Semangat Memutus Dinasti Politik di Polman; "Alhamdulillah, Gerindra tidak Ikut"

Wacana.info
Sekretaris DPD Gerindra Sulbar, Isra D Pramulya. (Foto/Facebook)

POLMAN--Partai Gerindra angkat bicara. Itu setelah sejumlah politisi muda asal Polman yang tengah dalam upaya menyatukan kekuatan dalam agenda memutus praktik dinasti politik di bumi Tipalayo tersebut.

Sekretaris DPD Gerindra Sulawesi Barat, Isra D Pramulya menilai, apa yang dilakukan oleh beberapa politisi muda asal Polman itu adalah langkah yang mesti diapresiasi. Bahwa ternyata ada segelintir orang yang masih memikirkan kebaikan daerah.

"Kita menghargai kegiatan kumpul-kumpul beberapa tokoh muda politik dari Polman. Alhamdulillah, gak ada kader Gerindra yang ikut," ucap Isra kepada WACANA.Info, Selasa (18/05) malam.

Gerindra, sambung Isra, punya pandangan berbeda soal proses regenerasi kepeimpinan di Polman. Dinasti politik ?, dimana salahnya ?.

"ABM (Ali Baal Masdar) terpilih Gubernur Sulbar setelah dua periode memimpin Polman. Lalu dilanjut oleh AIM (Andi Ibrahim Masdar), dan masuk dua periode juga, dan itu dipilih oleh rakyat. Kalau pembangunannya tidak didasarkan oleh rakyat, tentu rakyat tidak akan milih mereka dulu smapai dua periode, dan sukses menjadi Gubernur Sulbar," papar Isra.

Beberapa politisi muda Polman macam Wakil Ketua DPRD Sulawesi Barat, Abdul Rahim dan Abdul Halim, Anggota DPD RI, Ajbar, serta beberapa legislator Polman lainnya berkumpul di salah satu Warkop di Wonomulyo, Polman belum lama ini. Pertemuan tersebut dalam agenda menyatukan persepsi soal betapa praktik dinasi politik di Polman mesti segera dihentikan.

Aneh bagi Gerindra jika muncul anggapan bahwa praktik dinasti politik itu jadi alasan hingga roda pembangunan di Kabupaten Polman cenderung stagnan. Isra menegaskan, tak ada korelasi langsung atas dua kondisi tersebut.

"Anehnya, yang mengeluh tentang pembangunan yang stagnan adalah pimpinan-pimpinan DPRD yang secara dejure punya kewenangan dan fungsi pengawasan terhadap program-program pemerintah. Juga punya fungsi budgeting, artinya ikut membahas anggaran bersama eksekutif," sambung Isra, pria mantan Sekjen PB PMII itu.

Masih kata Isra, jika roda pembangunannya di Polman terasa stagnan, pihak-pihak tersebut baiknya membantu melakukan intervensi dalam mempecepat putaran pembangunan di Polman. Terlebih jika melihat kedudukan dari nama-nama di atas. 

"Atau memperkuat pelaksanaan pengawasan terhadap program-program APBD Polman," Isra D Pramulya menutup.

Dinasti Politik = Stagnasi Pembangunan, Butuh Studi Lebih Lanjut

Dinasti politik memang jadi satu persoalan yang sering jadi perdebatan, baik di kalangan elit politik maupun di masyarakat secara umum. Dewan pembinan lembaga Esensi Sulawesi Barat, Syarifuddin Mandegar menjelaskan, dunia politik yang dimana kekuasaan itu adalah rimba yang tak bertuan, siapapun berhak memasukinya. Sebab esensi demokrasi adalah membuka ruang secara bebas kepada publik dalam menggunakan hak politiknya.

Syarifuddin Mandegar. (Foto/Youtube Esensi Sulbar)

"Terkait dengan itu, politik dinasti merupakan buah dari implikasi demokrasi. Yakni setiap warga Negara memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin dalam satu daerah, entah itu memiliki ikatan keluarga atau bukan," terang Syarifuddin Mandegar.

Syarifuddin yang juga seorang peneliti itu menambahkan, perlu studi lebih lanjut untuk membuktikan bahwa praktik politik dinasti berkorelasi langsung dengan stagnasi pembangunan di suatu daerah. Adalah hal yang terlalu dini jika dianggap keduanya punya hubungan sebab akibat.

"Tentu saja butuh studi secara mendalam, apakah tidak majunya pembangunan suatu daerah memiliki relevansi bahwa itu akibat politik dinasti," tambahnya.

Jawabannya dari pertanyaan di atas bisa iya, bisa juga tidak. Masih oleh Syarifuddin Mandegar, hipotesanya ada dua. Pertama, mayoritas publik masih memberikan kepercayaannya.

"Kedua, sebagian publik melihat bahwa politik dinasti tidak melihat kompetensi seseorang karena semata-mata memperpanjang usia kekuasaannya. Dua pandangan inilah yang kemudian harus dilihat secara objektif. Jika memang politik dinasti itu memiliki implikasi stagnasi pembangunan, maka tentu saja dalam perhelatan Pilkada, publik harus menimbang ulang pilihannya," demikian Syarifuddin Mandegar. (Naf/A)