DPRD, Mau Dibawa Kemana ?

Wacana.info
FGD Komisi I DPRD se-Sulbar. (Foto/Manaf Harmay)

MAKASSAR--Tentang institusi DPRD, serta pola ideal tentang relasinya dengan eksekutif jadi fokus utama yang dibincang dalam FGD Komisi I DPRD se-Sulawesi Barat di hotel Claro, Makassar, Sabtu (25/09). Sederet pembicara utama dihadirkan dalam agenda tersebut.

Wakil Gubernur Sulawesi Barat, Enny Anggraeni Anwar dalam sambutan pembukanya menganggap, hubungan antara eksekutif dan legislatif secara umum berjalan dengan harmonis. Riak-riak yang terjadi dalam perjalanan hubungan kedua lembaga itu, kata Enny, tak lebih dari sebuah dinamika biasa.

"Tergantung silaturahminya Pak. Saya harapkan kebersamaan itu tetap berjalan indah. Sesulit apapun, kalau kita lakukan secara ikhlas dan bersama-sama yakinlah akan bisa berjalan dengan baik. Kami membutuhkan masukan, informasi dan kondisi masyarakat yang langsung disampaikan. Sehingga menjadi satu bahan masukan untuk mencapai tujuan. Kemitraan antara DPRD dan pemerintah yang terjalin dengan baik tentu akan memudahkan kita untuk mencapai tujuan mensejahterakan masyarakat Sulbar," ujar Enny.

Harapan yang sama pun disampaikan Ketua Komisi I DPRD Sulawesi Barat, Syamsul Samad. Politisi Demokrat itu menjelaskan, pertentangan yang acap kali tersaji dalam hubungan eksekutif dan legislatif tak lebih dari sebuah perwujudan akan kuatnya komitmen untuk memperjuangkan kepentingan masyuarakat. FGD tersebut, sambung Syamsul, merupakan upaya yang nyata untuk memperoleh kesepahaman khususnya bagi Komisi I DPRD se-Sulawesi Barat dalam menciptakan pertalian relasi yang jauh lebih ideal lagi dengan eksekutif.

Wagub Sulbar, Enny Anggraeni. (Foto/Manaf Harmay)

"Sebab dinamika yang terkadang kencang itu lebih dikarenakan masing-masing mau jadi yang paling terdepan dalam menunjukkan komitmen memperjuangkan kepentingan rakyat," tutur Syamsul dalam pengantarnya.

Pahami RPJPD, Telaah RPJMD, Kuliti RKPD

Salah satu penyebab utama hingga terkadang fungsi DPRD menjadi kurang maksimal adalah karena anggota DPRD-nya tak punya pemahaman yang utuh tentang dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD); dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20 tahun.

Dr. Sultan Suhab, ahli perencanaan pembangunan daerah dari Unhas itu menilai, setiap anggota DPRD mestinya memahami betul tentang isi RPJPD. Termasuk turunan-turunannya; Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk lima tahunan, serta Rencana Kerja Pemerintah Daerh (RKPD) di tiap tahunnya. Baginya, legislator yang tak punya pemahaman kuat tentang hal di atas, bisa jadi penanda gagalnya fungsi utama DPRD dalam menjalin hubungannya dengan eksekutif.

"Karena anggota DPRD tidak familiar dengan apa isi RPJPD. Akhirnya kita sering mis hubungan antara eksekutif dan legislatif. Makanya bagi saya wajib bagi DPRD memahami isi itu, mehami RPJMD dan RKPD untuk perencanaan tiap tahunnya," ucap Sultan Suhab.

Prof Sutan Suhab. (Foto/Manaf Harmay)

Hampir mustahil bagi DPRD untuk dapat menjalankan fungsinya secara maksimal jika isi dokumen di atas tak dipahami secara baik. Ia mesti dikuliti, item per itemnya. Sebab wajibnya hukumnya dokumen perencanaan daerah itu sejalan denan platform dan visi daerah.

"Begitu perda RPJMD itu diketuk, maka wajib ia ada di setiap meja anggota DPRD. Sebab itulah yang menjadi acuan kita dalam menjalankan fungsi-fungsi di DPRD. Termasuk RKPD yang menjadi dasar untuk penyusunan KUA-PPAS. Jangan karena ia tidak dalam bentuk Perda, lantas kita tidak teliti. Justru itu yang harus dikuliti dengan teliti, sebab akan menjadi dasar dalam kaitannya dgn penyusunan RAPBD," urai Sekretaris Pusat Pengembangan Kebijakan Pembangunan (P2KP) Unhas itu.

