WTP Tanpa Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat; Juara Minus Mahkota

Wacana.info
Wakil Ketua DPRD Sulbar, Usman Suhuriah. (Foto/Manaf Harmay)

MAMUJU--Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat kembali memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk laporan pengelolaan keuangan tahun 2021. Oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) perwakilan Sulawesi Barat, WTP sebagai standar pengelolaan keuangan tersebut diberikan untuk ke-delapan kalinya secara berturut-turut.

Sesuatu yang tetap harus disyukuri. Hal yang juga boleh untuk dibanggakan. Sebab untuk kedelapan kalinya, pemerintah Provinsi Sulawesi Barat telah berhasil memenuhi standar pengelolaan keuangan hingga berujung penilaian profesional dari BPK RI. Mesti tetap diserta sejumlah temuan yang melahirkan beberapa rekomendasi yang wajib untuk segera ditindaklanjuti oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Barat.

Sayang, status 'juara bertahan' selama delapan kali berturut-turut itu masih harus tercoreng dengan fakta belum maksimalnya peningkatan kesejahteraan masyarakat di provinsi ke-33 ini. Ibarat kata juara tanpa mahkota. 

Usman Suhuriah menilai, predikat WTP idealnya dapat terintegrasi dengan sempurna terhadap peningkatan kesejahteraan. WTP yang tak disertai peningkatan kesejahteraan, menurut Usman, tidak punya rasa apa-apa. Hambar.

"Maka diskusinya ke depan adalah, pakah ada kemajuan terhadap angka-angka makro kita. Misalnya IPM (Indeks Pembangunan Manusia), tingkat pengangguran terbuka, angka kemiskinan, termasuk stunting. Kalau kenyataannya tidak maju dan kita tetap mendapat WTP, menurut saya justru di situ pertanyaan terbesarnya," beber Usman Suhuriah, Wakil Ketua DPRD Sulawesi Barat kepada WACANA.Info, Selasa (24/05) siang.

Penyerahan Laporan Pemeriksaan BPK RI ke Ketua DPRD Sulbar , Suraidah Suhardi dan ke Pj Gubernur Sulbar, Akmal Malik. (Foto/Instagram Facebook Sulbar)

Akan jauh lebih manis, sambung Usman, prestasi WTP yang diikuti oleh pengingkatan sejumlah indikator kesejahteraan masyarakat. Bagi politisi Golkar itu, pemerintah Provinsi Sulawesi Barat boleh saja tak mengantongi predikat WTP, asal indokator kesejahteraan masyarakat menunjukkan trend membaik.

"Bagi saya, tidak perlu ada WTP asal ada peningkatan di sejumlah indikator kesejahteraan masyarakat. Jangan kondisi kita saat ini yang sudah sangat ditoleransi oleh kemajuan zaman, tapi kita seolah justru berjalan sangat lambat," sambung Usman Suhuriah, pria asal Polman yang mantan Komisioner KPU Sulawesi Barat itu.

Laporan hasil pemeriksaan yang telah diserahkan BPK RI perwakilan Sulawesi Barat ke DPRD, sambung Usman, tentu akan dijadilan dasar bagi lembaga legislatif di Sulawesi Barat itu untuk melihat langkah terbaik yang mesti diambil di masa yang akan datang. Termasuk memuat pekerjaan rumah bagi Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Barat untuk segera menindaklanjuti rekomendasi BPK RI paling lambat 60 hari kerja setelah laporan pemeriksaan itu diterima.

"Tapi kita tidak hanya akan berhenti di situ saja. Ini sekaligus akan menjadi ukuran sekaligus akan menghasilkan sebuah nilai yang baik jika langkah strategis pasca diserahkannya laporan hasil pemeriksaan ini dapat berefek pada peningkatan kesejahteraan masyarakat," pungkas Usman Suhuriah.

Jangan Hanya Baik di Atas Kertas Saja

Kepala BPK RI perwakilan Sulawesi Barat, Hery Ridwan dalam paparannya di paripurna DPRD Sulawesi Barat, Senin (23/05) kemarin sempat mengutip data sejumlah indokator kesejahteraan masyarakat yang ia peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Penting bagi BPK RI untuk menyampaikan indikator kesejahteraan masyarakat Sulawesi Barat itu sebagai bahan evaluasi atas pengelolaan keuangan daerah yang ditujukan untuk sebesar-besarnya pada kemakmuran masyarakat. 

Sesuatu yang kata Hery perlu untuk digaris bawahi, mengingat pencapaian opini WTP yang sudah diraih Sulawesi Barat selama 8 kali berturut-turut akan jauh lebih bermakna jika diikuti oleh pencapaian peningkatan kesejahteraan rakyat Sulawesi Barat.

Faktanya, dari apa yang disampaikan Hery, tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat tahun 2021 naik menjadi 11,29 Persen jika dibandingkan dengan tahun 2020. Angka yang rupanya berada di atas angka kemiskinan nasional yakni sebesar 10,14 Persen. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Barat tahun 2021 memang tercatat membaik di angka 66,36 dari sebelumnya sebesar 66,11 pada tahun 2020. Meski angka IPM terebut masih di bawah IPM nasional tahun 2021 yakni sebesar 72,29.

