45 Menit Bersama Suhardi Duka
Malam, sehabis Isya. Selasa (10/05). Saya dan teman Ilu berkunjung ke tempat tinggal salah satu politisi ulung yang ada di Sulawesi Barat. Sosok yang menghabiskan 13 tahun di dunia birokrasi, tujuh tahun di DPRD, sepuluh tahun memimpin Kabupaten Mamuju, hingga kini jadi wakil Sulbar di kursi DPR RI.
Seperti biasa, puluhan tamu telah mengatri. Dengan beragam kepentingan, mereka bersabar menunggu waktu untuk sekadar bertemu atau hendak menyampaikan sesuatu kepada sosok yang akrab disapa SDK itu. Termasuk saya dan Ilu.
Hingga akhirnya, para tamu usai dengan kepentingannya masing-masing. Kami berdua pun masuk. Malam itu, pria yang lahir sepuluh Mei 1962 tersebut mengenakan kemeja putih dan sarung sutera motif kotak warna merah. Baru saja ingin beristirahat. Sesaat sebelum memasuki kamar tidurnya, dari pintu utama saya pun memanggil beliau, "Pak,". "Eh, Manaf, masuk-masuk," sapa Beliau.
Saya dan Ilu pun menyampaikan maksud dan tujuan kami, ingin mewawancarai Ketua DPD Demokrat Sulawesi Barat itu secara khusus. Terlebih di momen hari ulang tahun SDK yang ke-60 tahun. Suasana Lebaran pun masih terasa, sekalian ingin bersilaturrahmi dengan sosok peraih gelar doktor dari Universitas Airlangga itu.
Tentang pencapaian terbesar yang telah ia rasakan hingga usia ke 60 tahun, tips merawat dan membesarkan anak untuk bisa sampai pada titik sekarang, kiat bagi generasi muda yang punya niat terjun ke dunia politik. Termasuk yang palimng hangat soal kesiapannya menuju perebutan kursi Gubernur Sulawesi Barat tahun 2024. Semua kami bincang dengan suasana yang sangat santai, sesekali ada tawa, serta tentu ada banyak pelajaran yang bisa dipetik.
Berikut kutipan wawancara saya dengan Suhardi Duka.
10 Mei 2022 kemarin, Bapak genap berusia 60 tahun. Apa kesyukuran terbesar yang Bapak rasakan dan ingin disampaikan ?
Yang pertama adalah, kita bisa sehat. Kemudian iman kita tetap terjaga. Itu yang paling kita syukuri, sehat dan iman terjaga. Kemudian pencapaian karir. Alhamdulillah kita capai sampai karir paling puncak bagi seorang politisi. Karena karir puncak bagi seorang politisi itu adalah menjadi seorang anggota DPR RI. Dan itu sudah saya capai. Saya sudah di birokrasi 13 tahun, menjadi Bupati 10 tahun, jadi 23 tahun ada eksekutif. Kemudian meniti karir di legislatif sudah 7 tahun. Saya kira ini adalah ah capaian yang harus saya syukuri.
Kemudian yang juga harus saya syukuri adalah saya bisa membina anak-anak. Saya dikaruniai anak banyak, dan perempuan. Saya bisa bina pendidikannya, bina karirnya, walaupun tentu ada sisi positif dan negatifnya. Artinya anak saya yang di Amerika Serikat itu setelah selesai (sekolah) dia memutuskan untuk bekerja di sana, tidak mau pulang. Saya kira itu juga menjadi bahagian dari kehidupan keluarga.
Bapak dikaruniai anak yang hari ini mantap di posisinya masing-masing. Ada di posisi Bupati Mamuju, ada Ketua DPRD Sulawesi Barat, ada yang berprofesi sebagai dokter, ada juga yang berkarir di luar negeri. Seperti apa Bapak membesarkan dan mendidik anak ?
Saya kira saya dengan anak itu tidak banyak mengajari. Saya lebih banyak memberikan contoh. Kemudian dalam kehidupan rumah tangga, saya itu lebih demokratis. Dengan anak-anak, adakalanya saya tampil sebagai ayah, ada juga kalanya menjadi sahabatnya. Itu yang saya bina. Kemudian sejak kecil anak-anak itu sudah mulai saya arahkan. Masih anak-anak saya sudah tahu bakatnya di mana. Akhirnya saya arahkan. Disesuaikan dengan talentanya masing-masing. Mungkin itu yang membuat mereka seperti sekarang ini. Misalnya dengan Ketua DPRD Sulbar (Suraidah Suhardi). Dulu ia lulus PNS, tapi saya stop, kamu di politik saja, karena memang talentanya di situ. Akhirnya berkarir di situ dan sudah tiga periode di DPRD (dia periode di DPRD Mamuju, kini di DPRD Sulbar). Ada juga yang memang saya melihat talenta anak di bidang profesional. Akhirnya saya arahkan jadi dokter. Dan Alhamdulillah, itu tepat-tepat semua, tidak salah. Jadi bukan saya memaksakan kehendak, semua harus sesuai dengan keinginan dan talentanya masing-masing.
Suhardi Duka. (Foto/Ilu)
Dari sebegitu panjangnya rentetan pengalaman yang Bapak telah lalui, hal apa yang menurut Bapak belum bisa terwujud ?.
