'a kepada Yang Menggoyangkan bumi agar dijauhkan dari efek yang jauh lebih buruk," sambung lepasan pondok pesantren DDI Baruga itu.

Di sisi lain, manusia mesti kembali sadar akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Sebagai khalifah, manusia hendaknya menjalankan tugas dan tanggung jawab itu secara utuh. Bukan sebatas berusaha menyempurnakan hubungannya dengan Sang Pencipta, tapi juga memaksimalkan kemesraannya dengan alam semesta. Bahkan kepada benda mati sekalipun.
Publik yang Masih Trauma

Gempa Januari 2021 yang Masih Membekas

Gempa bumi berkekuatan M 5,8 yang terjadi Rabu (8/06) siang itu menciptakan kepanikan yang luar biasa di tengah masyarakat. Meski tak sedahsyat musibah Januari 2021 silam, kepanikan masyarakat di Rabu siang tersebut jadi bukti betapa luka akibat gempa M 6,2 yang terjadi Januari 2021 masih menganga di benak sebagian besar warga.

Hal itu diungkapkan Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI) Nahdlatul Ulama (NU) Sulawesi Barat, Ikhwan Wahid. Dalam keterangan tertulisnya, ia menjelaskan, reaksi masyarakat saat gempa berkekatan M 5,8 menggoyang bumi Manakarra kian mempertegas bahwa memang trauma itu masih jelas adanya.

"Sebagian besar warga Mamuju memang masih sangat trauma akan musibah bencana serupa tahun lalu. Makanya ada daya refleksi yang begitu tinggi. Hingga reaksi masyarakat begitu panik. Setidaknya, ada kesadaran untuk mengevakuasi diri ke titik-titik aman yang telah ditentukan pemerintah pasca gempa dua hari yang lalu," ucap Ikhwan Wahid.

LPBI NU Sulbar Membangun Tenda Pengungsian. (Foto/Istimewa)

LPBI sendiri, kata Ikhwan, telah hadir sejak sore pasca terjadinya gempa di Rabu siang. Dengan berfokus pada membangun tenda darurat bagi masyarakat yang terus berkumpul di beberapa titik pengungsian.

"Membantu masyarakat membangun tenda darurat, sekaligus menyalurkan bantuan tenda ke beberapa masyarakat di beberapa titik di wikayah kota Mamuju," ungkapnya.

Untuk saat ini, LPBI lebih menfokuskan diri pada penyaluran makanan siap saji. Bagi Ikhwan Wahid, ketersediaan makanan siap saji jadi hal yang sifatnya mendesak. Meski pemerintah telah membuka dapur umum di beberapa titik pengungsian yang ada di kota Mamuju.

"Sampai tadi kebutuhan paling mendesak itu adalah makanan siap saji. Beberapa masyarakat kita itu sekadar menempati tenda daturatnya hanya di malam hari saja. Siang kebanyakan mereka beraktivitas. Mungkin karena rasa takut yang masih terasa. LPBI itu untuk beberapa hari ke depan kami akan fokus pada penyediaan makanan siap saji. Kami salurkan ke titik pengungsian misalnya di jalur dua, Mamunyu, kantor Bupati Mamuju, serta di stadion. Kita mencoba membantu pemerintah dalam hal pemenuhan kebutuhan masyarakat," demikian Ikhwan Wahid. (Naf/A)