Defisit, Apa Masalahnya ?

Kondisi keuangan daerah yang tercatat defisit acap kali dianggap sebagai bentuk kegagalan eksekutif dan legislatif dalam pengelolaannya. Ia lebih sering dilihat dari perspektif yang negatif.

Padahal, bagi Dr. Sultan Suhab, defisit juga bisa lahir dari sebuah kebijakan daerah. Ia tak melulu harus dimaknai sebagai sesuatu yang negatif. Pilihan untuk mengambil kebijakan itu bisa saja lahir dari besarnya semangat pemerintah daerah untuk membiayai sederet program kegiatan yang benar-benar punya efek positif langsung dengan kepentingan masyarakat.

"Defisit karena kita harus bisa menunjukkan soal program apa yang tidak bisa ditinggalkan. Sebab kalau ditinggalkan akan berpengaruh pada asumsi ketahanan makro dan sosial daerah. Ingat, defisit itu adalah kebikakan keuangan. Memperbanyak anggaran beredar supaya daya beli masyarakat juga meningkat. Selama ini defisit itu sering dianggap bukan kebijakan, sering disebut karena terpaksa," pungkas Dr. Sutan Suhab.

DPRD Mesti Tampil Independen

Peran DPRD dalam setiap agenda pembangunan daerah tak boleh dikaburkan, apalagi sampai dihilangkan. Tentang setiap aksi pembangunan di daerah, peran DPRD wajib untuk terus dibunyikan. Jangan hanya eksekutif-nya saja.

Mantan Anggota DPR RI, Fahri Hamzah menilai, haram hukumnya jika setiap program kerja dan agenda pembangunan daerah itu semata-mata lahir dari jasa dan budi baik dari eksekurtif saja. 

"Sebab jika begitu, kemungkinan besar DPRD akan kehilangan independensinya. Yang bagi saya, justru akan merusak sistem pemerintahan yang ideal," kata Fahri yang juga jadi salah satu pembicara utama dalam FGD itu.

Fahri Hamzah Hadir Secara Virtual. (Foto/Manaf Harmay)

Salah satu pekerjaan rumah lembaga legislatif khususnya DPRD saat ini adalah mendorong terwujudnya sistem keuangan internal DPRD yang seaspiratif mungkin. Anggota DPRD yang begitu intens bersentuhan langsung dengan masyarakat mengharuskan ia mesti diberi ruang yang lebih besar dalam hal agenda perjuangan aspirasi masyarakat.

"Pengaturan keuangan anggota DPRD harus dibuat sebaik-baiknya, seaspiratif mungkin. Sebab korupsi itu pada dasarnya terjadi karena adanya main mata antara eksekutif dan legislatif," tegas Fahri Hamzah yang berbicara di forum itu via virtual.

Menguatkan posisi DPRD, sambung Fahri, jadi implikasi nyata tentang pilihan negara untuk menerapkan sistem demokrasi di tanah air. Harganya memang mahal, tapi opsi itu mesti dilalui jika benar negara ingin mencapai tujuan dari demokrasi itu sendiri.

"Itulah kenapa jaminan independensi DPR mesti jelas. Atur independensi keuangan dewan. Sebab kita juga tidak mau minta-minta ke eksekutif. Berani berdemokrasi, berarti berani bayar mahal. Itulah konsekuensi dari pilihan kita itu. Lebih independen, lebih kuat dari eksekutif. Karena semakin independen, saya yakin DPRD ini akan semakin kuat," begitu kata Fahri Hamzah.

Selain dua pembicara utama di atas, FGD dengan tema telaah hubungan kemitraan DPRD dan Kepala Daerah dalam persepektif kebijakan pembangunan daerah itu juga dihadiri Direktur Perencanaan Anggaran, Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Dr. Bahri. Termasuk Asisten I Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, M Natsir. 

Para anggota Komisi I DPRD se-Sulawesi Barat turut hadir pada kegiatan itu. Termasuk perwakilan dari pemerintah kabupaten se-Sulawesi Barat, serta seluruh anggota Komisi I DPRD Sulawesi Barat. (*/Naf)