Saya ingin melihat Sulbar itu sama dengan daerah-daerah lain. Punya keunggulan. Punya sesuatu yang bisa dibanggakan, itu yang belum saya lihat sampai sekarang. Kalau dari sisi capaian karir, saya sudah capai puncaknya. Walaupun saya pernah bercita-cita jadi Gubernur tapi belum kesampaian, belum dapat kesempatan. Tapi itu kan itu semua urusan Tuhan. Yang jelas, sekarang saya di DPR RI. Saya merasakan bahwa saya bisa mengambil peran sesuai dengan talenta dan kemampuan yang saya miliki. Walapun terbatas, karena kita bukan pelaksana, kita pembuat kebijakan. Tapi minimal, kebijakan itu mampu kita pengaruhi dengan ide yang kita kembangkan dalam suatu rapat dewan misalnya. Itu satu kepuasan tersendiri.
Dari pengamatan yang Bapak lakukan, Sulawesi Barat ini idealnya mau dibawa kemana ?. Apa yang hendak dilakukan untuk kebaikan provinsi ke-33 ini ?.
Kita harus menentukan perencanaan yang tepat sesuai dengan sumber daya yang ada. Di Sulbar ini saya tidak melihat akan mau dibawa ke mana. Tidak jelas mau dijadikan unggulan itu sektor yang mana. Memang kita perlu lebih matang lagi dalam merencanakan, tentu dengan informasi dan data yang akurat sehingga perencanaan kita bisa lebih tepat. Eksekusinya juga bisa lebih fokus. Kemudian juga semuanya mesti dikendalikan oleh SDM yang lebih bagus. Ditambah lagi dengan jaringan yang harus kita bangun, link. Karena untuk memulai suatu cita-cita yang besar, harus ada dukungan link multidimensi yang lebih kuat. Dari semua arah. Baik pelaku ekonominya dan lain sebagainya itu harus bersinergi.
Di tengah bonus demografi, termasuk di Sulawesi Barat ini, bagaimana Bapak melihat peran generasi muda dalam hal peran-perannya di dunia politik ?
Dunia politik bagi saya bukan dunia yang gelap. Sekarang sudah bisa dihitung. Misalnya di Partai Demokrat itu kan jelas, berlapis saya punya kader. Ada senior, ada menengah dan ada yang muda. Nah kalau tidak dipersiapkan memang, tidak diberi ruang, yah susah. Jadi memang partai itu tempat untuk menciptakan, menyiapkan pemimpin baik baik di tingkat pusat maupun daerah. Saya melihat bahwa memang persoalan demokrasi kita memang masih sangat pragmatis, itu juga masih jadi persoalan tersendiri. Tapi kita harus terobos. Karena kalau generasi muda tidak diberikan kesempatan atau peluang, yah kapan mereka bisa berbuat. Saya di partai Demokrat itu 40 Persen diisi oleh generasi muda. Minimal dulu kita kader di situ. Kalau sudah terbiasa, ada yang kita arahkan ke ruang politik, ada yang ruang usaha, dan sebagainya.
Untuk generasi muda yang hendak terjun ke dunia politik, yang pertama buat dulu citramu sebagai anak muda yang baik, yang perhatian. Anak muda yang bisa dijadikan tempat menanam kepercayaan, trust. Itu dulu. Setelah itu baru ciptakan link, buat komunitas, kuasai media sosial. Kemudian perlihatkan prestasi dengan bermodalkan kemampuan yang dimiliki secara personal. Kanalisasi teman-teman komunitas untuk bergerak di profesi dan keahluiannya. Itu yang harus disiapkan dan dilakukabn oleh generasi muda. Dan partai juga mesti membuka ruang untuk itu.
Menuju momentum politik di tahun 2024 nanti, gelombang dukungan untuk Bapak kembali mencalonkan diri sebagai calon Gubernur terus membesar. Apakah Bapak masih punya niat untuk kembali bertarung di perebutan kursi 'Sulbar 01' Pak ?
Saya sampai saat ini belum menentukan sikap ke arah sana. Pertama, kita belum tahu hasil Pemilu. Yang kedua, peluangnya harus kita hitung betul. Karena pepatah mengatakan hanya keledai yang jatuh di lubang yang sama. Saya sudah pernah gagal. Kenapa saya gagal kemarin, karena mungkin perencanaan saya belum matang. Banyak hal yang saya tidak hitung. Makanya saya harus lebih menghitung secara lebih komprehensif lagi, harus secara menyeluruh. Sampai sekarang ini, indikator-indikator itu belum bisa saya jadikan data utama, karena hasil Pemilu belum selesai. Kalau saya ditanya, apakah masih berminat ?, saya memang masih berminat.
Kemudian bagaimana peluangnya, yah itu tadi.
Di lain sisi sebagai orang partai saya juga harus tunduk pada pada apa kebijakan partai di Jakarta. Kalau memang pimpinan partai mengatakan bantu saya di Jakarta, saya tidak boleh membantah, yah saya harus bantu di Jakarta. Kalau dikatakan kembali ke daerah, yah saya harus patuh, kembali ke daerah. Di Jakarta, saya bukan peran pengganti, saya juga masuk dalam jajaran pemeran utama. Jadi bisa saja pimpinan partai mengatakan kamu di Jakarta bantu saya. Saya bukan pemain figuran. Itu semua yang menjadi persoalan tersendiri yang sampai saat ini saya belum mengambuil kesimpulan karena indikator itu saya belum temukan. Sebab keduanya sama-sama berpeluang. Saya punya peluang di Jakarta, saya juga punya peluang di daerah. Kita tidak mungkin mengambil dua peran dalam waktu yang bersamaan. Pilihannya juga bukan pilihan jelek, semua pilihan bagus. Jadi Anggota DPR RI, katakanlah ketua komisi itu juga bukan peran biasa. Jadi Gubernur juga memang memiliki tanggung jawab besar yang harus kita tunaikan karena ada indikatornya.
Selamat Ulang Tahun Pak, Mohon Maaf Lahir dan Batin...