Angka IPM Sulawesi Barat tersebut mendudukkan provinsi yang kini dipimpin oleh seorang Penjabat (Pj) Gubernur itu bertengger di urutan ke-31 pada tahun 2021 dari seluruh provinsi yang ada. Termasuk laju pertumbuhan eknomi tahun 2021 sebesar 2,56 Persen, angka ini masih di bawah laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 3,69 Persen tahun 2021. Serta tingkat inflasi sebesar 4,39 Persen lebih besar dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 1,21 Persen.

Akademisi Universitas Sulawesi Barat, Muhammad. (Foto/Facebook)

Akademisi Universitas Sulawesi Barat, Muhammad mengatakan, jika merujuk ke data BPS di atas, kondisi kesejahteraan masyarakat memang tak menunjukkan adanya perbaikan. Jika melihat predikat WTP untuk pengelolaan keuangan telah dikantongi selama delapan kali berturut-turut, artinya out come dari pengelolaan keuangan itu yang penting untuk dievaluasi. 

"Karena secara output, pengelolaan keuangan kita itu sudah baik. Buktinya adalah indikatornya ada WTP. Tapi bagaimana dengan outcome dari pengelolaannya. Apakah memang program yang dijalankan itu sudah tepat sasaran. Misalnya terkait dengan kesejahteraan petani atau masyarakat nelayan. Apakah sudah tepat sasaran program yang dijalankan pemerintah. Itu kan ternyata, datanya tidak membaik sehingga ke depan penting untuk dilaksanakan evaluasi terhadap proram yang sudah dilaksanakan. Di mana titik keselahannya, apakah di perencanaan atau diimplementasi programnya," urai Muhammad kepada WACANA.Info.

Masih oleh Muhammad, mulai dari perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan program kerja mesti dievaluasi secara meyeluruh. Penting untuk memastikan implementasi program kerja tersebut sudah tepat sasaran. Beberapa hal yang idealnya menjadi fokus utama bagi Pj Gubernur Sulawesi Barat saat ini.

"Karena jangan sampai program yang disusun oleh pemerintah itu ternyata hanya baik di atas kertas saja, tapi eksekusi di lapangan yang buruk. Jika memang seperti itu, berarti yang masalah dan penting untuk divaluasi adalah implementasi programnya. Termasuk tentang metode pengawasannya. Kalau berbicara soal pengawasan tentang penggunan anggaran, itu kan sudah dilakukan dan hasilnya itu, WTP. Tetapi kalau berbicara pengawasan program kerja di lapangan, itu juga harus tepat sasaran. Misalnya ada program untuk pembagian bantuan kepada petani, apakah masyarakat petani yang menjadi sasaran bantuan itu memang sudah tepat sasaran atau tidak. Kalau memang tepat sasaran bagaimana pendampingannya, bagaimana progresnya. Jangan sampai cuma diberikan saja bantuan begitu lantas tidak ada pendampingan. Yah sia-sia juga kan," urai Muhammad.

Dimulai dari Data yang Akurat

Pj Gubernur Sulawesi Barat, Akmal Malik mengaku bakal menjadikan laporan hasil pemeriksaan BPK RI itu sebagai sumber utama dalam hal melakukan berbagai perbaikan di masa yang akan datang. Untuk rekomendasi yang sifatnya segera untuk ditindaklanjuti, Akmal telah menugaskan Sekprov Sulawesi Barat, Muhammad Idris untuk mengomandoi tugas tersebut.

Secara umum, Akmal bakal fokus pada penyediaan data berbasis masyarakat. Data, menurut Dirjen Otda Kemendagri itu, merupakan hulu dari lahirnya sebuah kebijakan yang baik. Data yang akurat akan menjadi parameter bagi semua pihak dalam memaksimalkan fungsi dan tugas masing-masing. 

Pj Gubernur Sulbar, Akmal Malik. (Foto/Manaf Harmay)

"DPRD akan melakukan pengawasan dengan langkah yang sama dengan pemerintah. Kalau ada defiasi, di situlah kita akan menyelesaikan persoalannya. Masalahnya adalah datanya ada nggak ?. Ini yang akan kita coba, benahi data itu. Kita mulai dari penguatan data berbasis dari desa. Kami akan memetakan langsung dari desa. Kita tugaskan pemuda-pemuda desa untuk mengindentifikasi parameter-parameter yang dibutuhkan," beber Akmal Malik.

Kata Akmal, data yanng telah tersedia selama ini sifatnya top down. Untuk memberi solusi atas ragam persoalan masyarakat di Sulawesi Barat, data yang tersedia idealnya bersumber dari bawah, bottom up.

"Kita mau coba data yang bottom up. Nanti kita akan coba menyandingkan data yang top down dengan data bottom up. Di situ kita akan bisa memberikan masukan kepada semua pihak," simpul Akmal Malik. (Naf/A)