Hari Santri Nasional

Momentum Mengokohkan Peran Santri dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Wacana.info
Peringatan Hari Santri Nasional Tingkat Provinsi Sulbar Dipusatkan di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum DDI, Baruga, Majene. (Foto/Nurtsir)

MAJENE--Hari santri nasional diperinati setiap tanggal 22 Oktober. Adalah Presiden Joko Widodo yang menetapkan peringatan hari santri nasional itu sejak tahun 2015 silam.

Pondok Pesantren Ihyaul Ulum DDI Baruga jadi pusat peringatan hari santri nasional di Provinsi Sulawesi Barat. Ratusan santri yang berasal dari sejumlah pondok pesantren yang ada tampak hadir pada peringatan hari santri Nasional yang dilaksanakan Jumat (22/10) malam.

Momentum hari santri nasional diharapkan mampu menjadi pengingat sekaligus penegasan tentang kontribusi yang telah diberikan oleh para santri bagi Bangsa. Tak hanya itu, pimpinann Pondok Pesantren Ihyaul Ulum DDI Baruga, KH. Muslih Nur Husain, LC, M. Ag pun berharap, hari santri tahun ini juga dimanfaatkan sebagai ajang pengokohan peran santri dalam segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Dengan peringatan hari santri, diharapkan semakin mengokohkan peran santri dalam berbangsa dan bernegara. Seperti halnya peran yang telah dilakoni para santri di masa lalu dalam merebut kemerdekaan sekaligus mempertahankannya. Sekaligus berperan aktif dalam perumusan ideologi negara," ucap KH. Muslih Nur Husain dalam keterangan tertulis kepada WACANA.Info.

Peringatan Hari Santri Nasional di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum DDI Baruga. (Foto/Nurtsir)

KH. Muslih Nur Husain yang lepasan Al Azhar Cairo Mesir itu pun meminta agar para santri untuk tak berhenti dalam aktivitas meningkatkan skill dan ilmu pengetahuannya. Penting, sebut dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, terlebih di tengah kian kompleksnya problematika hidup dalam kehidupan sosial di masyarakat dewasa ini.

"Para santri diharapkan untuk tak berhenti berbenah diri. Terus meningkatkan skil dan ilmu pengetahuan guna menghadapi percaturan dan tantangan dunia yang semakin kompleks," pungkas KH. Muslih Nur Husain, LC, M. Ag.

Untuk informasi, penetapan hari santri Nasional dimaksudkan untuk mengingat dan meneladani semangat jihad para santri merebut serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang digelorakan para ulama. 

Ketua LDNU Sulbar, Nursalim Ismail. (Foto/Facebook)

Dikutip dari wikipedia, tanggal 22 Oktober merujuk pada satu peristiwa bersejarah yakni seruan yang dibacakan oleh Pahlawan Nasional KH. Hasjim Asy'ari pada 22 Oktober 1945. Seruan ini berisikan perintah kepada umat Islam untuk berperang (jihad) melawan tentara Sekutu yang ingin menjajah kembali wilayah Republik Indonesia pasca-Proklamasi Kemerdekaan. 

Sekutu ini maksudnya adalah Inggris sebagai pemenang Perang Dunia II untuk mengambil alih tanah jajahan Jepang. Di belakang tentara Inggris, rupanya ada pasukan Belanda yang ikut membonceng.

Aspek lain yang melatarbelakangi penetapan Hari Santri Nasional ini adalah pengakuan resmi pemerintah Republik Indonesia atas peran besar umat Islam dalam berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan serta menjaga NKRI. 
Ini sekaligus merevisi beberapa catatan sejarah nasional, terutama yang ditulis pada masa Orde Baru, yang hampir tidak pernah menyebut peran ulama dan kaum santri.

Peringatan Hari Santri Nasional di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum DDI Baruga. (Foto/Nurtsir)

"Santri itu bukan terletak pada model fashion. Melainkan terejawantah dalam bentuk watak dan akhlak kesantrian. Karakter kesantrian tercermin dalam tutur kata, perilaku dan kesucian batin," Ketua LDNU Sulawesi Barat, Nursalim Ismail dalam penjelasannya.

Menurut Nursalim, integrasi keislaman, keilmuan dan kebangsaan jadi agenda penting bagi masa depan pesantren. Utamanya di tengah kian beratnya tantangan yang mesti dihadapi seperti sekarang ini.

"Piranti ketiganya merupakan jawaban akan pentingnya keberlangsungan transformasi pesantren, kini dan akan datang," pungkas Nursalim Ismail. (*/Naf)