Catat, Bikin Keramaian di HUT Sulbar Bukan Cara yang Bijaksana

Wacana.info
Logos HUT Sulbar ke-17. (Foto/dprd.sulbarprov.go.id)

MAMUJU--Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat sedang mempersiapkan ragam kegiatan di puncak HUT Sulawesi Barat yang ke-17. Taman budaya di Buttu Ciping, Tinambung, Polman direncanakan bakal jadi pusat pelaksanaan HUT Sulawesi Barat pada 22 September 2021 nanti.

Di sana telah diagendakan ragam acara. Mulai dari pemberian penghargaan individu atau organisasi yang berjasa dalam memajukan daerah. Termasuk pameran UMKM yang bertujuan untuk mendorong dan mengapresiasi usaha-usaha masyarakat. Serta atraksi sayyang pattu'duq (kuda patu'duq). Itu belum termasuk pelaksanaan rapat paripurna istimewa DPRD yang sepertinya tetap akan dilaksanakan di kompleks kantor DPRD Sulawesi Barat.

Akademisi yang juga tokoh agama Sulawesi Barat, Amran HB menilai, adalah hal yang tak bijak jika pemerintah Provinsi Sulawesi Barat tetap kekeh dengan skenario peringatan HUT seperti yang telah diuraikan di atas. Menurut Amran, ragam kegiatan di Buttu Ciping itu hampir pasti bakal menimbulkan keramaian yang justru membuka peluang akan terjadinya penyebaran Covid-19 di tengah masyarakat.

"Dibutuhkan kearifan dan kebijaksanaan pemerintah karena kita sedang berada di situasi yang tidak menguntungkan. Urusan ibadan saja kita dibatasi oleh pemerintah sendiri. Jika tiba-tiba pemerintah melakukan kegiatan yang justru tidak sesuai dengan kebijakannya itu jadi sesuatu yang tidak bagus," ucap Amran saat dihubungi, Kamis (9/09).

Amran HB. (Foto/Istimewa)

Amran pun membandingkan kondisi di perayaan hari raya Idul Adha baru-baru ini. Kala itu, pemerintah dengan tegas menerbitkan aturan tentang pelarangan pelaksanaan shalah Idul Adha di masjid. Padahal, kata Amran, jika ingin melihatnya secara ideal, justru mereka yang me masjid yang benar-benar menerapkan protokol kesehatan. Bersih secara fisik dan jiwa serta tidak berdempetan.

"Informasi yang saya terima, kelompo nelayann di Mamuju saja itu dibatasi untuk melaut karena mereka belum vaksin. Sekarang, adakah jaminan bahwa yang akan hadir di Buttu Ciping itu sudah melewati tahap vaksin ?. Pasti akan memunculkan keramaian. Itu psikologi masyarakat kita. Jangankan pertunjukan sayyang pattu'du, kasi berkelahi lalat saja orang bisa saja ramai. Ingat, selama ini masyarakat kita kurang hiburan akibat pandemi," sambung dia.

Bagi Amran, di usianya yang ke-17 tahun, pemerintah Provinsi Sulawesi Barat mestinya dapat lebih bijak lagi. Lebih peka terhadap kondisi kebathinan masyarakat yang selama ini telah terbelenggu oleh aneka ragam pembatasan. Jika ingin fair, pemerintah pun harus konsisten dengan ragam pembatasan itu.

"Kita semua gembira bahwa Sulbar ini sudah ada di usianya yang ke-17 tahun. Tetapi merayakannya pun mestinya bisa lebih dewasa. Jangan sekadar ingin menciptakan euforia yang hanya akan meninggalkan catatan buruk di tengah publik. HUT Sulbar yang ke-17 ini kan bisa juga di bingkai dalam bentuk do'a bersama di rumah-rumah ibadah," pungkas Amran HB.

HUT Sulbar, Tidak Percaya Diri dengan Virtual

Merancang aneka kegiatan dengan potensi mengumpulkan massa adalah sesuatu yang kesannya begitu dipaksakan. Di era seperti sekarang ini, di tengah serba terbatas akibat pagebluk, pemerintah diharap untuk mampu tampil dengan inovasi sekaligus menyesuaikan diri dengan kondisi saat ini.

Nursalim Ismail. (Foto/Istimewa)

Ketua LDNU Sulawesi Barat, Nursalim Ismail menilai, elemen masyarakat lain saja mampu bertahan dengan berbagai cara untuk beradaptasi dengan ganasnya penyebaran virus asal Wuhan, Tiongkok itu. Merupakan hal yamng aneh jika pemerintah bertahan dengan cara lama di peringatan HUT Sulawesi Barat yang ke-17.

"Selama ini banyak hal yang bisa virtual. Bahkan disebut sebagai inovasi di masa pandemi. Eh, tiba-tiba HUT Sulbar justru nggak percaya diri pakai virtual. Makanya kita tagih pemerintah, ini sebenarnya maunya seperti apa ?," keluh Nursalim.

Melaksanakan ragam kegiatan di HUT Sulawesi Barat ke-17, sambung Nursalim, justru bakal meninggalkan catatan buruk di tengah masyarakat. Bukan mustahil kepercayaan publik kepada pemerintah kian tergerus oleh karena ulah pemerintah sendiri.

"Ingat bulan depan ada Maulid. Ada rasa ketidakadilan yang sedang dipertontonkan," sambung dia.

"Aparat juga wajib diingatkan. Jangan sampai hanya tegas ke masyarakat soal penerapan protokol kesehatan," pungkas Nursalim Ismail. (Naf/A)